Pahlawan dan Bela Negara
Kata “pahlawan” dan “bela negara” merupakan dua istilah yang sering digaungkan, terutama dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan.
Sebagai negeri yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tentu makna “pahlawan” dan “bela negara” harus dimaknai secara benar, yakni menurut pemahaman dan ajaran Islam. Pasalnya, saat ini makna pahlawan dan bela negara sering dimaknai secara tidak tepat bahkan cenderung menyesatkan.
Sebagai contoh, ada beberapa orang tokoh yang memproklamirkan berdirinya negara sekular yang tidak menerapkan hukum Allah SWT, bahkan mengesahkan berlakunya hukum kolonial Belanda yang kafir, padahal mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam, mereka disebut sebagai founding father dan digelari pahlawan nasional.
Ada juga seorang kepala negara yang digelari pahlawan pembangunan. Padahal dialah yang membuka jalan lebar bagi penerapan sistem ekonomi kapitalis. Ia mempersilakan dengan tangan terbuka datangnya negara kafir imperialis untuk mengeksploitasi kekayaan alam negeri ini dengan dalih investasi dan pembangunan ekonomi.
Dengan dalih bela negara, ada pula tokoh masyarakat yang mewanti-wanti publik agar menolak ide khilafah yang merupakan bagian ajaran dan sistem Islam. Mereka menyebut ide khilafah sebagai ide transnasional yang berasal dari luar. Mereka pun menuduh khilafah akan merongrong dan menghancurkan Indonesia. Padahal, saat yang bersamaan, mereka mengkampanyekan besar-besaran ide dan sistem demokrasi sekuler yang secara faktual terbukti banyak melahirkan politisi korup yang jelas-jelas menghancurkan negeri ini.
Pertanyaannya, tepatkah jika orang yang membidani lahirnya negara sekuler, yang melanggengkan penjajahan ekonomi dan politik oleh negara kafir imperialis, disebut sebagai pahlawan? Layakkah mereka disebut sebagai pembela negara jika yang dibela mati-matian adalah ideologi kapitalis dan yang dimusuhi adalah ideologi Islam?
Pahlawan Sejati
Di dalam Islam, siapakah orang yang layak disebut sebagai pahlawan? Apa sajakah ciri dan kriterianya?
Pertama: Seorang pahlawan sejatinya haruslah seorang Muslim yang berakidah Islam, bukan Muslim sekuler, apalagi orang kafir. Pasalnya, dimensi seorang pahlawan sejatinya bukan hanya berdampak kebaikan di dunia, melainkan juga berbuah pahala kelak di akhirat. Karena itu walaupun misalnya seseorang ketika di dunia telah berjuang mengusir penjajah dari negerinya, tetapi karena dia bukan seorang Muslim, maka buah perjuangannya hanya dapat dinikmati di dunia saja, tidak dia nikmati di akhirat. Berbeda halnya ketika yang berjuang adalah seorang Muslim. Dia bukan hanya menikmati buah dari perjuangnnya di dunia melainkan juga di akhirat kelak.
Kedua: Seorang pahlawan sejati tentu sangat memahami bahwa yang dia bela adalah agama Allah SWT, yakni Islam, bukan nasionalisme, apalagi ideologi kufur seperti Komunisme dan Kapitalisme.
Seorang pahlawan sejati adalah orang yang senantiasa memperjuangkan tegaknya hukum Allah SWT. Dia akan berjuang dengan sungguh-sungguh agar syariah Islam dapat diterapkan secara kâffah (menyeluruh). Padahal ia tahu bahwa risiko yang dihadapi sangatlah berat; mulai dari tuduhan/stigma negatif, intimidasi, penjara hingga kematian.
Seorang pahlawan sejati adalah orang yang berjihad di jalan Allah SWT, yakni dalam kondisi ketika negeri Islam dijajah oleh negara kafir. Juga ketika Daulah Islam sedang melakukan futûhât untuk membebaskan berbagai negeri dari kekufuran dan penjajahan serta untuk menyebarluaskan ajaran Islam dan menerapkan hukum Allah SWT ke seluruh penjuru dunia.
Ketiga: Seorang pahlawan sejati tentu sangat memahami bahwa yang dijadikan sebagai musuh adalah kafir harbi atau ideologi kufur, bukan umat Islam. Seorang pahlawan sejati akan menganggap Muslim yang lain sebagai saudara yang wajib dijaga kehormatannya, hartanya dan darahnya.
