Pengantar [Masa Depan Politik Umat Pasca Pemilu]
Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, Pemilu/Pilpres telah berlalu. Hasilnya pun telah nyata. Rezim hasil Pemilu/Pilpres kali ini pun—yang diyakini oleh sebagian orang sebagai penuh dengan kecurangan secara terstruktur, massif dan brutal—telah hadir.
Usai pesta demokrasi, bangsa ini tentu kembali berharap. Ada yang optimis. Ada yang harap-harap cemas. Ada juga yang pesimis. Pertanyaannya: Mampukah rezim baru hasil Pemilu/Pilpres kali ini memenuhi harapan rakyat? Ataukah rakyat kembali bakal dibuat kecewa? Tak hanya sekali-dua kali, tetapi berkali-kali?
Sayang, nyaris setiap usai Pemilu/Pilres, rakyat selalu dibuat kecewa. Faktanya, kondisi negeri ini usai Pemilu/Pilres tampaknya tak akan pernah berubah. Ekonomi tetap sulit. Bahkan bisa jadi tambah parah. Politik tetap carut-marut. Penegakan hukum tetap susah. Ibarat pisau, sering tumpul ke atas, tajam ke bawah. Belum seabreg masalah lainnya.
Pertanyaannya: Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa dari rezim ke rezim hasil Pemilu/Pilpres keadaannya seolah tak berubah? Mengapa demokrasi seolah tak pernah mewujudkan janji-janjinya? Janji tentang kemakmuran. Janji tentang kesejahteraan. Janji tentang keadilan. Janji tentang kesamaan di depan hukum. Juga janji-janji manis lainnya? Apa yang menjadi akar masalahnya? Apapula solusinya?
Bagaimana pula arah perjuangan politik umat yang seharusnya pasca Pemilu/Pilpres? Masihkah demokrasi jadi harapan? Masihkah Pemilu/Pilpres dijadikan satu-satunya jalan perjuangan? Tidak adakah pilihan jalan yang lain menuju perubahan? Tentu perubahan hakiki. Perubahan yang mengarah pada penerapan syariah Islam secara kaffah. Tentu masih banyak pertanyaan lainnya yang layak untuk dicarikan jawabannya.
Itulah tema utama al-waie kali ini, selain sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
