Analisis

Kritik atas RUU HIP

Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi isu panas di tengah rakyat Indonesia akhir-akhir ini.  Kondisi ini telah memasuki ruang emosional karena menyentuh rasa dikhianati dan diabaikan serta rasa kekhawatiran dan trauma.

Rasa dikhianati dan diabaikan muncul karena rakyat merasa DPR dan penguasa yang telah dipilih oleh rakyat sangat tega mengangkat isu kontroversi ini. Justru di tengah rakyat sedang berjuang hidup pada masa pandemi Covid-19.  Alih-alih DPR dan penguasa mengurusi rakyat dalam menghadapi pandemi Covid-19, yang terjadi malah melukai hati rakyat.

Rasa kekhawatiran dan trauma terkait kejadian masa lalu terkuak kembali bagaikan api yang menyeruak berkobar dari dalam sekam.  Rasa ini bukan tanpa alasan. Ada beberapa bahaya terselubung dalam RUU HIP yang menyentuh aspek ideologis dan politis.

 

Bahaya RUU HIP

Paling tidak ada tiga bahaya dari RUU HIP ini:

 

  1. RUU HIP Bernuansa Komunisme.

Pada Pasal 7 RUU HIP dinyatakan: (1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan, perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan. (2) Ciri pokok Pancasila berupa trisila: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. (3) Trisila dimaksud ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Konten pasal ini jelas merupakan pemikiran Soekarno yang disampaikan di depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Pemikiran ini menjadi haluan ideologi dan praktik politik pada masa orde lama. Saat memimpin Orde Lama, Soekarno menyampaikan secara berulang pemikiran ini dalam berbagai pidatonya.

Bahkan Soekarno memperjelas bahwa perasan Pancasila itu berupa Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).  Perasan dari Nasakom adalah gotong-royong.

Hal ini dapat dilihat pada Amanat-indoktrinasi P.J.M. Presiden Sukarno Pemimpin Besar Revolusi/Bapak Marhaenisme pada pembukaan kursus kilat kader Nasakom, Tanggal 1 Djuni 1965 di Istora Bung Karno Senajan Djakarta, dengan judul, “Nasakom adalah Benar”.

“Nah, Saudara-Saudara, belakangan, belakangan aku djuga berkata bahwa Pantjasila ini bisa djuga diperas lagi setjara lain, bukan setjara Ketuhanan Jang Maha Esa, sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, tetapi bisa diperas pula setjara lain, dan perasan setjara lain ini adalah Nasakom. Nasakom adalah pula perasan daripada Pantjasila, dus Nasakom adalah sebenarnja djuga gotong-rojong, sebab gotong-rojong adalah de totale perasan daripada Pantjasila. Djikalau Nasakom adalah perasan daripada Pantjasila, maka perasan daripada Nasakom adalah gotong-rojong pula.”

Dalam konteks inilah Soekarno dengan Nasakom-nya cukup permisif terhadap paham Komunisme maupun Marxisme.

Ditambah ternyata RUU HIP tidak menjadikan Tap MPRS no XXV Tahun 1966 sebagai konsideran. Padahal Tap MPRS ini berisi Pembubaran PKI, pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Pasal lain yang cukup sensitif terkait hal ini adalah Pasal 6 ayat 1, bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Hal ini secara tidak langsung mengubah makna Pasal 29 ayat 1 UUD 1945, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, digantikan dengan berdasar atas Keadilan Sosial. Kata Yudi Latief pasal ini bernuansa materialisme.  Hal ini tersambung dengan ungkapan Prof. Bernhard Dahm (sejarahwan dari Jerman yang mengkuti perkembangan Indonesia sejak tahun 1960-an) bahwa pemikiran Soekarno terkait prinsip keadilan sosial tak bisa dilepaskan dari dasar pemikiran politik Karl Marx.  Bagi umat Islam tentu hal ini sangat sensitif dan berbahaya karena nuansa Sosialisme-Komunisme terasa.

 

  1. RUU HIP memperkuat Sekularisme Radikal.

Poin penting terkait hal ini adalah pada aspek Ketuhanan yang Berkebudayaan.  Referensi soal ini kembali pada Pidato Soekarno 1 Juni 1945.

Dalam pidatonya 1 Juni 1945, Soekarno berucap, “Prinsip Ketuhanan! Bukan sadja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknja bertuhan Tuhannja sendiri. Jang Kristen menjembah Tuhan menurut petundjuk Isa al Masih, jang Islam bertuhan menurut petundjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha mendjalankan ibadatnja menurut kitab-kitab jang ada padanja. Tetapi marilah kita semuanja ber-Tuhan. Hendaknja negara Indonesia ialah negara jang tiap-tiap orangnja dapat menjembah Tuhan-nja dengan tjara jang leluasa. Segenap rakjat hendaknja ber-Tuhan setjara kebudajaan, ja’ni dengan tiada “egoisme-agama”· Dan hendaknja Negara Indonesia satu Negara jang bertuhan!”

