Orang Miskin Baru Gegara BBM Naik
Kenaikan harga BBM mendapat penolakan dari banyak kalangan, termasuk buruh. Kenaikan harga BBM berisiko membuat harga-harga naik; bahan pangan, biaya transportasi dan barang-barang lainnya. Kenaikan BBM diperkirakan berkontribusi sekitar 30-40 persen terhadap besaran biaya transportasi dan angkut barang. Kenaikan harga-harga ini akan mendorong inflasi Indonesia yang per Agustus sudah di posisi 4,69 persen. Jika inflasi meningkat maka daya beli masyarakat menjadi taruhan. Masyarakat dipercaya akan menahan belanja mereka. Selain itu tingkat kemiskinan berpotensi bertambah pesat.
BLT BBM yang diberikan Pemerintah, hanya sedikit meredam efek kenaikan harga pertalite dkk. Belum lagi inflasi yang diperkirakan menjulang. Pemerintah sendiri memprediksi lonjakan inflasi hingga akhir tahun mencapai 6,6-6,8 persen. Masalahnya, nilai (BLT) lebih kecil dibandingkan dampak inflasinya.
Kenyataannya, penyaluran BLT lambat. Padahal efek kenaikan harga barang sudah langsung terasa sejak kenaikan harga BBM diumumkan. Belum lagi masalah tidak semua kalangan miskin menerima bansos. Di sejumlah provinsi di luar Jawa, banyak yang kurang 50 persen dari penduduk miskin yang menerima bansos.
BLT BBM hanya bisa melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan dan tidak akan cukup mengkompensasi efek kenaikan harga BBM. Misalnya, ada kelas menengah rentan, sebelum kenaikan harga pertalite masih sanggup membeli (pertalite) di harga Rp 7.650 perliter, sekarang harga Rp 10.000 perliter mereka turun kelas menjadi orang miskin. Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak ter-cover dalam BLT BBM karena penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik.
Sejumlah ekonom memproyeksikan tingkat kemiskinan akibat kenaikan harga BBM mencapai 9,96-10 persen. Angka pengangguran bertambah hingga 30 ribu jiwa. Jadi karena harga BBM naik, kemiskinan akan meningkat. Inflasi yang meningkat akan menaikkan garis kemiskinan, otomatis masyarakat di bawah garis kemiskinan bertambah. Yang rentan miskin menjadi miskin, tidak dapat BLT lagi. Karena itu kemiskinan akan naik. Bisa sampai 9,96 persen sampai 10 persen. Pengangguran tambah hingga 30 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin berisiko naik menjadi 10 persen sampai 10,5 persen atau 1 juta-1,3 juta orang miskin baru.
Dalam pandangan Islam, BBM dan energi lainnya hakikatnya milik rakyat. Rakyatlah pemilik BBM, juga energi dan segala sumberdaya alam yang depositnya melimpah. Bukan Pemerintah. Pemerintah hanya berwenang mengelola semua milik rakyat tersebut. Hasilnya, tentu seluruhnya dikembalikan kepada rakyat. Di antaranya dalam bentuk BBM dan energi yang murah harganya. Negara tidak boleh berdagang dengan rakyat dengan mencari untung yang sebesar-besarnya. Apalagi dengan memperdagangkan barang-barang yang sejatinya milik rakyat seperti BBM, listrik, gas, dll.
Pemerintah wajib mengelola BBM dan energi—juga seluruh sumberdaya alam milik rakyat—sesuai dengan solusi syariah. Mungkinkah? Tampaknya mustahil selama negeri ini menerapkan sistem kapitalisme-sekular-liberal. Inilah di antara alasan rasional mengapa negeri butuh solusi syariah Islam. [Suro Kunto ; (Ketua ABI)]