Fikih

Siapa Ahlul Kitab?

Soal:

Siapakah Ahlul Kitab itu? Al-Quran mengatakan bahwa kita dapat menikahi mereka dan memakan sembelihan mereka. Apakah orang-orang seperti itu masih ada saat ini? Bagaimana pula mereka berbeda dari Kristen dan Yahudi? (Kasogi Ramadhan, Uganda).

 

Jawab:

Tampaknya yang dimaksudkan oleh pertanyaan di atas adalah firman Allah SWT:

ٱلۡيَوۡمَ أُحِلَّ لَكُمُ ٱلطَّيِّبَٰتُۖ وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حِلّٞ لَّكُمۡ وَطَعَامُكُمۡ حِلّٞ لَّهُمۡۖ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِيٓ أَخۡدَانٖۗ ٥

Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagi kalian. Makanan kalian pun halal bagi mereka. (Dihalalkan pula mengawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara kaum wanita yang beriman dan kaum wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kalian bila kalian telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahi mereka, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan mereka gundik-gundik (QS al-Maidah [5]: 5).

 

Ini adalah ayat yang menghalalkan sembelihan Ahlul Kitab dan menghalalkan menikahi wanita mereka. Ahlul Kitab, yakni “orang-orang yang diberi al-Kitab” dalam ayat ini, adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Ini juga merupakan pendapat jumhur fukaha sebagaimana yang ada di dalam Al-Mawsû’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaytiyah. Sembelihan Ahlul Kitab adalah halal dan wanita mereka halal dinikahi sebagaimana yang ada di dalam nas-nas syar’i. Kekufuran dan kesyirikan yang ada di dalam agama mereka tidak membahayakan hukum ini. Kaum Yahudi dan Nashrani pada zaman Nabi saw. sudah di atas kesyirikan dan kesesatan. Meski demikian, mereka dihitung sebagai Ahlul Kitab. Rasul saw. membiarkan yang demikian. Mereka pada masa Rasul saw. seperti mereka sekarang ini: Kaum Nasrani menyekutukan Isa as. dengan Allah. Kaum Yahudi menyekutukan Uzair as. (QS at-Taubah [9]: 30).

Meski demikian, Rasul saw. memperlakukan mereka sebagai Ahlul Kitab, dari sisi kebolehan memakan sembelihan mereka dan menikahi wanita-wanita mereka.

Adapun kaum kafir selain Nasrani dan Yahudi, seperti Majusi, misalnya, maka Rasul saw. tidak membolehkan perkara ini berkaitan dengan mereka. Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan riwayat di dalam Mushannaf-nya dari al-Hasan bin Muhammad bahwa:

كَتَبَ إِلَى مَجُوْسِ أَهْلِ هَجَرَ يَعْرِضُ عَلَيْهِمْ اْلإِسْلاَمَ فَمَنْ أَسْلَمَ قُبِلَ مِنْهُ وَمَنْ لَمْ يُسْلِمْ ضُرِبَ عَلَيْهِ الْجِزْيَةُ غَيْرُ ناكِحِيْ نِسَائِهِمْ وَلا آكِلِيْ ذبائِحِهِمْ

Rasul saw. pernah menulis surat kepada orang-orang Majusi warga Hajar. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Lalu siapa saja dari mereka yang masuk Islam diterima. Siapa saja yang tidak masuk Islam diwajibkan atas mereka jizyah. Hanya saja wanita mereka tidak boleh dinikahi dan sembelihan mereka tidak boleh dimakan (HR Ibnu Abi Syaibah).

 

Al-Haytsami menyebutkan yang semisalnya di dalam bukunya Baghyah al-Bâhits ‘an Zawâ`id Musnad al-Hârits. Ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Aban, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Qays bin Muslim, dari al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib yang berkata:

كَتَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى مَجُوْسِ هَجَرَ يَسْأَلُهُمْ اْلإِسْلاَمَ فَمَنْ أَسْلَمَ قُبِلَ مِنْهُ إِسْلاَمُهُ وَمَنْ أَبَى أُخِذَتْ مِنْهُ الْجِزْيَةُ غَيْرُ نَاكِحِيْ نِسَائِهِمْ وَلا آكِلِيْ ذَبَائِحِهِمْ

Rasulullah saw. pernah menulis surat kepada kauam Majusi Hajar, meminta mereka masuk Islam. Siapa yang masuk Islam diterima keislamannya dan siapa yang tidak mau maka diambil dari dia jizyah. Hanya saja, wanita mereka tidak boleh dinikahi dan sembelihan mereka tidak boleh dimakan.