Soekarno secara khusus tidak menjabarkan dengan jelas makna Ketuhanan yang berkebudayaan. Dalam perspektif menjaga harmoni kehidupan tanpa mengorbankan akidah tentu tidak menjadi persoalan buat umat Islam. Namun, bila Ketuhanan yang berkebudayaan dimaknai sebagai sekularisme dan pluralisme tentu menjadi masalah buat umat Islam.  Sepertinya arah RUU HIP untuk memperkuat sekularisme dan pluralisme memang nyata.  Hal ini dapat dilihat dari sikap para inisiator dan pendukung RUU HIP yang kontra terhadap perjuangan umat Islam selama ini.

Arah sekularisme dan pluralisme juga dapat dibaca dengan jelas pada pasal 12, bahwa ciri Manusia Pancasila, yakni beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.  Berdasarkan poin ini, berketuhanan itu harus dilandaskan pada kemanusiaan, bukan sebaliknya. Inilah bahaya besar yang terlihat nyata. Walau tidak menyebut langsung, tetapi jelas pemahaman ini adalah sekularisme.

Akhirnya, bagi para inisiator dan pendukung RUU HIP tentu perjuangan umat Islam untuk menerapkan syariah Islam, konsep ayat suci di atas ayat konstitusi, perda syariah, apalagi perjuangan penegakan Khilafah pasti akan dianggap menyalahi makna Ketuhanan yang berkebudayaan (baca: sekularisme dan pluralisme), selanjutnya dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Faktualnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia memang sudah berjalan sesuai prinsip sekularisme. Dengan adanya RUU HIP,  sekularisme tersirat formal sehingga akan semakin radikal.

Ujung dari sekularisme radikal ini adalah RUU HIP hanya akan menjadi alat melanggengkan praktik politik dan ekonomi yang menjajah negeri ini. Sekularisme dalam politik melahirkan sistem demokrasi yang berbiaya tinggi sehingga memunculkan para oligarki pemilik modal dan negara patron sebagai penguasa riil negeri ini. Sekularisme di bidang ekonomi melahirkan praktik kapitalisme-liberal.  Praktik ini dapat dilihat jelas dalam UU Minerba,  UU Covid,  UU SJSN yang menjadi basis BPJS terus naik iurannya,  RUU “Cilaka” Omnibus Law dan lainnya.

 

  1. RUU HIP Hanyalah Alat Pukul Politik Rezim.

Sejak Orde Lama hingga saat ini, tafsir Pancasila selalu mengikuti kemauan rezim yang berkuasa. Ujungnya digunakan oleh rezim penguasa untuk memukul lawan-lawan politiknya.  Dalam konteks ini umat Islam selalu menjadi korban pukulan rezim penguasa pada setiap masa.

Orde Lama menafsirkan Pancasila menjadi Trisila, lalu Ekasila, berujung pada arah politik Nasakom (Nasionalisme Agama dan Komunisme). Pihak-pihak yang menentang dipukul dengan alasan menentang semangat revolusioner dari Pancasila.  Masyumi dan PII menjadi korban keganasan Soekarno dengan tafsir Pancasilanya.

Orde Baru, yang mendefinisikan dirinya sebagai tatanan yang hendak melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen, mengoreksi orde sebelumnya yang disebut telah banyak melakukan penyimpangan terhadap Pancasila.  Orde Baru memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal dan akhirnya dijadikan alat pukul untuk membelah organsasi Islam.  Rezim Orde Baru sangat represif terhadap umat Islam.  Insiden Tanjung Priok dan Talangsari merupakan sebagian bukti dari represifnya rezim Orde Baru terhadap umat Islam.

Rezim yang saat ini berkuasa sama dengan rezim sebelumnya. Dengan kekuasaan yang dimiliki, juga berusaha membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila yang kemudian dituangkan dalam bentuk berbagai ketetapan dan proses RUU HIP.  Dalam RUU HIP disebutkan bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan dalam Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila. Maknanya rezim penguasa akan menjadi penafsir tunggal Pancasila. Ujungnya kembali umat Islam menjadi korban represivitas rezim. Sebelum bergulir RUU HIP, melalui Perppu Ormas Badan Hukum Perkumpulan HTI dicabut, tokoh dan ulama Islam banyak dipersekusi, gerakan dan ajaran Islam dikriminalisasi.  Bila RUU HIP disahkan menjadi UU maka rezim penguasa bisa jadi akan semakin represif terhadap umat Islam dan ajaran Islam.

 

Pandangan Islam

Sangat jelas bahwa RUU HIP itu bernuansa Komunisme dan memperkuat sekularisme semakin radikal.

