Dari Redaksi

Tak Layak Berduka Untuk Elizabeth

Kematian Ratu Elizabet II telah menampakkan jatidiri para penguasa pengkhianat di negeri Islam. Meskipun kejahatan Monarki Inggris terhadap dunia dan negeri-negeri Islam perkara yang terang benderang, para penguasa negeri-negeri Islam tidak malu memuji-muji Ratu Elizabeth dan menampakkan kedukaan mereka. Para penguasa Dunia Muslim, di antara orang-orang Arab dan non-Arab, telah menyatakan kesedihan yang mendalam atas meninggalnya Ratu Inggris. Seolah-olah Khalifah yang salih—yang memerintah dengan keadilan dan memberikan umat manusia kepemimpinan yang penuh kasih-sayang—telah wafat.

Rezim Hasina Bangladesh mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari atas kematian Ratu Inggris. Kantor-kantor pemerintah, lembaga pendidikan dan misi diplomasi Bangladesh di luar negeri diwajibkan mengibarkan bendera setengah tiang untuk menunjukkan kedukaan rezim Hasina. Mereka pun berdoa untuk keselamatan atas jiwa ratu yang sudah meninggal. Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, menulis di akun Twitter resminya pada tanggal 8 September 2022: Sangat berduka atas meninggalnya Yang Mulia Ratu Elizabeth II. Pakistan bergabung dengan Inggris dan negara-negara persemakmuran lainnya berkabung atas kematiannya.

Para tiran ini seolah menutup mata atas kejahatan Kerajaan Inggris selama ini. Padahal meskipun hanya simbol, sang Ratu dan raja-raja Inggris sebelumnya tidak bisa dipisahkan dari Kerajaan Inggris yang brutal dan keji. Para tiran ini lupa bagaimana Kerajaan Inggris memperlakukan rakyat Anak Benua India selama masa penjajahan, baik orang-orang Muslim ataupun Hindu. India adalah permata di mahkota Kerajaan Inggris. British East India Company mulai membuat jalan ke anak benua pada abad ke-17. India didirikan sebagai koloni Mahkota pada tahun 1858. Lebih dari 200 tahun Inggris menjajah India membawa penderitaan yang luar biasa terhadap rakyat India.

British Raj secara sistematis mentransfer kekayaan wilayah itu ke dalam pundi-pundi mereka sendiri. Di wilayah timur laut Bengal, “deindustrialisasi besar pertama di dunia modern” terjadi. Industri tenun berusia dua abad yang makmur ditutup setelah Inggris membanjiri pasar lokal dengan kain murah dari Inggris utara. India masih menanam kapas, tetapi penduduk Bengali tidak lagi memintalnya, dan para penenun menjadi pengemis. India menderita selusin kelaparan besar di bawah kekuasaan Inggris, dengan perkiraan 12 hingga 29 juta orang India mati kelaparan. Ketika Inggris akhirnya keluar dari India, mereka hanya menggambar garis di peta dan membagi anak benua menjadi India dan Pakistan. Langkah ini menyebabkan migrasi massal sekitar 10 juta orang, dan ketika itu meningkat menjadi kekerasan sektarian, diperkirakan satu juta orang kehilangan nyawa mereka.

Di bawah kebijakan kolonialisme Inggris, orang-orang di seluruh dunia menjadi sasaran kelaparan massal, kondisi mengerikan di kamp-kamp konsentrasi, dan pembantaian brutal di tangan pasukan imperialis. Orang Inggris juga memainkan peran integral dalam perdagangan budak transatlantik. Pada 1760-an, Inggris menjadi negara Eropa terbesar yang terlibat dalam perdagangan budak, memiliki lebih dari lima puluh persen orang Afrika yang diangkut ke Amerika. Keterlibatan Inggris dalam perdagangan budak berlangsung dari 1562 hingga penghapusan perbudakan di Amerika Serikat pada 1865. Profesor Sejarah, David Richardson, menghitung lebih dari 3,4 juta orang Afrika yang diangkut oleh kapal-kapal Inggris ke Amerika selama masa ini. Selain menjadi pemain utama dalam perdagangan budak, Inggris juga mendukung Konfederasi yang pro-perbudakan selama Perang Sipil Amerika. Kerajaan Inggris juga bertanggungjawab terhadap sistem apartheid di Afrika Selatan, segrasi rasial yang membawa penderitaan orang-orang kulit hitam. Hak-hak kulit hitam sebagai mayoritas dibatasi. Supremasi kulit putih sebagai minoritas tetap dipertahankan.

