Analisis

Khilafah Ajaran Islam

Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy

Menurut istilah para ulama, Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh umat dalam mengatur urusan agama dan urusan dunia.   Meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda, ulama Aswaja  sepakat  bahwa Khilafah adalah sistem pemerintahan yang tegak di atas akidah Islam. Islam memposisikan Khalifah sebagai pemimpin agung seluruh umat Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.  Mereka juga sepakat bahwa Khilafah dan Imamah memiliki pengertian sama (sinonim).

Khilafah Menurut Para Ulama Aswaja

Imam al-Qalqasyandi menyatakan:

اما الخلافة فهي في الاصل مصدر خلف…ثم أطلقت فى العرف العام على الزعامة العظمى، وهي الولاية العامة على كافة الامة، والقيام بأمورها و النهوض بأعبائها.

Khilafah berasal dari mashdar khalafa…Lalu kata khilafah ini dinyatakan dalam konvensi umum dengan makna: kepemimpinan agung, yakni kekuasaan umum atas seluruh umat serta pelaksanaan berbagai urusan dan tugas-tugas pengurusan umat (Al-Qalqasyandi, Ma`âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah, 1/9).

Imam an-Nawawi juga menyatakan:

لان الصحابة رضى الله عنهم اجتمعوا على نصب الامام، والمراد بالامام الرئيس الا على للدولة، والامامة والخلافة و إمارة المؤمنين مترادفة، والمراد بها الرياسة العامة في شئون الدين والدنيا. ويرى ابن حزم أن الامام إذا أطلق انصرف إلى الخليفة، أما إذا قيد انصرف إلى ما قيد به من إمام الصلاة وإمام الحديث وإمام القوم.

Para Sahabat ra. telah bersepakat atas kewajiban mengangkat seorang imam.  Yang dimaksud imam tidak lain adalah kepala negara.  Imamah, Khilafah, Imaratul Mukminin adalah sinonim.  Yang dimaksud dengan Imamah adalah kepemimpinan umum dalam mengatur urusan agama dan dunia. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kata imam, jika disebut secara mutlak, pengertiannya adalah khalifah. Adapun jika disebut dengan taqyîd (pembatasan), maknanya adalah sesuai dengan batasan tersebut; misalnya, imam shalat, imam hadis dan imam suatu kaum (An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab, 19/191).

Ulama Aswaja hanya berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan Khilafah; apakah khilafah itu wakil Allah, wakil Rasulullah saw., ataukah wakil umat Islam untuk menerapkan Islam dan mengatur urusan manusia (Lihat: al-Qalqasyandi, Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma’âlim al-Khilâfah, 1/14-17).

Dalam konteks Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan yang menjadikan Khalifah sebagai Imâm al-A’zham yang menerapkan Islam secara kâffah, dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia, tidak ada ikhtilaf.   Kesimpulan semacam ini bisa disarikan dari definisi Khilafah yang dijelaskan para ulama Aswaja berikut ini:

Ibnu Khaldun, misalnya, menyatakan:

وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين وسياسة الدنيا به تسمى خلافة و إمامة والقائم به خليفة وإماما .فأما تسميته إماماً فتشبيهاً بإمام الصلاة في اتباعه والاقتداء به، ولهذا يقال: الإمامة الكبرى. وأما تسميته خليفة فلكونه يخلف النبي في أمته.

Wakil Pemilik Syariah dalam menjaga agama serta mengatur urusan dunia disebut dengan Khilafah dan Imamah. Yang menempati kedudukan itu adalah Khalifah atau Imam. Penamaannya dengan imam diserupakan dengan imam shalat dalam hal wajibnya untuk diikuti dan dipanuti.  Oleh karena itu dinyatakan Al-Imâmah al-Kubrâ (Kepemimpinan Agung).  Adapun penyebutannya dengan khalifah karena menggantikan Nabi saw. dalam (mengatur) urusan umatnya (Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hlm. 190).

Imam ar-Ramli menyatakan:

الخليفة هو الامام الاعظام، القائم بخلافة النبوة، فى حراسة الدين وسياسة الدنيا.

Khalifah adalah Imam Agung yang menduduki jabatan Khilâfah an-Nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia (Ar-Ramli,  Nihâyah al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj, 7/289).

Imam al-Mawardi pun menyatakan:

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به

Imamah itu diposisikan untuk Khilâfah an-Nubuwwah dalam menjaga agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi,  Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5).

Al-‘Allâmah asy-Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahulLâh juga menyatakan:

الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم، وهي عينها الإمامة، فالإمامة والخلافة بمعنى واحد.

Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh penjuru alam.  Khilafah substansinya sama dengan Imamah.  Dengan demikian Imamah dan Khilafah memiliki makna yang sama (An-Nabhani, Al-Khilâfah,  hlm. 1).

Wajib Hanya Satu Khalifah

Sebagai Imam al-A’zham (Imam Agung), Khalifah akan memimpin dan menyatukan seluruh kaum Muslim di dunia dari timur hingga barat.   Imam an-Nawawi asy-Syafii menyatakan:

وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوز أَنْ يُعْقَد لِخَلِيفَتَيْنِ فِي عَصْر وَاحِد سَوَاء اِتَّسَعَتْ دَار الْإِسْلَام أَمْ لَا

Para ulama sepakat bahwa tidak boleh menyerahkan akad Kekhilafahan kepada dua orang khalifah pada masa yang bersamaan, sama saja apakah Darul Islam luas ataupun tidak (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, 6/316).

Penjelasan senada disampaikan pula oleh Imam Badruddin al-‘Aini al-Hanafi (Lihat: Badruddin, ‘Umdah al-Qâri Syarh Shahîh al-Bukhâri, 23/454).

Khilafah Islam adalah institusi politik yang berkewajiban menerapkan Islam secara menyeluruh di dalam negeri dan menyebarkan Islam ke luar negeri, ke seluruh penjuru dunia (Lihat, antara lain: Imam Ibn ‘Abidin, Radd al-Mukhtâr, 4/205).

Alhasil, substansi Khilafah ada tiga: (1) penerapan syariah Islam secara kâffah; (2) penyatuan kaum Muslim seluruh dunia di bawah satu kendali kepemimpinan dan dalam persaudaraan sejati yang didasarkan pada akidah Islam; (3) penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Dasar Kewajiban Menegakkan Khilafah

  1. Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Ingatlah saat Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS al-Baqarah [2]: 30).

Ulama Aswaja dari empat mazhab menyatakan bahwa ayat di atas adalah dalil asal kewajiban mengangkat seorang khalifah.  Imam al-Qurthubi menyatakan:

هَذِهِ اْلآيَةُ أَصْلٌ فِي نَصْبِ إِمَامٍ وَ خَلِيْفَةٍ يُسْمَعُ لَهُ وَيُطَاعُ، لِتُجْتَمَعَ بِهِ الْكَلِمَةُ، وَتُنَفَّذَ بِهِ أَحْكَامُ الْخَلِيْفَةِ. وَلاَ خِلاَفَ فِي وُجُوْبِ ذَلِكَ بَيْنَ اْلاُمَّةِ وَلاَ بَيْنَ اْلاَئِمَّةِ إِلاَّ مَا رُوِيَ عَنِ اْلاَصَمِ.

Ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 30) adalah dalil asal atas kewajiban mengangkat seorang imam atau khalifah yang didengar dan ditaati, yang dengan itulah kalimat (persatuan umat) disatukan dan hukum-hukum khalifah diterapkan.  Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban ini, baik di kalangan umat maupun kalangan para ulama, kecuali yang diriwayatkan dari Al-Asham (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).

Tentu masih banyak ayat lain yang dalâlah al-iltizâm-nya menunjukkan kewajiban menegakkan Khilafah. Misalnya ayat-ayat yang mewajibkan kaum Muslim untuk menaati ulil amri, berhukum hanya dengan syariah Islam, jihad; ayat-ayat tentang hukum hudûd, jinâyât serta hukum-hukum lain yang pelaksanaannya dikaitkan dengan Khalifah.

Al-Quran juga menjelaskan janji istikhlâf (janji kekuasaan atas seluruh dunia bagi kaum Muslim):

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa (QS an-Nur [24]: 55).

Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa Ibnu ‘Athiyah berkata:

واستخلافهم هو أن يملكهم البلاد ويجعلهم أهلها كالذي جرى في الشام والعراق وخراسان والمغرب. قال ابن العربي: قلنا لهم هذا وعد عام في النبوة والخلافة وإقامة الدعوة وعموم الشريعة

“Yang dimaksud dengan istikhlâfuhum adalah menjadikan mereka menguasai bumi dan menjadi penguasanya seperti yang terjadi di Syam, Irak, Khurasan dan Maghrib.”  Ibnu al-‘Arabi berkata, “Ayat ini merupakan janji umum dalam masalah nubuwwah, Khilafah, tegaknya dakwah, dan berlakunya syariah secara umum.” (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubi, 12/299-202).

