Baiti Jannati

Membentuk Generasi Pembela Palestina

Ayah-Bunda, ada pelajaran (ibrah) penting dari peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi saw., dimulai dari Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di Palestina), dilanjutkan menuju Shidratul Muntaha. Peristiwa ini memberikan isyarat kepada umat Islam di manapun dan kapan pun, bahwa Masjidil Aqsha merupakan salah satu tempat suci bagi umat Islam. Wajib bagi umat untuk melindungi kesucian tempat ini sebagaimana telah diperlihatkan oleh umat di sepanjang sejarahnya.

Namun faktanya, saat ini Masjidil Aqsha berada dalam kekuasaan Yahudi Zionis. Bahkan berkali-kali kaum Yahudi ekstremis menyerbu masjid dan berusaha mendudukinya. Fakta ini tentu tidak bisa dibiarkan dan menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam di dunia. Jika saat ini kita tidak mampu membebaskan Masjidil Aqsha, barangkali generasi mendatang dari anak-anak kita yang akan melakukannya. Akan tetapi, hal ini tidak akan terjadi begitu saja, melainkan harus kita persiapkan dari sekarang.

 

Pentingnya Membangun Visi dan Misi Keluarga

Visi adalah tujuan akhir yang ingin kita capai. Tanpa ada visi maka kita tidak mampu menggambarkan akhir dari perjalanan yang kita tempuh. Akibatnya, boleh jadi perjalanan itu hanya akan menjadi berputar-putar tanpa ujung, atau justru membawa kita pada jalan yang salah dan tersesat tanpa bisa kembali pada jalan yang benar.

Visi selalu dimiliki oleh orang-orang yang memiliki cita-cita besar. Dulu, ketika Yerusalem, tempat Baitul Maqdis berada, dikuasai oleh pasukan Salib, Najmuddin Ayyub sang penguasa Tikrit, mencanangkan visinya. Ia tak mau menikah, kecuali dengan wanita shalihah yang bisa menggandeng tangannya ke surga dan melahirkan anak yang akan menjadi ksatria dan mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum Muslim. Najmuddin masa itu tinggal di Tikrit, Irak, yang berjarak jauh dari lokasi Baitul Maqdis. Namun, hati dan pikirannya senantiasa terpaut dengan tempat suci umat Islam tersebut.

Suatu hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang-bincang. Datanglah seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai dan Syaikh tersebut minta izin Najmuddin untuk bicara dengan si gadis. Najmuddin mendengar pembicaraan tersebut. Rupanya si gadis baru saja menolak pinangan seorang pemuda. Gadis itu berkata, “Aku hanya ingin menikahi seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum Muslim.”

Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah dengan gadis ini.” Inilah visi. Kekuatan visi mengantarkan Najmuddin dan istrinya melahirkan dan membentuk sang pembebas Baitul Maqdis yang legendaris, Shalahuddin al-Ayyubi.

Ayah-Bunda, sekalipun tidak seperti Najmuddin yang sudah membangun visi sebelum menikah, tidak terlambat bagi kita untuk membangun visi pasca pernikahan. Satu kata antara Ayah dan Bunda. Mencetak pejuang Islam yang akan membela Palestina.

Tidak cukup sekadar visi. Misi harus dirumuskan untuk memberikan gambaran langkah-langkah nyata dalam meraih visi. Menyusun misi membutuhkan kerjasama antara Ayah dan Bunda. Mana yang menjadi tanggung jawab Ayah. Mana tanggung jawab Bunda. Mana yang menjadi tanggung jawab bersama antara Ayah dan Bunda.

Misi ini ada yang bersifat umum seperti pembentukan akidah Islam yang kuat pada anak sedari kecil, pembentukan syakhshiyah (kepribadian) Islam. Penanaman semangat dakwah. Misi yang umum ini adalah dasar bagi pembentukan pribadi Muslim. Ada juga yang lebih khusus yaitu misi membentuk kecintaan dan kepedulian terhadap Palestina, serta semangat membelanya. Misi khusus ini bisa kita bentuk dengan beberapa langkah di bawah ini.

 

Mengajarkan Aspek Historis dan Politis Palestina

Daripada Ayah-Bunda bercerita si kancil atau legenda-legenda yang miskin nilai, Ayah-Bunda bisa menceritakan kisah-kisah perjuangan kaum Muslim dalam merengkuh Bumi Syam di mana Palestina berada, ke pangkuan Islam. Ada kisah Perang Mu’tah pada masa Rasulullah saw., ketika 3000 pasukan Muslim harus berhadapan dengan 100 atau 200 ribu pasukan Romawi. Dalam perang ini, tiga panglima perang kaum Muslim bertempur dengan gagah berani sampai memperoleh syahid. Dilanjutkan Perang Tabuk yang penuh kesulitan saat kaum Muslim harus berangkat dalam perjalanan sebulan di akhir musim panas yang menyengat. Namun, semangat kaum Muslim tetap membara sehingga begitu banyak Allah menurunkan pertolongan untuk mereka.

