Solusi Islam Mengatasi Krisis Ekonomi Global
Benarkah penyebab utama krisis ekonomi sekarang ini adalah virus Corona? Tulisan ini akan mendiskusikan bahwa penyebab utama krisis ekonomi yang sering berulang justru berakar pada penerapan sistem kapitalisme sekular dengan berbagai cabangnya.
Lima Penyebab Utama
Dalam perspektif ekonomi Islam, penyebab utama krisis ekonomi dan keuangan dapat diringkas dalam lima kelompok[1], yaitu: Pertama, kelakuan buruk pelaku ekonomi. Di antaranya adalah keserakahan, individualis, hedonisme, spekulasi, gharar dan curang[2], [3][4]. Dari sisi ini, spekulasi (judi dan gharar) dan hedonisme telah menjadi akar penyebab utama krisis keuangan.
Spekulasi, perjudian atau maysir dilarang dalam Islam (QS al-Baqarah [2]: 219; QS al-Maidah [5]: 90-91). Judi di era modern ini dapat berupa: spekulasi dalam perdagangan saham, spekulasi dalam perdagangan valuta asing, spekulasi dalam perdagangan komoditas, spekulasi di real estat, spekulasi lain di pasar mana pun. Adapun gharar dapat berupa: kompleksitas dalam transaksi, kompleksitas dalam struktur produk keuangan, sekuritisasi, sistem lindung nilai dan asuransi.
Gaya hidup hedonis adalah upaya untuk menghindari penderitaan dengan cara mencari kesenangan hidup melalui maksimalisasi kemanfaatan sumberdaya yang ada[5]. Di antara ciri gaya hidup hedonis adalah menumpuk-numpuk kekayaan. Gaya hidup Hedonis diperingatkan oleh al-Qur’an dalam QS at-Takatsur [102]: 1-8.
Perilaku buruk lainnya adalah monopoli, penimbunan, kontrol harga, manipulasi, informasi asimetris (tidak seimbang), tidak ada keadilan distributif, keserakahan, dll. Semua itu juga dapat memicu krisis keuangan.
Kedua, faktor dan peristiwa eksternal (eksogen). Di antaranya adalah siklus bisnis, bencana alam, wabah penyakit menular, sistem moneter internasional, ketidakstabilan politik dan ketidakstabilan. Ketidakstabilan sosial dan ketidakstabilan politik adalah variabel eksogen yang menjadi akar penyebab utama krisis keuangan saat pemerintah dan regulator tidak memiliki kendali atas mereka. Orang-orang yang membuat ketidakstabilan di masyarakat diperingatkan dalam QS al-Maidah [5]: 33.
Ketiga, tata kelola yang buruk. Hal tersebut terjadi di lembaga-lembaga publik dan swasta; termasuk administrasi yang buruk, korupsi, kontrol harga, kurangnya regulasi, kurangnya pengungkapan dan orang yang salah di tempat yang salah termasuk menjadi penyebab utama krisis ekonomi[6].
Korupsi dilarang dalam Islam (Lihat: QS al-Maidah [5]: 38; QS an-Nisa’ [4]: 29; QS Ali Imran [3]: 161; QS Hud [11]: 85.
Larangan korupsi juga dicatat dalam beberapa hadis. Misalnya, hadis yang berbunyi: “Serahkanlah, bahkan jarum dan benang, karena mencuri dari rampasan adalah aib, api, dan aib pada Hari Kebangkitan bagi orang yang melakukannya.” (HR al-Baihaqi, Malik dan Ibnu Majah).
Islam pun memerintahkan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Jika tidak maka akan rusak. Sebagai contoh, diriwayatkan bahwa Abu Dzarr ra. pernah meminta posisi pada Rasulullah saw. sebagai pejabat pemerintah. Namun, Rasulullah saw. berkata, “Abu Dharr, saya melihat bahwa kamu ini lemah dan saya suka untuk kamu apa yang saya sukai untuk diri saya sendiri. Janganlah memerintah (bahkan) dua orang, dan tidak mengelola harta anak yatim.’’ (HR Muslim).
Jelas, dalam pandangan Rasulullah saw., Abu Dzarr bukanlah orang yang tepat untuk posisi yang dia minta sehingga beliau menolak permintaannya.
Keempat, sistem moneter/keuangan yang tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut termasuk sistem bunga ribawi, uang kertas, sistem perbankan cadangan fraksional, sistem leverage, derivasi produk dan penciptaan kredit melalui kartu kredit[7].