 

Atas dasar itu, Ahlul Kitab yang disebutkan oleh ayat yang mulia itu, adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka ada sekarang ini. Ayat tersebut tidak mencakup orang-orang kafir lainnya selain Nasrani dan Yahudi. Terkait kedua golongan ini (Nasrani dan Yahudi), sembelihan mereka boleh dimakan dan wanita mereka boleh dinikahi.

Namun demikian, ada dua perkara yang harus dicatat terkait kebolehan memakan sembelihan Ahlul Kitab dan kebolehan menikahi wanita mereka:

Pertama, sembelihan Ahlul Kitab yang boleh dimakan adalah sembelihan yang halal dalam syariah dan yang disembelih dengan penyembelihan syar’i.

  1. Tidak halal memakan sembelihan mereka jika itu termasuk jenis-jenis yang haram di dalam Islam seperti babi, misalnya. Ini haram dimakan baik yang menyembelih seorang Muslim ataupun Ahlul Kitab. Jadi kebolehan memakan sembelihan Ahlul Kitab terbatas pada hewan dan burung yang dibolehkan oleh Syari’ bagi kita untuk memakannya.
  2. Tidak boleh memakan apa yang disembelih tidak secara benar. Artinya, tidak boleh memakan apa yang disembelih oleh Ahlul Kitab jika tidak sesuai dengan penyembelihan syar’i seperti yang mereka lakukan dengan mencekik hewan atau burung atau memukulnya di kepala atau dipingsankan (dikejutkan atau disetrum menggunakan arus listrik) sampai mati. Ini sebagaimana yang terjadi di sebagian pabrik di barat sekarang ini. Semisal ini tidak boleh dimakan sebab dalam syariah hal itu dinilai bangkai yang haram dimakan. Karena itu sebagaimana tidak boleh memakan yang demikian itu jika pelakunya (orang yang membunuh hewan dengan selain penyembelihan syar’i) itu seorang Muslim, maka demikian juga tidak boleh memakannya jika pelakunya Ahlul Kitab. Tidak ada perbedaan.

 

Kedua, ayat yang mulia itu mensyaratkan “al-ihshân” dalam menikahi wanita mereka. Teks ayat tersebut:

وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ ٥

(Dihalalkan pula mengawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara kaum wanita yang beriman dan kaum wanita yang menjaga kehormatan di antara kaum yang diberi al-Kitab sebelum kalian (QS al-Maidah [5]: 5).

 

Al-Muhshanah adalah al-‘afîfah mastûr al-hâl (wanita yang senantiasa menjaga kesuciannya dan keadaannya tersembunyi), yang tidak diketahui dari dia melakukan zina, dan ini terealisasi pada para Muslimah. Adapun kaum Yahudi dan Nasrani pada masa kita ini, sebagaimana di negeri Barat, maka zina di tengah mereka tersebar luas seperti makan dan minum. Zina di tengah mereka menjadi perkara yang biasa. Mereka melakukan itu, baik laki-laki atau perempuan, tanpa ada yang mengingkari. Sedikit sekali perempuan di tengah mereka yang sudah dewasa dan dia jauh dari zina. Oleh karena itu, sebelum boleh menikahi wanita Ahlul Kitab maka wajib diyakinkan bahwa wanita itu mastûr al-hâl, tidak dikenal dari dia melakukan zina.

Atas dasar itu, menikahi wanita Ahlul Kitab adalah boleh jika dia wanita yang ‘afîfah mastûr al-hâl, yang tidak melakukan zina. Jika wanita itu keadaannya demikian maka boleh menikahi dia.Meski dalam kondisi ini boleh, yang lebih afdhal adalah menikahi Muslimah. Ada riwayat shahih dari Umar bin al-Khathab ra. bahwa ia menasihati sahabat agar tidak menikahi Ahlul Kitab, tetapi agar menikahi para Muslimah sehingga tidak ada Muslimah yang tidak menikah.

 

21 Syawal 1440 H / 24 Juni 2019 M

 

[Dari Soal-jawab Amir Hizbut Tahrir, Syaikh ‘Atha Abu Rasytah]

 

Sumber:

1        Http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/61025.html

2        Https://web.facebook.com/AmeerhtAtabinKhalil/photos/a.122855544578192/1083837111813359/?type=3&theater

3        Http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/3961

4        Http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/58728.html

5        Https://web.facebook.com/AmeerhtAtabinKhalil/photos/a.122855544578192/1020140118183059/?type=3&theater

6        Https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/14Uj5Lv1EuF

7        Http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/3941

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × one =

Back to top button