Pada masa Khalifah Abu Bakar, pertempuran menaklukkan Syam dilanjutkan, sampai mendapatkan kemenangan di Perang Yarmuk masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Selanjutnya, Uskup Agung Yerusalem, Saphronius, menyerahkan kunci Kota Yerusalem kepada Khalifah Umar tanpa peperangan karena ia mendengar keadilan Islam dalam memperlakukan wilayah-wilayah yang ditundukkan.

Sejak itulah Palestina berada di bawah perlindungan Kekhilafahan Islam sampai kaum Salib merebut Yerusalem tahun 1096 M dengan membantai penduduknya. Namun, Sultan Shalahudin al-Ayyubi berhasil merebut kembali kota ini tahun 1187.

Dalam cerita sejarah masuknya Palestina dalam Kekhilafahan Islam dan bagaimana perjuangan kaum Muslim mempertahankannya, banyak sekali kita dapati cerita-cerita heroik yang bisa membangkitkan semangat dan kecintaan anak terhadap Palestina.

Saat mereka beranjak remaja, kita bisa mengajarkan pada anak mengapa Palestina bisa dikuasai oleh Yahudi. Bagaimana konspirasi Inggris di baliknya serta peran AS di masa setelahnya. Lebih baik lagi jika hal ini kita sertai dengan mengajak anak memperhatikan peta Palestina secara langsung, bagaimana wilayah yang masuk dalam kekuasaan Islam, mana wilayah yang dijarah Barat, sampai pembentukan Israel dan penyempitan wilayah Palestina dari masa ke masa. Hal ini sangat penting untuk menunjukkan siapa saja yang menjadi musuh kita untuk membebaskan Palestina.

 

Menyalakan Semangat Ukhuwah dan Pembelaan terhadap Palestina

Ayah-Bunda, tanpa terbentuknya ikatan ukhuwwah atau persaudaraan di antara umat Islam, persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk Palestina tidak mungkin bisa diselesaikan. Ukhuwwah inilah yang mempersatukan Muslimin di manapun, menembus sekat-sekat negara dan bangsa.

Menyalakan ukhuwwah bisa kita lakukan dengan mengajak anak mengikuti perkembangan berita di Palestina, menumbuhkan empati mereka, dan menekankan bahwa Muslim di Palestina adalah saudara-saudara kita sebagaimana firman Allah SWT:

﴿إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَة﴾

Sungguh setiap Muslim itu bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10).

 

Rasulullah saw. juga bersabda:

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»

Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi dan berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Kita juga bisa membiasakan anak mendoakan Palestina dan melakukan qunut nazilah, mengumpulkan donasi serta mengajak mereka untuk mengikuti aksi-aksi bela Palestina.

 

Mengajarkan Bagaimana Solusi Hakiki dari Palestina

Anak harus memiliki gambaran bagaimana solusi dari persoalan Palestina. Bukan dengan meminta bantuan PBB atau berharap pada para pemimpin negara-negara Arab. Bukan pula dengan solusi dua negara (two-state solution) sebab itu berarti mengakui berdirinya “Negara” Zionis di tanah kaum Muslim. Hal ini adalah pengkhianatan terhadap perjuangan Rasulullah, para Sahabat dan para syuhada yang telah membebaskan al-Aqsha dengan nyawa dan darah mereka. Sebagai pemilik sah tanah Palestina, kaum Muslim seharusnya tidak menjadikan solusi dua negara yang digagas Barat sebagai solusi Palestina.

Oleh karena itu, tugas Ayah-Bunda untuk menjelaskan seruan membela Palestina tidak boleh berhenti hanya pada aspek bantuan kemanusiaan, semisal obat-obatan, makanan, pakaian, membangun rumah sakit, berdonasi, dan sebagainya. Yang lebih urgen, adalah adanya institusi yang mampu menggerakkan seluruh umat untuk melindungi Palestina, menceraiberaikan sekat-sekat negara dan mengirimkan pasukan yang akan berjihad memerangi Yahudi dan membebaskan Palestina sebagaimana dulu Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. membebaskannya dari Romawi dan Shalahudin al-Ayyubi membebaskannya dari pasukan salib. Institusi ini adalah Khilafah Islamiyah.

Dengan demikian anak harus kita kenalkan pada sistem khilafah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ketika anak masih kecil, sampaikan cerita kegemilangan Islam pada masa Kekhilafahan dan khalifah-khalifah yang inspiratif. Dengan bertambah umur bisa kita jelaskan kebutuhan umat terhadap Khilafah sampai bagaimana hukum mendirikannya dan perjuangan untuk menegakkannya kembali di muka bumi.

Dari pemahaman seperti inilah kita akan bisa membentuk generasi pembela Palestina. Upaya ini bukan upaya instan, tapi butuh waktu yang panjang. Karena itu kalau Ayah-Bunda tidak memulainya sekarang, kapan lagi? [Arini Retna]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen + 14 =

Back to top button