Samakan Muslimah Bercadar dengan Kotak Surat, Fenomena Bola Salju Islamofobia
Ada pernyataan mantan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson dalam sebuah artikel di surat kabar Daily Telegraph. Ia mengatakan bahwa “para wanita Muslim yang mengenakan burqa (cadar) seperti “kotak surat”. Ia lalu menyamakan mereka dengan “para bandit bank”. Pernyatan ini dinilai sebagai fenomena bola salju Islamofobia.
“Mereka senantiasa memelihara dan menabur kebencian masyarakat Barat dan dunia terhadap Islam. Sementara itu, hinaan mereka atas hijab wanita Muslim hanya indikasi dari keberadaan bola salju kebencian yang begitu besar pada mereka,” kata aktivis Hizbut Tahrir Farah Ghazi seperti dilansir hizb-ut-tahrir.info, Kamis (10/8/2018).
Kata “mereka” yang dimaksud Farah Ghazi bukan hanya Inggris saja, namun juga Amerika Serikat, Prancis dan negara-negara Barat lainnya. Semuanya berada di belakang provokasi Islamofobia melalui pelabelan kaum Muslim dan Islam dengan “terorisme” dan “ekstremisme”.
Menurut Farah, kebencian dan permusuhan mereka terhadap kaum Muslim telah menyebabkan fenomena Islamofobia di dunia mewabah.
“Jika kami bertanya kepada sebagian besar dari mereka yang meyakini Islam sebagai ancaman terhadap mereka, apa yang mereka ketahui tentang Islam, maka mereka akan menjawab dengan jawaban yang menunjukkan ketidaktahuan mereka,” bebernya.
Dalam hal ini, lanjut Farah, kaum kafir Barat telah memetik buah usahanya dalam mendistorsi Islam dan memutarbalikan fakta-fakta sebenarnya. Kadang-kadang mereka menggambarkan Islam sebagai agama penindasan dan ketidakadilan terhadap kaum Muslim dan orang-orang lemah, seperti kaum wanita dan anak-anak. Di lain waktu Islam diidentikkan dengan terorisme dan ekstremisme.
Seorang pemikir Amerika John Esposito mencoba untuk memantau permusuhan ini. Ia mengatakan, “Hal ini telah menjadi seperti memaksakan penutup kebodohan pada pandangan masyarakat Barat terhadap Islam dan peradabannya. Jadilah prototipe seorang Muslim yang sangat baik itu pada para peneliti di pusat penelitian menjadi satu kata, yaitu (teroris). Inilah yang membuat para peneliti harus berpikir mendalam untuk melihat fakta-fakta dan motif-motif sebenarnya di balik berbagai fenomena terorisme.”