Nisa

Meneguhkan Dakwah Suami

Kisah keteguhan Muslimah yang berhasil meneguhkan dakwah suami yang tercatat dalam sejarah adalah pengabdian dan pengorbanan yang dicurahkan Ibunda Khadijah kepada Rasululah saw. Beliau menegaskan betapa berartinya kehadiran Khadijah dalam mengokohkan aktivitas dakwah beliau, “Allah tidak menggantikan dia dengan seorang wanita pun yang lebih baik dari dirinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku. Ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku. Ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku. Allah telah menganugerahkan melalui dia anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad).

Kesuksesan seorang suami sering dikaitkan dengan keberadaan istri di belakangnya. Kehadiran istri diakui ikut menentukan keberhasilan yang diraih suami. Istri adalah perempuan yang istimewa. Kasih sayang dan perhatiannya, kerja kerasnya, kesabarannya dan apapun yang ditampakkan pada suami akan menggoreskan rangkaian pengalaman kehidupan suami. Kebaikan istri sangat berarti dalam menghadirkan kebahagian seorang suami. Sebaliknya, keburukan istri tentu akan mengundang duka dan nestapa suami. Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw: “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah istri yang shalihah.” (HR Muslim).

 

Keyakinan Berbuah Keteguhan

Jalan dakwah tak selamanya mulus. Rintangan dan kendala kadang menghadang langkah para pengembannya. Dalam kondisi seperti ini keyakinan, keteguhan serta dorongan seorang istri sangatlah dibutuhkan. Bagaimana Ibunda Khadijah menunjukkannya tatkala suami tercinta dihinggapi kegalauan karena didatangi Malaikat Jibril. Dengan lembut dan meyakinkan Khadijah membisikan, “Gembiralah dan teguhlah, wahai putra pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi nabi umat ini.”

Sungguh dukungan luar biasa. Suami manapun tentu akan merasa nyaman dan bahagia jika apa yang dia rasakan dipahami oleh istrinya, apa yang dia sampaikan dipercayai oleh istrinya dan semua dia khawatirkan bisa dihilangkan oleh istrinya.

Apa yang dialami Nabi saw. boleh jadi akan menimpa para pelanjut risalahnya pada masa kini. Kendala dan kesulitan silih berganti mengiringi hari-hari para pejuang dakwah. Alangkah berat beban yang dirasakan suami jika rintangan dakwah diperparah dengan sikap istrinya yang kurang percaya, penuh curiga, atau boleh jadi menyalahkan pilihan dakwah yang sudah menjadi komitmen. Istri seperti ini bisa saja memprovokasi suami untuk sejenak rehat dari dakwah dengan alasan menenangkan keadaan atau menunggu kondisi aman. Sungguh sebuah petaka besar jika seorang pejuang berhadapan dengan istri yang tidak sejalan. Rintangan bukan berasal dari musuh yang menyerang, namun muncul dari orang terdekat yang semestinya menjadi penguat barisan.

Hanya orang-orang yang yakin akan kebenaran pilihannyalah yang akan tetap istiqamah menempuh jalan berliku ini, termasuk para istri pejuang. Dibutuhkan keyakinan bahwa mereka sudah berada di jalan yang benar. Apa pun yang dituduhkan para penyerang dakwah tidak akan melemahkan semangat apalagi sampai membelokkan arah tujuan. Semua akan disikapi layaknya ujian. Dihadapi dengan kesabaran dan keyakinan bahwa ujian diberikan untuk meningkatkan kualitas keimanan.

 

Antara Pekerjaan dan Dakwah

Hidup dalam cengkeraman kapitalis sudah terbukti sulit dan penuh krisis. Negeri kaya berlimpah sumberdaya alam tak mampu menyejahterakan rakyatnya. Kesalahan paradigma tata kelolanya menghantarkan pada minimnya lapangan kerja. Yang sudah bekerja pun tidak sedikit yang kena PHK. Ujung-ujungnya pengangguran kian meluas.

Mencari pekerjaan bukan perkara mudah, apalagi bagi para pengemban dakwah yang memiliki kesadaran lebih. Memilih pekerjaan bukan hanya urusan menghasilkan uang. Paling tidak ada dua pertimbangan: Pertama, apakah pekerjaannya halal yang akan mendatangkan keberkahan atau justru haram seperti berkaitan dengan riba atau akad tidak syar’i seperti asuransi. Kedua, apakah pekerjaannya tidak menghalangi aktivitas dakwah?

Pejuang andalan tidak akan mengorbankan dakwah demi sebuah pekerjaan sekalipun boleh jadi menjanjikan kesuksesan materi. Pilihan pekerjaan pejuang syariah dan Khilafah kadang tidak dipahami oleh kacamata para kapitalis. Mereka dianggap aneh. Mengapa lebih memilih pekerjaan yang belum tentu jumlah penghasilannya dibanding memilih profesi yang sudah pasti nominal gajinya. Bukan sekadar pertanyaan dan keheranan yang dilontarkan, bahkan tidak jarang cibiran dan cemoohan juga mereka berikan. Namun demikian, semua tak akan berpengaruh apa-apa bagi para penyeru kebenaran Islam selama di sisinya ada sosok istiri pelanjut karakter Khadijah. Sungguh luar biasa sokongan beliau bagi suami tercinta.

