Baiti Jannati

Membentengi Keluarga Dari Serangan Pornografi

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) sungguh membuat kita miris.  Data ini mengungkapkan, sekitar 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan sudah aktif melakukan kegiatan seksual. Hal ini disampaikan Asisten Deputi Pelayanan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Robert Parlindungan S berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KPPPA.

Data yang sama juga mencatat ada 66 persen anak laki-laki yang pernah menonton kegiatan seksual melalui platform game online. Terdapat 63,2 persen anak perempuan yang pernah menonton pornografi.  Kemudian, ada 39 persen pernah mengirimkan foto kegiatan seksual melalui media online.1

Membaca data ini, langsung terlintas dalam benak, bagaimana kita akan melindungi anak-anak dari serbuan massif pornografi ini?  Apalagi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin marak, yang ditengarai merupakan salah satu akibat dari tidak terkendalinya nafsu setelah mengkonsumsi konten-konten pornografi.

Semestinya negara hadir saat ini untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak. Negaralah yang memiliki kekuatan yang kita butuhkan untuk menghentikan secara total serangan pornografi ini.  Negara adalah institusi satu-satunya yang memiliki kekuatan sarana untuk memblokir situs-situs porno yang menyerbu internet

Sayang, sistem yang seharusnya melindungi kita, saat ini tidak ada.  Karena itu keluarga harus berjuang ekstra memberikan perlindungan pada anak-anak.

 

Yang Harus Dilakukan Orangtua

 

  1. Membentengi anak dengan takwa.

Taqwa merupakan pencegahan diri secara internal yang paling kuat.  Takwa akan memalingkan anak dari perbuatan mungkar dan menghalangi dia dari kemaksiatan kepada Allah SWT.

Untuk menanamkan takwa, orangtua dari sedini mungkin telah mengenalkan anak kepada Penciptanya, menunjukkan kasih sayang-Nya, menanamkan pemahaman hidup berorientasi ridha Allah dan membiasakan terikat pada hukum-Nya.

 

  1. Menanamkan rasa malu.

Malu adalah sifat yang merupakan gabungan antara sifat takut dan ‘’iffah (menjaga kesucian diri).  Rasa malu memiliki fungsi pencegahan dari perbuatan-perbuatan buruk seperti mengumbar aurat, mejeng, berlaku genit, dan sebagainya.

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh malu itu sebagian dari iman.”  (HR al-Bukhari).

Sedari kecil, pada anak harus ditanamkan rasa malu.  Anak dibiasakan untuk malu telanjang di depan orang lain, malu buang air sembarangan, dan sebagainya.

 

  1. Memahamkan batasan aurat dan kewajiban menjaganya.

Islam menetapkan aurat laki-laki berbeda dengan perempuan.  Begitu pula aurat perempuan di hadapan mahram dengan bukan mahram dibedakan.  Pemahaman batas aurat seperti ini harus dipahamkan pada anak dari kecil, sehingga ia terbiasa untuk menutup auratnya saat sudah menginjak baligh.

Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut.  Aurat perempuan di hadapan mahram dan bukan mahram dijelaskan dalam al-Quran (Lihat: QS an-Nur [24]: 31).

Anak dan anggota keluarga yang lain dibiasakan untuk menutup auratnya dan malu menampakkannya pada orang lain. Misalnya, ketika anak habis mandi, biasakan anak berganti pakaian di kamar mandi.

Di hadapan non-mahram, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.  Sejak kecil, anak dibiasakan untuk mengenakan kerudung dan baju yang menutup auratnya sehingga saat balig, ia sudah siap dan terbiasa; tidak merasa berat, gerah, ataupun tidak percaya diri.

Selain menutup aurat, anak dibiasakan untuk menjaga auratnya agar tidak disentuh oleh orang lain, kecuali yang terbiasa melayaninya seperti ibu dan pengasuh.  Dengan demikian anak dibiasakan juga untuk segera menguasai keterampilan beristinjak sehingga anak tidak membutuhkan orang lain untuk membersihkan bagian vitalnya setelah ia masuk usia prasekolah.

 

  1. Memisahkan tempat tidur anak.

Tidurnya dua anak dalam satu tempat tidur (madhja’)  merupakan aktivitas yang bisa menjadi pengantar zina dan sodomi. Ini merupakan bentuk perbuatan mudhâja’ah (tidur bersama). Karena itu dalam hal ini berlaku hukum perbuatan yang lazim menjadi pengantar zina dan sodomi, yaitu haram.

Merujuk pada dalil larangan mudhâja’ah (tidur bersama), dengan tegas telah disebutkan oleh Nabi saw.:

مُرُوا أَوْلاَدَكُم بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika usia mereka tujuh tahun. Pukullah mereka karena (meninggalkan)-nya saat berusia sepuluh tahun. Pisahkan mereka di tempat tidur (HR Abu Dawud).

 

Kewajiban memisahkan tempat tidur ini berlaku saat anak menginjak usia 7 tahun.

 

  1. Membiasakan anak meminta izin memasuki ruangan khusus pada waktu aurat.

Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS an-Nur [24]: 58)

Dengan ketentuan ini anak dihindarkan untuk melihat aurat yang tidak layak untuk dilihatnya.  Kebersihan jiwanya akan lebih terjaga dari munculnya syahwat sebelum waktunya.