Riba era modern ini dapat berupa: 1) sistem bunga; 2) sistem uang kertas; 3) sistem perbankan cadangan fraksional; 4) sistem leverage; 5) turunan; dan 6) sistem kartu kredit Sistem Perbankan Cadangan Fraksional, Suku Bunga dan Uang Fiat. Ini telah menjadi akar penyebab utama krisis keuangan. Ketiga unsur ini adalah pilar utama sistem keuangan konvensional yang mengandung riba dan dilarang dalam perspektif ekonomi Islam. Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Ketika zina dan riba telah meluas di sebuah komunitas, maka mereka (penduduk) telah membiarkan hukuman Allah bagi diri mereka sendiri (HR ath-Thabarani dan al-Hakim).
Kelima, sistem fiskal yang tidak berkelanjutan. Di antaranya termasuk defisit fiskal yang tidak berkelanjutan, pajak yang berlebihan, utang negara yang berlebihan, pengeluaran yang berlebihan, manajemen persediaan komoditas strategis yang buruk dan sistem fiskal yang tidak efektif[8].
Sistem Fiskal yang Tidak Efektif telah menjadi akar penyebab utama krisis keuangan. Dalam al-Quran telah disebutkan dalam beberapa ayat seperti: QS al-Isra’ ‘[17]: 29 tentang anggaran berimbang; QS Hud [11]: 85 tentang pajak yang berlebihan; QS an-Nisa’ [4]: 9 tentang pemerintahan yang berlebihan hutang untuk generasi berikutnya; QS al-Furqan [25]: 67 tentang pengeluaran pemerintah yang berlebihan; QS al-An’am [6]: 141 tentang tidak boleh boros; QS al-Isra ‘[17]: 26-27 tentang tidak menghabiskan kekayaan dengan sia-sia.
Ada juga beberapa hadis tentang sistem fiskal. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad (no.16976) menyebutkan tentang pajak yang berlebihan, “Seseorang yang secara salah mengambil pajak tambahan (sahib maks) tidak akan masuk surga.” Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (no.11027) tentang utang yang berlebihan. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no.1272) membahas tentang meninggalkan kelebihan kekayaan untuk generasi berikutnya lebih baik daripada sebaliknya. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (no.6161) tentang anggaran yang dikelola dengan adil lebih baik daripada kekayaan dengan kemewahan.
Mencegah Krisis Ekonomi Global
Berdasarkan kelima penyebab utama krisis tersebut, upaya mencegah krisis ekonomi global adalah dengan cara [9]:
Pertama, mengubah perilaku buruk pelaku ekonomi. Untuk mengubah pola pikir dan pola sikap para pelaku ekonomi ada beberapa langkah:
- Diperkenalkan dan ditanamkan pada diri seseorang adalah akidah Islam. Dengan itu ia sadar bahwa dirinya adalah seorang Muslim, bukan sekularis atau yang lainnya.
- Bertekad menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam berpikir atau menilai segala sesuatu serta landasan dalam bersikap dan berperilaku. Dengan tekad itu, seorang memiliki cara berpikir islami dan bersikap islami.
- Meningkatkan pengetahuannya tentang ilmu-ilmu Islam, yang terkait akidah Islam: al-Quran, as-Sunnah, Tafsir al-Quran, Fikih, Hadis, Sirah, bahasa Arab dan lain-lain. Semua itu diperlukan untuk meningkatkan kualitas cara berpikirnya yang senantiasa menghubungkan segala sesuatu yang dipikirkannya dengan informasi yang ia dapat sebelumnya[10].
Pelaku ekonomi semestinya hidup dalam suasana keimanan. Bergaul dengan orang-orang yang shalih, memilih teman yang baik, serta menjauhi orang-orang yang berbuat maksiat; menciptakan suasana keimanan dengan jalan memperbanyak amalan-amalan nafilah seperti membaca al-Quran, zikir, menghayati dan mengkaji Sirah Rasul, khusyuk dalam shalat, banyak berdoa dan qiyamul lail untuk meningkatkan ruhiyahnya. Dengan itu, ketika hubungannya dengan Allah dekat, Insya Allah ia akan merasa mudah untuk menjalankan Islam dalam kehidupan sehari-hari secara kaffah. Tidak ada rasa keberatan sedikit pun dan tidak ada rasa malas lagi.
Kedua, tata kelola pemerintahan sesuai syariah. Politik Ekonomi Islam bertujuan untuk memberikan jaminan pemenuhan pokok setiap warga negara (Muslim dan non-Muslim) sekaligus mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kadar individu yang bersangkutan yang hidup dalam masyarakat tertentu. Dengan demikian titik berat sasaran pemecahan permasalahan dalam ekonomi Islam terletak pada permasalahan individu manusia, bukan pada tingkat kolektif (negara dan masyarakat).
