Kontroversi di Balik Nobel Perdamaian
Direktur on Forum Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengungkap kontroversi di balik pemberian hadiah Nobel Perdamaian. “Pemberian hadiah Nobel selama ini memang tidak lepas dari kontroversi,” tegasnya kepada Mediaumat.news, Jumat (8/10/2021).
Menurut Farid, beberapa tokoh-tokoh dunia yang diberi hadiah Nobel perdamaian justru dianggap bermasalah dalam pelanggaran HAM, penegakan keadilan bahkan pemicu perang atau pemimpin yang menyerukan perang.
“Seperti Barack Obama yang pernah dihadiahi Nobel tahun 2009. Kita ketahui Barack Obamalah yang menjadi komandan perang Amerika untuk memborbardir perbatasan Afganistan-Pakistan dengan pesawat drone yang telah menyebabkan ratusan ribu orang terbunuh, melanjutkan kepemimpinan Amerika sebelummnya,” ungkapnya.
Ia menilai, Barack Obama bertanggung jawab secara penuh dalam pembantaian kaum Muslim di Suriah. “Kebijakan-kebijakan Amerika cenderung mempertahankan Bashar Assad dan membiarkan Rusia masuk Suriah untuk melakukan pengeboman secara masif. Demikian juga membiarkan Iran masuk ke Suriah, telah menyebabkan lebih dari 300 ribu kaum Muslim di Suriah terbunuh dan jutaan hidup di pengungsian,” bebernya.
Farid mengungkap, penerima hadiah Nobel yang lain seperti Aung San Suu Kyi pada tahun 1991 juga dipertanyakan sikapnya ketika umat Islam dibantai di Burma. “Aung San Suu Kyi lebih memilih diam untuk menjaga hubungannya dengan militer. Banyak pihak yang mempertanyakan, di mana suara Aung San Suu Kyi, padahal dia adalah seorang perdana menteri,” ujarnya.
“Demikian juga penerima hadiah Nobel yang lain yakni Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin dan Menteri Luar Negeri Israel, Shimon Peres yang diberikan hadiah Nobel pada tahun 1994. Padahal mereka ini adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam pembunuhan umat Islam di Palestina,” tambahnya.
Menurut Farid, masih banyak tokoh-tokoh lain yang diberi hadiah Nobel, termasuk Henry Kissinger (1973) mantan Menteri Luar Negeri Amerika. Ia bertanggung jawab atas pengeboman rahasia di Kamboja dan mendukung rezim-rezim otoritarian di Amerika Selatan. “Bagaimana mungkin mendapatkan hadiah Nobel?” tanyanya heran.