Dunia Islam

Upaya Menegakkan Kembali Khilafah

Negara Khilafah Islamiyah berdiri atas ideologi Islam; pemikiran Islam dan metode pelaksanannya.  Dengan ideologi itu pula Khilafah Islamiyah kokoh, mencapai ketinggian martabatnya dan memiliki kekuatan  penopang eksistensinya.  Selama pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukumnya tetap bersemayam di benak umat, juga selama negara konsisten melaksanakan, menjaga dan menyebarkannya, negara warisan Rasulullah saw. tersebut akan tetap eksis.

Musuh-musuh Islam mengetahui hal itu. Mereka sadar bahwa Negara Khilafah tidak dapat dilemahkan selama Islam kuat dalam jiwa kaum Muslim; dalam pemahamannya dan penerapannya. Lalu mereka berusaha menciptakan sarana-sarana yang dapat memperlemah pemahaman kaum Muslim terhadap Islam dan penerapan mereka terhadap hukum-hukumnya.

Sarana untuk melemahkan pemahaman Islam itu di antaranya berkaitan dengan sasaran  nas Islam dengan memasukkan hadis-hadis palsu. Terdapat banyak hadis palsu dibuat untuk mengacaukan pemikiran-pemikiran Islam. Kemudian aspek bahasa Arab. Barat berupaya memisahkan Bahasa Arab dengan Islam dan kaum Muslim.

Adapun yang berkaitan dengan penerapan Islam dalam realitas kehidupan maka musuh-musuh Islam sejak beberapa abad pertama berusaha menyelaraskan antara filsafat India dan Islam. Zuhud ditafsirkan dengan praktik hidup yang sengsara dan penyiksaan badan. Akibatnya, banyak orang Islam yang menjauhkan diri dari gemerlapan kehidupan dan menarik diri untuk tidak terjun ke dalam kenikmatan hidup yang melimpah.  Negara banyak kehilangan kerja keras dari anak-anak umat, yang sebenarnya sangat mungkin menggunakannya dalam dakwah Islam.

Lalu ada faktor eksternal, yakni  adanya konspirasi meruntuhkan Khilafah Islam dengan (1) pengaruh semangat nasionalisme dan sentimen separatisme; (2) misionarisme dan serangan budaya; (3) upaya memasukkan hukum-hukum konstitusi Barat.

Barat awalnya menyulut semangat nasionalisme dan kemerdekaan bangsa-bangsa di Eropa. Mereka mendorong setiap bangsa di Eropa untuk melawan Daulah Khilafah. Negara-negara Eropa berusaha menikam Daulah Khilafah dari belakang. Prancis menyerang Mesir sekaligus menjajahnya pada bulan Juli 1798, kemudian bergerak menuju Palestina dan mendudukinya. Prancis berupaya menduduki seluruh wilayah Syam untuk memukul secara telak Daulah Islam.

Di antara pengaruh nyata nasionalisme dan sentimen separatisme itu adalah kemunculan gerakan Wahabi dan Pemerintahan Saudi. Inggris berupaya menyerang Daulah Islam dari dalam melalui agennya, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud. Telah diketahui  bahwa gerakan Wahabi ini diprovokasi dan didukung oleh Inggris. Alasannya, karena keluarga Saud adalah agen Inggris.

Langkah berikutnya, Barat secara bertahap mengeluarkan generasi muda dari atmosfir Islam dan mempengaruhi pemikiran kaum Muslim pada umumnya. Mereka menjalankan rencana tersebut melalui misionarisme dan serangan budaya yang berkedok ilmu pengetahuan.  Barat mendirikan beberapa organisasi misionaris, terutama berasal dari Prancis, Inggris dan Amerika. Barat juga melakukan serangan budaya melalui berbagai misi dan misionaris. Tujuannya adalah untuk meraih simpati warga negara beragama Nasrani serta menimbulkan keraguan pada kalangan Muslim terhadap agama mereka dan mengguncang akidahnya. Pusat misionaris ini juga  menciptakan pengaruh yang sangat besar bagi hilangnya pemikiran-pemikiran Islam dalam berbagai interaksi sosial, hubungan muamalah, dan berbagai aspek kehidupan lainnya serta bagi penghancuran Daulah Islam.