Konsekuensi dari aturan ini adalah pada selain 3 waktu tersebut orang dewasa harus menjaga auratnya sekalipun di kamar agar anak tidak menyaksikannya kecuali pada kondisi yang sopan.  Begitu pula tuntutan meminta izin pada 3 waktu tersebut berarti anak tidak tidur dalam kamar yang sama dengan orangtua yang memungkinkan anak melihat adegan yang tidak layak bagi dirinya saat ia terjaga dari tidur.

 

  1. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata.

Allah telah memerintahkan untuk menahan pandangan (Lihat: QS an-Nur [24]: 30-31). Menahan pandangan adalah menghindarkan pandangan dari hal yang diharamkan untuk dipandang seperti memandang pada aurat misalnya paha, perut perempuan dan sebagainya;  serta memandang bagian yang bukan aurat dengan pandangan syahwat.  Misalnya laki-laki memandang wajah perempuan dengan nafsu syahwat.

Karena itu anak dididik untuk menjaga pandangannya termasuk melihat gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.

 

  1. Mendidik anak menghindari khalwat.

Khalwat adalah bertemunya laki-laki dan perempuan bukan mahram secara menyendiri di suatu tempat yang aman dari keberadaan orang lain.  Misalnya berduaan di dalam rumah, di taman yang sepi atau berduaan di dalam mobil pribadi. Rasulullah saw. secara tegas melarang khalwat:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بالله وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلا يَخْلُوَنَّ بِإِمْرَأَةِ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمِ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir, janganlah ia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut karena setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua (HR Ahmad).

 

Anak yang sedari kecil diajarkan untuk tidak ber-khalwat, akan lebih mudah menjaga diri dari kemungkinan pelecehan seksual dan menghindari pacaran.

 

  1. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât yang haram.

Ikhtilâth yang diharamkan yaitu bercampur- baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa ada kepentingan yang disertai dengan interaksi di antara mereka.

Pada dasarnya ikhtilâth yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan umum hukumnya boleh, seperti bertemunya laki-laki dan perempuan di pasar, sekolah, masjid, di jalan raya dan di tempat kerja.  Begitu pula ikhtilâth di rumah yang memang ada keperluan, seperti silaturahmi, jamuan makan, dan sejenisnya.

Sebaliknya, ikhtilâth yang dilakukan tanpa ada kepentingan syar’i hukumnya haram.  Sebagai contoh adalah  beberapa laki-laki dan beberapa perempuan bukan mahram yang melakukan perjalanan wisata bersama; atau menonton bersama; yang semuanya disertai dengan pembicaraan-pembicaraan yang akrab atau bentuk interaksi lain yang terlarang antara laki-laki dan perempuan.

Sekalipun tidak termasuk ikhtilâth, interaksi seperti menelepon, saling mengirim SMS,dan chatting antara laki-laki dan perempuan bukan mahram, tanpa ada kepentingan, dan mengarah pada hubungan laki-laki dan perempuan adalah haram.  Contohnya membicarakan masalah-masalah pribadi,  curhat bukan dalam rangka mencari solusi, merayu dan sejenisnya.

Jejaring sosial seperti facebook dan twitter membuka peluang yang besar untuk terjadinya pergaulan bebas di antara anak-anak, terutama remaja.  Karena itu mereka harus memahami hukum ikhtilâth ini dengan benar dan menjadikannya sebagai sikap hidup dalam keseharian.

 

  1. Mengajarkan dan membiasakan anak shaum sunnah.

Shaum sunnah adalah perisai bagi para pemuda yang belum mampu menikah dalam menghadapi bergejolaknya nafsu biologis.  Karena itu, sebelum mereka balig, diusahakan mereka telah dikenalkan dan diajarkan untuk melakukan shaum sunnah.

 

  1. Membatasi penggunaan gadget anak.

Boleh jadi poin ini yang paling sulit. Apalagi pada masa pembelajaran secara daring.  Dengan alasan belajar, anak bisa menjelajah seluruh informasi, kadang yang tak terjangkau oleh orangtua.  Berawal dari sinilah anak banyak terperosok dalam pornografi, pedofilia, kejahatan seksual online, dsb.

Kita tidak bisa melarang anak menggunakan gadget sama sekali.  Namun, insyaa Allah jika poin-poin sebelumnya sudah diajarkan, anak akan memiliki panduan.  Orangtua harus kreatif untuk membuat aktivitas-aktivitas yang menyenangkan anak sehingga mengalihkan perhatian mereka pada gadget.  Semisal bercerita, bermain puzzle, main petak umpet dan sebagainya, terutama aktivitas fisik.

Inilah beberapa tips untuk menjauhkan anak dari serbuan pornografi. Tentu sambil kita iringi dengan upaya untuk mewujudkan adanya pelindung yang paripurna bagi umat, yaitu Khilafah Islamiyah.

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Arini Retnaningsih]

 

Catatan kaki:

1        https://nasional.kompas.com/read/2021/12/01/12101371/kementerian-pppa-345-persen-anak-laki-laki-sudah-lakukan-kegiatan-seksual-66

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen + seven =

Back to top button