Tarikh

Pembukaan Dayeuh Pakuan Untuk Islam (Sejarah Awal Islam di Bogor Sebelum Era Kolonial, Circa 1480–1680)(Bagian Tiga)

Kemudian, dua kakak beradik anak Raja Pajajaran itu melaksanakan rukun Islam ke-5, yakni melaksanakan ibadah haji ke Al-Haramayn asy-Syarîfayn. Saat itu, Dua Tanah Suci Makkah dan Madinah ada di bawah ri’âyah (pengurusan) Khilafah ‘Abbasiyah dan Kesultanan Mamluk yang berpusat di Kairo. Tradisi tutur menceritakan bahwa Nyai Lara Santang yang sedang di Makkah dinikahi seseorang yang disebut sebagai “Sultan Mesir”, al-Amîr ‘Abdullâh.1

Dalam Syajarah Mulûk Syirbûn (Pohon Silsilah Penguasa Cirebon), yang dikompilasi oleh Sayyid Salîm bin Ahmad Jindân berdasarkan arsip-arsip Keraton Kasepuhan Cirebon pada 1933, al-Amîr ‘Abdullâh adalah anak dari Sayyid Nûr al-‘آlam bin Jamâluddîn al-Husaynî bin al-Amîr Ahmad Syâh Jalâl. Mereka semua adalah Bani ‘Alawiyyûn, keturunan Rasulullah saw. Kakek buyut al-Amîr ‘Abdullâh yang menikahi Lara Santang, yakni al-Amîr Ahmad Syâh Jalâl, lahir di Nasirabad, India. Bani ‘Alawiyyûn banyak tinggal di India terutama sejak al-Amîr ‘Abdul Malik Khân bin ‘Alawî bin Muhammad Shâhib Marbath pindah ke sana dari Hadhramaut.20

Penting untuk dicatat, banyak kesultanan di India sejak era Bani Tughluq yang berbaiat kepada Khilafah ‘Abbasiyah di Kairo. Contohnya adalah Kesultanan Malwa yang berkuasa atas Madhya Pradesh hingga Rajasthan. Sultan Malwa, Ghiyâtsuddîn Syâh Khaljî pada tahun 1471 mengirim utusan ke Khalifah al-Mustanjid Billâh (berkuasa 1455-1479) di Kairo.2

Sultan Mamluk Qaytbay (berkuasa 1468-1496) selaku “Pasukan garda terdepan Khalifah Bani Abbas” (sarâya-yi khalîfa-i Banî ‘Abbâs)3 mewakili al-Mustanjid Billâh dan menerima utusan tersebut.4

Suami Nyai Lara Santang, al-Amîr ‘Abdullâh, mempunyai kakek-buyut yang berasal dari Nasirabad di Rajasthan, wilayah Kesultanan Malwa. Dari relasi internasional ummah Islam yang mempertemukan Hadhramaut–India–Mesir–Hijaz–Pajajaran inilah, al-Amir ‘Abdullah dan Nyai Lara Santang bisa bertemu. Pernikahan mereka dikaruniai buah hati yang diberi nama Syarîf Hidâyatullâh. Kelak ia dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati.

 

 

Gambar 1. Peti dari Mesir yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati Syarîf Hidâyatullâh ketika pulang kampung ke Cirebon [Koleksi Museum Pusaka Kasepuhan Cirebon. Foto: Nicko Pandawa].

 

Sampai hari ini, yang termasyhur sebagai pengislam Jawa Barat adalah Syaikh Syarîf Hidâyatullâh Sunan Gunung Jati. Beliau lahir di Mesir. Setelah dewasa ia pulang ke kampung halaman ibunya, negeri Pajajaran. Ada satu kisah yang diriwayatkan Sulendraningrat, bahwa kepulangan sang cucu yang lahir di Mesir sejatinya sudah ditunggu-tunggu Sri Baduga Maharaja. Namun, ketika ingin menyambut Syarîf Hidâyatullâh yang datang dari Cirebon ke Pakuan, Sri Baduga Maharaja didatangi oleh sesepuh Pajajaran bernama Ki Buyut Talibarat. Dia menghasut: Apa jadinya jika Sang Raja Pajajaran nan agung tunduk pada agama cucunya (Islam) yang “busuk berlubang” (bosok bolong) dan “rapuh remuk” (amoh ajur)?5