Ketika menikah dengan Rasulullah saw., Ibunda Khadijah sudah menjadi pengusaha sukses yang berlimpah kekayaan. Anugerah harta ini tidak menjadikan ia bersikap sombong di hadapan suami, apalagi merendahkan eksistesi suami. Ia tetap menunjukkan sikap hormat dan taat. Tidak pernah ada hadis yang meriwayatkan bahwa Khadijah pernah mempermasalahkan nafkah yang diberikan Baginda Nabi saw. Sebaliknya, banyak kisah menceritakan bahwa Khadijah mempersembahkan kekayaannya untuk memudahkan suaminya dalam menjalankan aktivitas dakwah. Ia pun rela hidup dalam kesulitan sebagai konsekuensi pilihan dakwah pada masa pemboikotan oleh kafir Quraisy. Dukungan seperti inilah yang dibutuhkan para pejuang.

Istri pengemban dakwah akan menghiasi dirinya dengan sifat qanâ’ah terhadap setiap pemberian; mensyukuri dan berterima kasih dengan apapun yang diperoleh.

Terkait masalah rezeki ia menyadari bahwa pekerjaan bukan penyebab datangnya rezeki, namun hanya salah satu jalan sampainya rezeki. Adapun penyebab rezeki hanya satu, yakni pemberian dari Allah SWT.

Ia juga sangat menyakini firman Allah SWT dalam surat ath-Thalaq ayat 2-3, bahwa Dia akan mendatangkan jalan keluar bagi setiap orang yang bertakwa dan akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. Allah pun pasti akan mencukupi kebutuhan hamba-Nya yang bertakwa. Salah satu wujud takwa adalah tetap istiqamah di jalan dakwah apapun risikonya. Karena itu seoang istri akan terus mengokohkan keyakinan ini baik pada dirinya, suaminya juga anak-anaknya.

 

Menjadi Peneguh Dakwah Suami

Menjadi istri pejuang bukan masalah gampang, namun perlu upaya yang dilakukan. Berikut beberapa hal yang harus dipahami oleh siapapun yang ingin melayakkan diri menjadi pasangan pejuang risalah Islam.

Pertama: Istri meyakini bahwa dakwah adalah kewajiban dari Allah SWT dan jalan keberuntungan (QS Ali Imran [3]: 104). Ia pun paham bahwa kewajiban ini tidak hanya dibebankan kepada laki-laki saja, namun juga menjadi keharusan bagi perempuan. Ia tidak bisa menyerahkan urusan ini kepada suaminya saja. Ia dan suaminya akan bekerjasama dalam perjuangan (QS at-Taubah [9]: 71).

Kedua: Istri memahami bahwa panggilan dakwah adalah kebutuhan untuk menyelamatkan kehidupan manusia dari dominasi sistem kufur menuju cahaya Islam. Untuk membebaskan manusia, tidak ada pilihan lain kecuali harus ada aktivitas dakwah. Tanpa dakwah Islam kehidupan manusia tetap berada dalam penderitaan dan menuju kehancuran. Karena itu ia akan tetap istiqamah di jalan ini apapun risikonya.

Ketiga: Istri harus bangga dan bersyukur memiliki suami pengemban dakwah. Istri yang bersyukur akan memposisikan suami sebagai anugerah Allah yang akan dijaga supaya tetap kokoh dan kuat di jalan kebenaran.

Keempat: Istri selalu menyadari bahwa menapaki jalan dakwah akan menghadapi ujian, cobaan dan rintangan. Keyakinan dan kesabaran harus ditingkatkan. Perkataan Bunda Khadijah untuk menenangkan hati Rasulullah saw. pada awal kedatangan wahyu pertama bisa menjadi cerminan, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung keperluan orang yang lemah, menyediakan keperluan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap usaha menegakkan kebenaran.” (HR Muttafaq ‘alaih).

Istri pejuang tidak akan membiarkan ujian kemalasan, waswas, atau bisikan dan rayuan melemahkan semangat dakwah suami. Ia akan tampil menggelorakan kembali energi juang suami. Ia akan menghapus segala keraguan yang muncul. Dakwah adalah jalan kemulian. Dakwah adalah sebaik-baiknya perkataan (QS al-Hujurat [41]: 33). Dakwahlah yang akan menghantarkan pada gelar khayru ummah (QS Ali Imran [3]: 110). Ucapan-ucapan seperti itu yang senantiasa dibisikkan di telinga suami tercinta.

Kelima: Istri mengetahui kebutuhan suami dan berupaya sekuat tenaga untuk membantunya. Istri yang baik akan membantu suami tanpa diminta. Kesulitan suami di medan dakwah boleh jadi akan terasa ringan jika bertemu istri yang penuh perhatian dan kasih sayang. Contoh utama para istri, Khadijah, telah meninggalkan panduan lengkap. Beliau senantiasa hadir memberi solusi. Terjalnya Bukit Tsur tidak menghalangi beliau untuk mendakinya demi menghantarkan makanan bagi suami tercinta. Bahkan beliau pun rela mendatangi pamannya, Waraqah bin Naufal, untuk mendapatkan kepastian bahwa yang menimpa suaminya adalah sebuah kebenaran. Kadang yang dibutuhkan suami adalah sekadar didengarkan keluh-kesahnya. Bisa juga suami ingin ditemani untuk menghilangkan lelah dan penat. Nasihat dan pengingat dari istri kadang dibutuhkan ketika suami agak kendor semangatnya atau ada gejala melangkah ke arah yang salah. Karena itu istri juga harus membekali diri dengan ilmu yang mumpuni serta meluaskan wawasan dengan politik dan fakta kekinian supaya bisa menjadi teman diskusi yang handal dan mampu memberikan masukan yang tepat.

 

Penutup

Istri akan tampil sebagai peneguh dakwah suami tatkala dia memiliki keyakinan yang kokoh akan kewajiban dakwah serta terlibat aktif dalam dakwah.

WalLâhu a’lam. [Dedeh Wahidah Achmad]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen + twelve =

Back to top button