Bagi seorang pahlawan sejati, yang akan dia jadikan sebagai musuhnya adalah kafir harbi, yakni orang kafir yang nyata-nyata memerangi umat Islam serta ideologi kufur, yakni Komunisme dan Kapitalisme. Seorang pahlawan sejati akan berjuang dengan sungguh-sungguh agar ideologi kufur yang mencengkeram dan menjajah negerinya segera hengkang dan tercerabut hingga akar-akarnya. Seorang pahlawan sejati tentu orang yang sangat memahami bahwa solusi dari segala permasalahan adalah ideologi Islam. Dia akan berjuang sekuat tenaga agar ideologi yang berasal dari Allah SWT tersebut dapat diterapkan secara menyeluruh sehingga terwujud rahmat bagi semesta alam.
Keempat: Seorang pahlawan sejati tentu sangat menyadari bahwa motif dia berjuang hanyalah karena mengharap ridha Allah SWT semata, bukan berharap pujian atau pun penghargaan dari manusia. Seorang pahlawan sejati akan tetap berjuang walaupun tidak mendapatkan pujian. Ia juga tidak akan berhenti berjuang hanya karena tidak ada tepuk tangan.
Bela Negara Sejati
Di dalam Islam, segala aktivitas yang dilakukan oleh warga negara untuk melakukan pembelaan terhadap negara dari berbagai ancaman dan rongrongan hukumnya wajib. Pertanyaannya, negara seperti apa yang wajib dibela? Tentu negara yang wajib dibela adalah Daulah Islam, yakni negara yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Bukan negara kapitalis sekuler atau sosialis komunis. Seorang Muslim haram membela eksistensi sebuah negara yang landasannya ideologi kufur.
Lalu bagaimana wujud sejati pembelaan negara di dalam Islam? Pertama: Jika negara yang menerapkan syariah Islam belum terwujud, bentuk pembelaannya adalah dengan berjuang agar negara tersebut dapat terwujud. Rasulullah saw. dan para Sahabat pun berjuang siang-malam mendakwahkan Islam kepada berbagai elemen masyarakat. Islam pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan secara menyeluruh di Madinah, kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab.
Saat ini upaya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para Sahabat wajib kita ikuti, yakni dengan cara mendakwahkan ajaran Islam sebagai sebuah ideologi. Umat Islam saat ini harus dipahamkan bahwa problematika yang mendera bangsa ini dan dunia adalah akibat penerapan ideologi Kapitalisme-sekuler. Umat Islam pun harus dipahamkan bahwa solusi satu-satunya adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam institusi Khilafah Islam.
Kedua: Jika keberadaan Khilafah Islam sudah terwujud, kewajiban kita adalah menjaga Khilafah itu agar tidak ada satu pun kekuatan yang dapat meruntuhkannya. Ketika Rasulullah saw. dan para sahabat berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah, kaum kafir dan musyrik berupaya menyerang eksistensi Daulah Islam dengan kekuatan militer. Namun, Rasulullah saw. dan para Sahabat dengan sekuat kemampuan berupaya melindungi Daulah Islam Madinah dengan jihad fi sabilillah. Akibatnya, berbagai upaya kaum kafir dan musyrik untuk meruntuhkan Daulah Islam selalu mengalami kegagalan. Berbagai peperangan berkecamuk—Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak dll—adalah dalam rangka melindungi kaum Muslim dan membela Daulah Islam.
Bela Negara dari Musuh Bersama: Ideologi Komunisme dan Kapitalisme
Selain serangan militer, tentu yang harus diwaspadai adalah serangan ideologi kufur, seperti Kapitalisme-sekuler dan Sosialisme-komunis. Serangan ideologi kufur sejatinya jauh lebih berbahaya daripada serangan militer. Pasalnya, bentuknya abstrak. Para pengusung-nya juga bisa jadi bukan orang kafir, melainkan “beragama” Islam. Karena itu, umat Islam harus dicerdaskan agar mereka mampu meng-identifikasi berbagai ideologi dan paham kufur serta memahami kesesatan dan bahayanya.
Pada saat ini, secara umum umat Islam sudah cukup memahami kesesatan dan bahaya ideologi Komunisme. Ini karena ideologi ini sangat jelas anti agama dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Namun, tidak banyak umat Islam yang memahami kesesatan dan bahaya ideologi Kapitalisme. Padahal ideologi Kapitalisme inilah yang secara faktual sejak puluhan tahun lampau hingga kini telah merusak bangsa kita dan dunia pada umumnya.