Menurut al-Maliki ada empat perkara yang menjadi asas politik ekonomi Islam: (1) Setiap orang adalah individu yang memerlukan pemenuhan kebutuhan; (2) Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dilakukan secara menyeluruh; (3) Mubah (boleh) hukumnya bagi individu mencari rezeki (bekerja) dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan dan meningkatkan kemakmuran hidupnya; (4) Nilai-nilai luhur syariah Islam harus mendominasi (menjadi aturan yang diterapkan) seluruh interaksi yang melibatkan individu-individu dalam masyarakat.
Ketiga, kestabilan sosial dan politik. Berdasarkan tata kelola pemerintahan dalam Islam, Khilafah akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi. Karena itulah indikator ekonomi tidak bisa dilepaskan dari indikator sosial dan hukum; misalnya indikator terpenuhi atau tidaknya kebutuhan primer setiap warga negara yang meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan, indikator tingkat kemiskinan, ketenagakerjaan, pengangguran, serta kriminalitas. Jadi pertumbuhan ekonomi bukan indikator utama, tidak menjadi target utama dan bukan asas pembangunan. Utamanya dalam hal ini adalah kestabilan sosial dan politik.
Keempat, menstabilkan sistem moneter. Upaya menstabilkan sistem moneter dengan dua cara:
- Mengubah dominasi dolar dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham. Ada beberapa keunggulan sistem dinar-dirham di antaranya: 1) Dinar-dirham merupakan alat tukar yang adil bagi semua pihak, terukur dan stabil. Dalam perjalanan sejarah penerapannya, dinar-dirham sudah terbukti sebagai mata uang yang nilainya stabil karena didukung oleh nilai intrinsiknya. 2) Tiap mata uang emas yang dipergunakan di dunia ditentukan dengan standar emas. Ini akan memudahkan arus barang, uang dan orang sehingga hilanglah problem kelangkaan mata uang kuat (hard currency) serta dominasinya. Selama ini mata uang dolar sering dijadikan alat oleh Amerika Serikat untuk mempermainkan ekonomi dan moneter suatu negara. Bahkan Amerika sebagai pencetak dolar bisa dengan mudahnya bisa membeli barang-barang dari negara-negara berkembang dengan mata uang dolar yang mereka miliki. Inilah yang dikritik oleh Rakadz, Ekonom Amerika, yang juga salah seorang intelijen ekonomi Amerika. Ia menyatakan dalam artikelnya, “Apa yang terjadi pada dunia di ambang tahun 2015? Ambang fase baru dari depresi besar ekonomi.” Dia menyatakan, Bank Federal telah mencetak uang dengan sembarangan, bahkan triliunan dolar AS.
- Mengganti perputaran kekayaan di sektor non-riil atau sektor moneter yang menjadikan uang sebagai komoditas menjadi ke arah sektor riil. Sektor ini, selain diharamkan karena mengandung unsur riba dan judi, juga menyebabkan sektor riil tidak bisa berjalan secara optimal. Menurut penelitian Prof. Maurice Allais, peraih Nobel tahun 1997 dalam tulisannya, “The Monetery Condition of an Economiy of Market,” yang menyebut hasil penelitiannya yang melibatkan 21 negara besar, bahwa uang yang beredar disektor non-riil tiap hari mencapai lebih dari 440 miliar US$; sedangkan disektor riil hanya sekitar 30 miliar US$ atau kurang dari 10%. Inilah penyebab utama krisis keuangan global. Karena itulah uang hanya dijadikan semata-mata sebagai alat tukar dalam perekonomian. Karena itu ketika sektor ini ditutup atau dihentikan oleh Khilafah maka semua uang akan bergerak disektor riil sehingga roda ekonomi akan berputar secara optimal.
Kelima, menstabilkan sistem fiskal. Dalam sistem ekonomi Islam dikenal tiga jenis kepemilikan: kepemilkan pribadi; kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan masing-masing saling membutuhkan, dalam sistem ekonomi Islam, terkategori sebagai barang milik umum. Benda-benda tersebut tampak dalam tiga hal: (1) yang merupakan fasilitas umum; (2) barang tambang yang tidak terbatas; (3) sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu. Kepemilikan umum ini dalam sistem ekonomi Islam wajib dikelola oleh negara dan haram diserahkan ke swasta atau privatisasi.