Komunisme dengan pondasi dialektika  materialismenya jelas bertentangan dengan Islam. Sekularisme dengan bentuk praktik demokrasi oligarki dan kapitalisme liberal juga bertentangan dengan ajaran Islam.

Seorang Muslim yang baik tidak akan mengambil ideologi maupun paham di luar Islam karena hal itu tidak akan diterima sedikitpun di hadapan Allah SWT.

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥

Siapa saja yang mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS Ali Imran [3]: 85).

 

Seorang Muslim akan mencukupkan ketaatan dan ketundukannya hanya pada Islam. Tak perlu mengambil agama atau isme-isme buatan manusia.  Islam hadir dengan akidah dan syariahnya yang lengkap. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, baik terkait hubungan manusia kepada Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri maupun hubungan manusia dengan sesama manusia.

Karena itu seorang Muslim yang baik pasti akan mengambil Islam secara keseluruhannya (kaffah).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena sungguh setan adalah musuh yang nyata bagi kalian (QS al-Baqarah [2]: 208).

 

Sungguh tidak pantas bagi seorang Mukmin, ketika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan syariah sebagai aturan, mereka mencampakkan syariah dan mencari aturan lain atau isme-isme yang lain.

وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦

Tidak pantas bagi Mukmin laki-laki dan perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (QS al-Ahzab [33]: 36).

 

Oleh karena itu dalam Islam tak ada pandangan pemisahan agama dengan kehidupan.  Islam harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam aspek politik dan kenegaraan.

Lihatlah saat sekularisme (baca: Islam dipisahkan dari kehidupan) berada di tengah-tengah masyarakat. Lahirlah berbagai bentuk kerusakan: tatanan ekonomi yang kapitalistik-liberalistik, perilaku politik yang oportunistik – machiavelistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta sistem pendidikan yang materialistik.

Hal ini adalah fakta terpampang dalam kehidupan di negeri ini yang telah berlangsung lama.  Apakah kita ingin kondisi seperti ini terus berlangsung? RUU HIP hanya akan membawa negeri ini semakin terjerembab dalam kubangan sekularisme sehingga kerusakan akan semakin parah.

Islam hadir untuk memberikan solusi terkait kondisi negeri ini.  Islam hadir dengan tatanan politik ekonomi yang memastikan kebutuhan asasi individu perindividu rakyat terpenuhi dengan layak tanpa membedakan agama, suku, ras maupun warna kulit.

Islam hadir untuk menyatukan manusia dari berbagai ras, warna kulit, suku bangsa dan keberagaman agama.  Hal ini tak akan mungkin bisa tercapai oleh ideologi lainnya.

Islam hadir dengan keadilan yang sebenarnya. Bukan melakukan eksploitasi seperti yang dilakukan peradaban demokrasi-kapitalisme. Dakwah Islam dilakukan tanpa memaksa non-Muslim untuk memeluk Islam.  Islam hadir memberikan rahmat untuk alam semesta, termasuk di dalamnya manusia.

Semua itu terwujud dalam suatu naungan sistem Khilafah.

 

Sikap Umat Islam

Oleh karena itu umat Islam harus bersikap tegas menolak RUU HIP tanpa kompromi karena RUU HIP sangat berbahaya. Kalangan komunis dan sekular radikal bersembunyi di balik RUU HIP.

Umat Islam harus terus mengawal gerakan penolakan RUU HIP ini. Jangan sampai umat Islam tertipu lagi seperti yang terjadi sejak awal kemerdekaan negeri ini.

Waktunya umat Islam bersuara dengan jelas dan terang benderang bahwa umat Islam menginginkan penerapan syariah Islam kaffah dengan tegaknya Khilafah. Inilah yang menakutkan bagi para penjajah kapitalisme-liberal. Jika syariah Islam dan Khilafah tegak, para penjajah ini tak akan leluasa lagi mengeruk kekayaan Indonesia melalui para kaki tangannya.

Saat ini ada indikasi suasana pengkondisian agar ajaran Islam, yaitu Khilafah, dianggap berbahaya untuk Indonesia selayaknya Komunisme. Mereka ingin mentarget agar mendakwahkan Khilafah dilarang di Indonesia selayaknya menyebarluaskan paham Komunisme.

Para pemuja Komunisme dan penjaga sekularisme saat ini sedang bersatu untuk melawan kebangkitan Islam, salah satunya berusaha mentarget agar Khilafah dilarang di Indonesia. Maknanya adalah melanggengkan penjajahan tetap bercokol di negeri ini secara legal.

Di sinilah umat Islam harus waspada agar tidak mau kompromi. Tidak masuk dalam jebakan adu domba dan terus bersatu rapatkan barisan. WalLahu a’lam. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty + 19 =

Back to top button