Dukung Saudi, Skenario AS Legalkan Perang Yaman
Menyikapi AS yang akan meningkatkan dukungan terhadap Saudi setelah serangan terhadap jantung industri minyak negara sekutu itu, Pengamat Politik Internasional Farid Wadjdi mengungkapkan bahwa hal ini hanyalah skenario AS untuk melegalkan kembali Perang Yaman.
“Sebenarnya serangan-serangan ini, yang ditujukan ke kilang-kilang minyak Aramco, hanya untuk melegalkan kembali perang Saudi terhadap Yaman (Perang Yaman) sekaligus membangun opini bahwa AS kembali mendukung Saudi karena Saudi diserang oleh kelompok Houthi,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (11/3/2021).
Farid menilai, apa yang dilakukan oleh AS sekarang ini sesungguhnya semacam drama politik untuk membenarkan kembali tindakannya mendukung Perang Yaman. Sekaligus menjadi alasan pembenaran untuk tidak menghentikan serangan terhadap Yaman seperti yang dijanjikan oleh Biden.
“Sesungguhnya apa yang terjadi sekarang sekadar menjadi alasan bagi Biden untuk tidak memenuhi janjinya dalam berbagai pernyataan-pernyataan awalnya saat terpilih menjadi presiden AS. Itu bisa kita duga dari serangan misil yang dituding dilakukan oleh kelompok Houthi,” ungkapnya.
Menurut Farid, Perang Yaman itu sesungguhnya perang proxy antara negara-negara besar terutama AS dan Inggris dengan menggunakan aktor-aktor regional di kawasan itu.
“Perang ini sesungguhnya bukanlah perang yang berakar dari konflik Sunni dan Syiah. Walaupun bibit-bibit konflik itu ada, selama ini tidak muncul dalam skala besar seperti saat ini. Perang besar ini baru terjadi ketika AS dan Inggris melakukan intervensi terhadap krisis di Yaman,” ujarnya.
Menurut Farid pula, serangan-serangan misil ini sebenarnya serangan yang terukur. “Seolah-olah itu targetnya adalah kilang-kilang minyak Aramco. Tapi, kalau kita lihat, tidak mungkin AS membiarkan serangan terhadap tempat-tempat strategis terutama terkait dengan minyak ini kalau kemudian itu membahayakan kepentingan AS,” tandasnya.
Padahal kelompok Houthi, menurut Farid, adalah kelompok yang didukung oleh Iran. “Kita tahu siapa yang ada di belakang Iran. Iran adalah satu negara yang dalam kebijakannya itu sejalan dengan kepentingan AS,” bebernya.
Oleh sebab itu, ia melihat, yang diuntungkan dari perang ini adalah negara-negara pengendalinya, yaitu AS dan Inggris. Keduanya tetap mengontrol wilayah tersebut yang merupakan wilayah strategis dari kepentingan industri minyak maupun dari segi geopolitik karena merupakan wilayah yang penting bagi lalu-lintas perdagangan internasional.
“Jadi, semua ini merupakan skenario AS dan bagi kepentingan AS. Mereka akan melakukan apa pun demi tiga kepentingan AS di Timur Tengah. Pertama, terkait jaminan suplai minyak yang dikendalikan oleh AS. Kedua, terkait eksistensi penjajah Yahudi. Ketiga, mencegah munculnya kelompok kekuatan politik Islam,” pungkasnya.