Dalam sistem Islam, Pemerintah akan melaksanakan politik dalam negeri dan politik luar negeri. Politik dalam negeri adalah melaksanakan hukum-hukum Islam termasuk pengelolaan sumberdaya alam, sedangkan politik luar negeri menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Pelaksanaan politik dalam negeri dan politik luar negeri mengharuskan Khilafah menjadi negara yang kuat dari sisi militer sehingga mampu mencegah upaya negara-negara imperialis untuk menguasai wilayah Islam dan SDA yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian penguasaan dan penghelolaan SDA di tangan negara tidak hanya akan berkontribusi pada kemananan penyedian komoditas primer untuk keperluan pertahanan dan perekonomian Khilafah, tetapi juga menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah pada pos harta milik umum. Karena itulah dalam sistem ekonomi Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah, setiap warga Negara, baik Muslim maupun ahludz-dzimmah, akan mendapatkan jaminan untuk mendapatkan kebutuhan pokok barang seperti sandang, pangan dan papan; juga kebutuhan pokok dalam bentuk jasa seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara murah bahkan bisa gratis.
Khilafah yang direpresentasikan oleh negeri negeri-negeri Muslim saat ini memilik sumberdaya alam yang luar biasa melimpahnya. Menurut Abu Abdullah dalam bukunya, Emerging World Order The Islamic Khilafah State, Khilafah masa depan memiliki atau menguasai 72% cadangan minyak bumi. Di antaranya di Arab Saudi 19,47%, Iran 9,88%, Irak 8,34% dan sisanya di negeri-negeri Muslim yang lain. Dari sisi produksi, pada tahun 2009 Dunia Islam menguasai 48,15% dari produksi minyak dunia. Gas memiliki cadangan 107,75 triliun meter kubik atau 61,45% total deposit gas dunia. Uranium memiliki 22,6% deposit uranium dunia. Bijih besi memiliki 17,23% cadangan dunia.
Sumber Daya Alam (SDA) merupakan faktor penting bagi kehidupan umat manusia, yang saat ini dikuasai oleh negara-negara penjajah baik secara langsung maupun melalui korporasi-korporasi mereka. Karena itu untuk mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan SDA yang mereka miliki harus ditempuh dengan menegakkan kembali Khilafah. Karena itu pula, kalau saat ini ada penolakan terhadap penegakan negara Khilafah dan kriminalisasi ide khilafah yang dilakukan oleh rezim-rezim negeri negeri Islam, bisa diduga kuat bahwa di belakang mereka adalah para kapitalis dan negara-negara penjajah.
WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Addin Al-Fatih, Ph.D.]
Catatan kaki:
[3] Ascarya and D. Iskandar, “The Root Causes of Financial Crisis in Islamic Economic Perspective,” no. November, 2013, doi: 10.13033/isahp.y2013.086. [4] A. Mirakhor and N. Krichene, “Recent Crisis: Lessons for Islamic Fiance,” J. Islam. Econ. Bank. Financ., vol. 5, no. 1, pp. 9–57, 2009. [5] J. W. Alba and E. F. Williams, “Pleasure principles: A review of research on hedonic consumption,” J. Consum. Psychol., vol. 23, no. 1, pp. 2–18, 2013, doi: 10.1016/j.jcps.2012.07.003. [6] R. Y. Al-Masri, “The Global Financial Crisis: Its Causes and Solutions from an Islamic Perspective,” in Islamic Economic Research Center. Issues in the International Financial Crisis from an Islamic Perspective, 2009, pp. 287–295. [7] M. A. Trabelsi, “The Impact of the Financial Crisis on the Global Economy: Can the Islamic Financial System Help?,” J. Risk Financ., vol. 12, no. 1, pp. 15–25, 2011. [8] M. U. Chapra, “The Case Against Interest: Is It Compelling?,” Thunderbird Int. Bus. Rev., vol. 49, no. 2, pp. 161–186, 2007. [9] L. Anas, “Cara Khilafah Mengatasi Krisis Ekonomi Global,” Tsaqafah ID, 2017. [Online]. Available: https://tsaqofah.id/cara-khilafah-mengatasi-krisis-ekonomi-global/. [Accessed: 14-Mar-2020]. [10] R. Nasiroh, “Bagaimana Membentuk Kepribadian Islam,” Buletin Al-Ihsan, 2011. [Online]. Available: https://www.facebook.com/notes/mustofa-salim-l/bagaimana-membentuk-kepribadian-islam/110096492410397/. [Accessed: 14-Mar-2020].