Negara-negara Barat merasa tidak puas dengan hanya merusak anak-anak kaum Muslim di berbagai universitas dan sekolah serta melalui propaganda. Mereka juga memusatkan perhatian pada Negara Khilafah. Tujuannya adalah mengubah sistem pemerintahan dan hukum-hukum syariah dengan cara menghilangkannya, lalu menggantinya dengan hukum-hukum Barat.

Pada tahun 1839 Sultan Abdul Madjid I naik ke tampuk kekuasaan sebagai khalifah. Pada saat itu beliau baru berusia 16 tahun. Rashid Pasha, yang sebelumnya adalah duta besar Daulah Utsmaniyah di London, kembali ke Istanbul. Dia diangkat sebagai menteri luar negeri. Tidak lama setelah menduduki jabatannya, dia mulai mengkampanyekan sistem pemerintahan parlementer. Dia juga menyatakan bahwa dirinya telah ditetapkan untuk memajukan Daulah Utsmaniyah agar menjadi negara modern melalui konstitusi yang menjamin hak-hak warga negara. Dia juga menyatakan penghapusan berbagai kekurangan dalam Daulah Islam. Rashid Pasha dengan mudah mengamankan diri dan rencananya itu di belakang Sultan yang masih muda. Sementara itu, dokumen konstitusi dipersiapkan dengan penuh rahasia.

Pada tahun 1855, negara-negara Eropa, khususnya Inggris, menekan Daulah Utsmaniyah untuk melaksanakan reformasi konstitusional. Di bawah tekanan negara-negara tersebut, pada tanggal 1 Februari 1855, Sultan mengeluarkan rancangan konstitusi hasil reformasi yang kemudian dikenal sebagai “Dokumen Hemayun”. Dalam naskah tersebut, Sultan menjamin hak-hak warga negara sebagaimana yang tercantum dalam “Kalkhanah”.

Demikianlah, hukum syariah dan fikih Islam telah ditinggalkan. Sebaliknya, undang-undang dan hukum Barat telah diadopsi. Cara pengadopsian undang-undang Barat tersebut berbeda-beda satu sama lain. Beberapa undang-undang Barat diadopsi begitu saja—teks dan hukumnya—tanpa mempertimbangkan ada-tidaknya di dalam fikih Islam; apakah hukum itu bertentangan atau tidak dengan hukumhukum syariah. Contohnya adalah UU Pidana yang menghapuskan hudûd. Sebagian UU diadopsi dengan pertimbangan bahwa hukum-hukum tersebut terdapat dalam fikih Islam, sekalipun pertimbangan fikih itu diberikan oleh “mujtahid” yang tidak dikenal atau oleh fukaha yang bukan mujtahid. Dengan kata lain, jika hukum itu dijumpai dalam buku-buku fikih, atau sesuai dengan pendapat salah seorang ulama, maka hukum itu dapat diadopsi. Begitu pula sebaliknya. Contohnya adalah UU Pokok-pokok Peradilan. Sebagian UU ditiru dalam hal kodifikasi, kategorisasi, dan kasus-kasusnya dengan tetap menjadikan hanya hukum-hukum syariah sebagai pasal-pasal. Contohnya adalah Al-Majallah (Al-Ahkaam al-’Adhliyah), yang merupakan hukum, diakomodasi dengan meniru UU Sipil Prancis. Dengan demikian UU yang digunakan para hakim dalam pengadilan merupakan UU Barat, bukan syariah Islam, sekalipun beberapa bagian UU tersebut merupakan hukum-hukum syariah.