  1. As-Sunnah.

Banyak riwayat menjelaskan kewajiban menegakkan Khilafah. Rasulullah saw., misalnya, bersabda:

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

Siapa saja yang telah membaiat seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia menaati imam itu jika ia mampu.  Jika ada orang lain hendak merebut kekuasaan imam, penggallah lehernya (HR Muslim).

Kewajiban baiat menunjukkan kewajiban mengangkat seorang imam (khalifah). Pasalnya, baiat tidak mungkin ada di pundak kaum Muslim tanpa keberadaan seorang khalifah.

Di dalam as-Sunnah juga diriwayatkan praktik-praktik kenegaraan Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin; juga bisyârah (kabar gembira) tentang akan kembalinya Khilafah Islam.

Semua ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam yang wajib ditegakkan oleh kaum Muslim.

  1. Ijmak Sahabat.

Para Sahabat Nabi saw. telah bersepakat atas kewajiban mengangkat seorang khalifah setelah berakhirnya zaman kenabian.   Mereka menjadikan ini sebagai kewajiban yang paling penting. Al-‘Allâmah Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafii menyatakan:

اِعْلَمْ أَيْضًا أَنَّ الصَّحَابَةَ رِضْوَانُ اللهِ تَعَالىَ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ نَصْبَ اْلإِمَامِ بَعْدَ اِنْقِرَاضِ زَمَنِ النُّبُوَّةِ وَاجِبٌ بَلْ جَعَلُوْهُ أَهَمَّ الْوَاجِبَاتِ حَيْثُ اشْتَغَلُوْا بِهِ عَنْ دَفْنِ رَسُوْلِ اللهِ وَاخْتِلاَفُهُمْ فِي التَّعْيِيْنِ لاَ يَقْدِحُ فِي اْلإِجْمَاعِ الْمَذْكُوْرِ

Ketahuilah juga, para Sahabat ra. seluruhnya telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan kewajiban (mengangkat seorang imam/khalifah) ini sebagai kewajiban yang paling penting. Terbukti, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut daripada kewajiban mengurus jenazah Rasulullah saw.  Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai siapa yang paling layak menjabat khalifah tidak mencederai ijmak mereka tersebut (Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, 1/25).

Ulama Aswaja Mewajibkan Khilafah

Berdasarkan dalil-dalil di atas, wajar jika para ulama Aswaja tidak pernah berselisih pendapat atas kewajiban menegakkan Khilafah. Imam Alauddin al-Kasani al-Hanafi menyatakan:

وَلِأَنَّ نَصْبَ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ فَرْضٌ، بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ أَهْلِ الْحَقِّ ، وَلَا عِبْرَةَ – بِخِلَافِ بَعْضِ الْقَدَرِيَّةِ – لِإِجْمَاعِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ…

Sebab, mengangkat Al-Imâm al-A’zham (Imam Agung) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul haq (dalam masalah ini).  Tidak bernilai sama sekali—penyelisihan sebagian kelompok Qadariyyah—karena adanya Ijmak Sahabat ra. atas kewajiban itu… (Al-Kasani, Badâ’i` ash-Shanâ’i` fî Tartîb asy-Syarâ’i’, 14/406).

Fardhu, menurut istilah mazhab Hanafi, adalah sebutan untuk “kadar ketetapan” yang secara syar’i ditetapkan berdasarkan dalil qath’i. Mengingkari fardhu adalah murtad dari agama Islam.

Imam as-Sarakhsi menyatakan:

ولهذا يكفر جاحده وموجب للعمل بالبدن للزوم الأداء بدليله فيكون المؤدي مطيعا لربه والتارك للأداء عاصيا

Oleh karena itu, kafirlah orang yang mengingkari fardhu. Fardhu itu wajib untuk diamalkan dengan anggota badan karena di dalam dalilnya ada kewajiban atas pelaksanaannya. Karena itu yang menunaikan fardhu adalah orang yang taat, sedangkan yang meninggalkannya adalah orang yang bermaksiyat (As-Sarakhsi, Ushûl as-Sarakhsi, 1/110).

Khilafah Ajaran Islam

Berdasarkan paparan singkat di atas, jelas, Khilafah adalah ajaran Islam.  Lalu bagaimana bisa Khilafah dituduh sebagai ancaman bagi negeri ini yang mayoritasnya Muslim? Jika Khilafah merupakan kewajiban dan janji Allah SWT, bagaimana bisa mendakwahkan Khilafah harus ditolak dan dihadang?

Setelah penjelasan ini, masih adakah pihak yang bernai menolak dan menghadang dakwah yang menerukan syariah dan Khilafah? []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 + seven =

Back to top button