Dari Redaksi

Ramadhan, Bulan Ketaatan dan Pengorbanan

Alhamdulillah. Kita kembali memasu-ki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini kaum Muslim didorong untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT. Pada bulan Ramadhan ini, Allah SWT melipatgandakan pahala ketaatan kita. Tentu ketaatan yang dituntut Allah SWT kepada kita bukan sebagian-sebagian (parsial), tetapi ketaatan total; menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi seluruh larangan Allah SWT.

Untuk menjalankan ketaatan total ini, mutlak dibutuhkan negara sebagai institusi politik. Mustahil menerapkan syariah Islam secara total tanpa ada negara. Sama mustahilnya menerapkan hukum-hukum kapitalis secara total tanpa adanya negara kapitalis. Mustahil juga menerapkan hukum-hukum sosialisme secara total tanpa ada negara sosialis. Karena itu untuk bisa menerapkan seluruh syariah Islam secara total kita butuh Negara Islam, yakni Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah.

Pentingnya kekuasaan negara ini digambarkan  oleh Imam Ghazali (w. 505 H) dalam Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd: “Maka dari itu kewajiban adanya Imam (Khalifah) termasuk hal-hal yang penting dalam syariah yang tak ada jalan untuk ditinggalkan. Ketahuilah itu!”

Pertanyaannya, mengapa harus Khilafah, bukan yang lain? Jawabannya sangat jelas: karena Khilafah adalah satu-satunya bentuk negara dalam Islam yang sesuai dengan syariah Islam. Negara demokrasi republik, jelas berbeda dengan Khilafah. Pasalnya, dalam demokrasi kedaulatan diserahkan kepada manusia atas nama rakyat. Kerajaan juga bukanlah Khilafah. Pasalnya, kerajaan menjadikan kedaulatan raja sebagai sumber hukum. Dalam Islam kedaulatan diserahkan kepada Allah SWT (as-siyâdah li asy-syar’i). Inilah perbedaan mendasar antara Khilafah dan bentuk kenegaraaan lainnya.

Para ulama telah sepakat atas kewajiban menegakkan Khilafah ini di tengah-tengah umat Islam. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan, “Mereka (para sahabat) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah.”

Karena itu sungguh sebuah kejahatan terhadap Islam ketika ada upaya untuk membangun ‘framing’ kriminalisasi bahkan monsterisasi terhadap Khilafah yang merupakan ajaran Islam. Hal ini tampak jelas dilakukan oleh rezim sekarang dalam sidang PTUN terkait gugatan HTI terhadap Pemerintah yang mencabut status BHP HTI. Khilafah dianggap ancaman terhadap negeri ini. Perjuangan menegakkan Khilafah bahkan dikaitkan dengan terorisme. Pertanyaan mendasarnya, bagaimana mungkin Khilafah yang merupakan ajaran Islam, yang menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara totalitas, mempersatukan umat Islam, melindungi kehormatan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslim disebut sebagai ancaman? Bagaimana mungkin seorang Muslim menganggap ajaran Islam yang merupakan agamanya sendiri sebagai ancaman?

Sama jahatnya dengan upaya sistematis yang dibangun rezim sekarang terhadap HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), seolah-olah merupakan organisasi kriminal yang membahayakan negeri ini. Padahal sangat jelas yang diperjuangkan HTI adalah penerapan seluruh syariah Islam dan persatuan umat. Karena itu tudingan rezim sekarang, yang memfitnah HTI tidak punya peran membangun negeri ini, sungguh sangat keji. Bagaimana dakwah Islam yang dilakukan HTI untuk mengajak manusia menyembah hanya kepada Allah SWT semata-semata, mengajak ke jalan Islam disebut tidak punya peran?

Demikian pula upaya Hizbut Tahrir menyadarkan umat tentang bahaya Kapitalisme sebagai ancaman sejati negeri ini. Bagaimana mungkin itu dikatakan tidak ada artinya. Padahal sangat jelas, Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah membahayakan negeri ini. Secara politik, Kapitalisme telah memberikan jalan kepada pemilik modal termasuk pihak asing untuk menjajah negeri ini. Lewat sistem politik demokrasi, lahirlah UU yang memberikan jalan untuk menjajah negeri ini. Lewat jalan demokrasi pula terjadi disintegrasi Timor Timur. Hal yang sama bisa terjadi di Papua, Aceh dan Maluku.

Secara ekonomi, penerapan Kapitalisme yang dilegalkan UU telah memberikan jalan untuk menguasai dan merampok sumber-sumber kekayaan alam Indonesia. Kekayaan alam yang sesungguhnya merupakan milik umum (rakyat) yang harus dikelola sepenuhnya dengan baik dan serius untuk kepentingan rakyat.

Berdasarkan hal itu, sudah seharusnya majelis hakim  memenangkan HTI dan memba-talkan pencabutan status BHP HTI. Apalagi seperti yang ditegaskan Juru Bicara HTI Ustadz Ismail Yusanto, mengapa HTI sudah seharusnya menang, karena semua saksi fakta dan ahli dari Kemenkumham (tergugat) tidak bisa membuk-tikan kesalahan HTI. Yang utama adalah karena fakta hingga persidangan terakhir Pemerintah tak mampu menunjukkan apa kesalahan HTI. Mengapa HTI dibubarkan? Tak jelas.

Namun demikian, apapun keputusan PTUN, jelas tidak akan pernah menghentikan dakwah untuk memperjuangkan tegaknya seluruh syariah Islam di bawah naungan Khilafah Islam. Berbagai ancaman, siksaan, hingga kematian sekalipun tidak akan menghalangi perjuangan ini. Perkara Ini merupakan perkara yang wajib diperjuangkan. Kewajiban ini merupakan perintah Allah SWT, yang tidak bisa dicabut oleh siapapun. Karena itu sia-sia menghalangi perjuangan Hizbut Tahrir untuk menegakkan Islam. Tantangan, ujian, cobaan yang ada akan dihadapi oleh syabab Hizbut Tahrir dengan penuh pengorbanan dan kesabaran. Tidak lain untuk mendapatkan ridha Allah SWT sampai pertolongan Allah SWT datang.

Karena itu mereka yang menolak Khilafah akan rugi. Yang menghalangi tegaknya Khilafah pasti gagal. Sebabnya, Khilafah adalah janji Allah SWT. Ketika Allah SWT mewujudkan janji-Nya, maka tidak ada satu orang pun yang bisa mencegah dan menghalanginya. Meski demikian bukan berarti kita berpangku tangan. Sebabnya, Khilafah adalah kewajiban syar’i. Maka dari itu kita wajib menyambut seruan untuk menegakkan Khilafah ini. Semoga kita dicatat sebagai hamba-hamba-Nya yang taat kepada Allah SWT dan memperjuangkan agama-Nya hingga kita menghadap-Nya.

Sudah seharusnya bulan Ramadhan yang berkah ini kita jadikan bulan perjuangan sejati, untuk mewujudkan kembali tegaknya Khilafah.  Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine − 7 =

Back to top button