 

Cara Membangkitkan Kembali Khilafah 

Sesungguhnya kekuatan peradaban Islam dengan Khilafah Islamiyah sebagai sistem pemerintahannya terletak pada pemikiran Islam dan metode pelaksanaannya. Karena itu upaya untuk kembali ke kejayaan Islam, mengembalikan Khilafah Islamiyah, adalah dengan cara mengembalikan pemikiran-pemikiran Islam ke benak umat Islam dengan motode yang digariskan oleh Rasulullah saw. Jika pemikiran ini telah meresap ke dalam hati, merasuk dalam jiwa dan menyatu di dalam tubuh kaum Muslim, maka akan menjadikan Islam hidup dipraktikkan dalam kehidupan.

Metode satu-satunya untuk mendirikan Khilafah Islamiyah hanya dengan mengemban dakwah Islam dan melakukan upaya untuk melanjutkan kehidupan yang islami. Hal itu menuntut adanya usaha menjadikan negeri-negeri Islam menjadi satu-kesatuan. Sebabnya, kaum Muslim adalah umat yang satu. Mereka merupakan kumpulan manusia yang disatukan oleh akidah yang satu, akidah Islam, yang terpancar darinya aturan-aturan Islam.

Tahap awal adalah Pembinaan (Tatsqiif). Rasul saw. memulainya di Makkah. Beliau membentuk kelompok dakwah dan melakukan pembinaan secara intensif kepada Sahabat. Beliau menancapkan akidah Islam, menguatkan dan memantapkan kepribadian Sahabat dengan pemikiran dan nafsiyah (sikap).  Ini merupakan marhalah tastqiif (pembinaan secara internsif).

Tahapan kedua, meniscayakan individu dalam kelompok dakwah tersebut melakukan interaksi dakwah di masyarakat. Ide-ide yang sudah merasuk dalam benak kelompok dakwah ini kemudian diemban secara politik di tengah-tengah masyarakat (tafaa’ul ma’a al-ummah). Artinya, pemikiran-pemikiran Islam tersebut dijelaskan di tengah masyakat sebagai satu-satunya solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan. Bukan diemban dalam benduk lembaba-lembaga pendidikan dengan kurikulumnya yang realatif satgnan. Bentuk interaksi politik di masyakat ini bisa dalam konteks kekinian jangka pendek (kifaahu siyaasi) maupun jangka panjang (shiraa’ al-fikri/perang pemikiran).

Pada saatnya, opini Islam sebagai satu-satunya solusi atas berbagai persoalan—mulai dari persoalan ekonomi, politik, pendidikan, sosial kemasyakatan dan lainnya—kian memanaskan masyarakat. Demikian sampai pada saatnya Allah SWT memberikan pertolongan melalui ahlul quwwah wal man’ah dengan penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan (istilaam al-hukmi).

 

Agar Tidak Terulang

Faktor utama keruntuhan Khilafah adalah ketika umat Islam sudah mulai melepaskan pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukumnya. Karena itu agar kemerosotan berpikir ummat terjaga, Khilafah harus benar-benar menfokuskan diri pada upaya menyatukan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam di dalam tubuh umat.  Negara benar-benar harus tetap menjadi penerap syariah Islam secara praktis dalam kehidupan.

Demikian pula harus tetap ada kelompok masyarakat, kutlah siyasi, kelompok dakwah yang senantiasa mengemban pemikiran dan hukum-hukum Islam. Mereka selalu siap untuk melakukan muhaasabah terhadap penguasa yang menjalankan syariah Islam.

Garda terakhir adalah umat Islam secara inividu dan secara keseluruhan. Mereka harus benar-benar mendedikasikan hidup mereka demi Islam dan kejayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan dan pengetahun yang menumbuhsuburkan tsaqaafah Islam harus benar-benar menjadi tren di masyarakat dan disokong penuh oleh negara. Insya Allah. [Luthfi Hidayat]    

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 − one =

Back to top button