Bagi Dunia Islam, Inggris pun paling bertanggungjawab atas keruntuhan Khilafah Islamiyah dengan bantuan Kamal sang pengkhianat. Inggris dengan berbagai cara keji bersama agennya setelah berusaha dalam waktu yang lama, akhirnya berhasil menghancurkan Khilafah Islamiyah. Inggris juga bersama para bonekanya berjanji dan bertekad untuk tidak membiarkan kembalinya Khilafah Islamiyah di tengah-tengah kaum Muslim. Pada tanggal 20 November 1922, pada Konferensi Lausanne, Menteri Luar Negeri Inggris George Curzon menetapkan empat syarat untuk pengakuan negaranya atas kemerdekaan Turki, yaitu: penghapusan total Khilafah, pengusiran Khalifah ke luar perbatasan, penyitaan harta bendanya dan pendeklarasian negara sekuler!

Sampai hari ini, syarat tersebut masih merupakan persyaratan bagi kaum kafir penjajah Barat untuk dapat menerima sistem pemerintahan apa pun di negara-negara Muslim. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa negara-negara Muslim masih berada di bawah penjajahan kaum kafir Barat. Namun, melalui para penguasa antek, mereka akan membuka negaranya untuk kaum kafir Barat kapan pun mereka ingin menjarahnya. Jika kaum Muslim bangkit, mereka akan membunuhnya dengan kekuatan senjata!

Setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah, umat Islam tidak lagi memiliki pelindung sejati yang menyatukan negeri-negeri Islam. Inggris berperan penting dalam pendirian intitas penjajah Yahudi di bumi Palestina. Bersama penjajah imperialis lain seperti Amerika dan negara-negara Eropa, umat Islam menjadi objek kejahatan mereka. Jutaan umat Islam terbunuh akibat pendudukan Amerika yang didukung Inggris di Irak dan Afganistan. Barat, di antaranya Inggris, juga mendukung rezim-rezim bengis di negeri-negeri Islam, seperti Bashar Assad yang melakukan pembantaian terhadap rakyatnya sendiri. Elizabeth juga secara pribadi menganugerahi ordo ksatria paling senior kepada mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair; seorang penjahat perang dalam perang yang dipimpin AS di Irak dan Afganistan. Dia juga menghormati Salman Rushdie yang terkutuk dengan memberikan gelar ksatria pada tahun 2007.

Sikap belasungkawa penguasa negeri-negeri Islam ini, sekali lagi menunjukkan jatidiri mereka sebagai pengkhianat umat. Mereka melayani kepentingan tuan-tuan mereka, memberikan jalan untuk merampas kekayaan negeri-negeri Islam. Untuk mencegah kembali Khilafah, para penguasa boneka ini pun melakukan tindakan keji terhadap para pejuangnya.

Namun demikian, semua ini sesungguhnya menunjukkan tanda-tanda kehancuran para penguasa pengkianat itu. Rakyat di depan mata mereka dengan gamblang menyaksikan kejahatan mereka. Mereka pun gagal mengurusi rakyat dengan baik. Persis sebagaimana gagalnya tuan-tuan besar mereka dengan ideologi kapitalismenya memberikan kebaikan pada dunia. Tegaknya kembali Khilafah sungguh sudah sangat dekat dengan pertolongan Allah SWT.  AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − 2 =

Back to top button