Rupanya internal Keraton Pakuan sedang berselisih hebat tentang penyikapan mereka akan kemunculan pengaruh agama Rasulullah saw. Anak-anak Sri Baduga Maharaja dari istrinya yang Muslimah, Nyai Subang Larang (seperti Pangeran Walangsungsang), telah ikut memperkuat basis Islam di daerah pesisir. Utamanya di Cirebon. Ditambah lagi dengan kemunculan cucunya yang dilahirkan di Mesir yang berayahkan kaum ‘Alawiyyûn. Di dalam tubuhnya mengalir darah Nabi saw. Ia pun punya kedudukan di pemerintahan Khilafah ‘Abbasiyah Kairo. Anak Sri Baduga Maharaja dari istrinya yang lain (Kentring Manik Mayang Sunda binti Susuk Tunggal), yakni Pangeran Surawisesa, satu kubu dengan orang seperti Ki Buyut Talibarat yang menolak Islam. Ia tidak ingin mengikuti jejak saudara-saudara tirinya yang meninggalkan kepercayaan nenek moyang.

Maka dari itu, tak aneh, walau sudah ada sekian rakyat Sunda dan bahkan pejabat Pajajaran yang memeluk Islam, Ibukota Pakuan tetap bergeming. Pakuan tetap—sebagaimana ditandaskan dalam Carita Parahiyangan—”tidak   terdatangi oleh musuh kasar, musuh halus” (mo kadatangan ku musuh ganal, musu[h] alit). Yang dimaksud dengan musuh kasar adalah balatentara, sedangkan musuh halus adalah ajaran baru yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan.6

Hal serupa juga diafirmasi Tome Pires si orang Portugis. Dengan bahasa sinisnya ia melaporkan: “Kerajaan Sunda tidak memberikan izin bagi orang Moor untuk masuk (ke Pakuan), kecuali bagi sedikit saja dari mereka. Kerajaan Sunda takut bahwa dengan kelicikannya (sic!), orang Moor akan melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lalukan di Jawa.”26 [Bersambung] [Nicko Pandawa]

 

Catatan kaki:

1        Ibid, 19. Dalam tradisi tutur nama/gelar lengkapnya adalah “Jeng Sultan Maulânâ Mahmud Syarîf ‘Abdullah”.

Lihat: P.S. Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, (tp, 1984), 17. Sejatinya, yang berkuasa sebagai Sultan Mesir saat itu adalah Bani Mamluk yang menaungi Khilafah ‘Abbasiyyah di Kairo. Sebutan “Sultan” yang disematkan orang Jawi kepada penguasa Timur Tengah kala itu bisa jadi seorang pejabat Kesultanan Mamluk. 20 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Historical Fact and Fiction, (Johor Bahru: UTM Press, 2011), 86, 90, 157158.

2        Mustafa Banister, The Abbasid Caliphate of Cairo, 1261-1517: History and Tradition in the Mamluk Court, (Thesis, Department of Near and Middle Eastern Civilizations, University of Toronto, 2015), 193.

3        Meminjam ungkapan dari Fadlullah bin Ruzbihan Khunji, ulama Syafi’iyyah dan sejarawan Iran yang pernah mengunjungi Kairo pada masa Qaytbay. Lihat: Fadlullâh ibn Ruzbihân Khunjî-Isfahânî, Târîkh-i ‘آlam- Arâ’yi Amini, ed. John E. Woods, (London: Royal Asiatic Society, 1992), 188. Dikutip dari Mustafa Banister, The Abbasid Caliphate of Cairo, 378.

4        Mustafa Banister, The Abbasid Caliphate of Cairo, 193.

5        P.S. Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, 38.

6        Ayatrohaedi, “Sunda, Pakuan, Pajajaran”, dalam Politik Agraria dan Pakuan Pajajaran, 85. 26 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires, 242.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × two =

Back to top button