Sebagai sebuah gambaran, betapa ideologi Kapitalisme merupakan ideologi yang dapat menyengsarakan dan memiskinkan rakyat. Kita tahu Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang sangat melimpah. Namun ironis, rakyatnya masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan. Mengapa? Jawaban ringkasnya, karena model pengelolaan kekayaan alam dan sumberdaya strategis dikuasai oleh perusahan swasta bahkan perusahaan asing. Akibatnya, keuntungannya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, bukan oleh masyarakat secara luas. Kebijakan ekonomi yang berbasis ideologi Kapitalisme inilah yang akan semakin memperlebar jurang antara orang kaya dan orang miskin; menyebabkan orang kaya semakin sejahtera dan orang miskin semakin menderita.
Alhasil, kedua ideologi tersebut, yakni Sosialisme-komunis dan Kapitalismes-sekuler, bukan hanya menyesatkan, tetapi juga sangat berbahaya bagi masyarakat dan negara. Karena itu wajib hukumnya bagi kaum Muslim untuk melindungi dan menjaga masyarakat dan negara dari bahaya laten Komunisme dan bahaya faktual Kapitalisme.
Islam Membawa Kebaikan bagi Negeri
Ideologi Komunisme sudah terbukti gagal menghadirkan solusi bagi dunia. Komunisme bahkan telah lama terkubur seiring dengan keruntuhan Uni Sovyet. Adapun Kapitalisme yang diemban oleh banyak negara saat ini alih-alih menghadirkan solusi bagi masyarakat dunia. Ia malah menjadi sumber permasalahan di berbagai lini kehidupan. Bahkan di berbagai negara dunia, Kapitalisme banyak menuai protes dan penolakan.
Karena itu bagi bangsa Indonesia dan dunia, pilihan satu-satunya hanyalah ideologi Islam. Pasalnya, Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Adil. Aturan dan hukum-Nya pun pasti akan mengandung keadilan dan kebaikan.
Selain itu, kita, bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tentu meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. diutus dengan membawa risalah Allah SWT. Risalah itu berupa syariah dan hukum-hukum-Nya yang menjadi sumber rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin), yakni sumber kebaikan dan kemaslahatan bukan hanya bagi umat Islam, melainkan untuk seluruh umat manusia.
Secara historis penerapan syariah Islam di dalam sistem Khilafah oleh para khalifah telah terbukti menjadikan dunia berada pada puncak peradadaban yang agung dan mulia. Will Durant, seorang penulis, filosof dan sejarahwan berkebangsaan Amerika di dalam bukunya, The Story of Civilization, mengungkapkan: “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka…”
Lebih lanjut dia menuliskan: “….Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”
Alhasil, jika bangsa ini menginginkan negeri ini menjadi negeri yang berlimpah dengan keberkahan, rakyatnya hidup dalam kebaikan dan kesejahteraan lahir batin, budayanya menghasilkan peradabannya yang mulia dan agung, maka di negeri yang kita cintai ini harus diterapkan syariah Islam secara kâffah (menyeluruh). Ini hanya akan terwujud sempurna jika tegak Khilafah Islam.
Khilafah untuk Kebaikan Negeri Ini
Secara konseptual tidak terbantahkan bahwa Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Khilafah adalah warisan Rasulullah saw. Khilafah adalah sistem yang pernah dipraktikkan oleh para Sahabat, kemudian dilanjutkan oleh generasi setelahnya selama berabad-abad lamanya. Karena itu bagi kita, umat Islam, ketiadaan Khilafah sejak 3 Maret 1924 merupakan tragedi yang memilukan. Pasalnya, tanpa Khilafah hukum-hukum Islam tidak lagi bisa diterapkan. Tanpa Khilafah terbukti jalan negara-negara kafir untuk menjajah negeri Islam makin mulus.
Oleh karena itu, perjuangan penegakan Khilafah justru sangat dibutuhkan bagi bangsa ini. Tentu agar negeri ini dapat keluar dari berbagai permasalahan yang salama ini mendera, mulai dari masalah ekonomi, politik, hukum, pendidikan, budaya dan yang lainnya. Bahkan secara historis, Khilafah Islam memiliki jasa yang besar bagi negeri ini. Di antara jasa penting Khilafah Islam adalah diutusnya para da’i yang menyebarkan agama Islam sehingga menjadi sebab masuk Islamnya penduduk Nusantara. Karena itu bagaimana bisa kita menolak dan membenci sesuatu yang menjadi perantara keislaman kita, keislaman penduduk nusantara, bahkan keislaman para pejabatnya?
WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Luthfi Afandi, SH, MH; (Direktur Pusat Kajian Islam Kaffah)]