Remembering Khilafah 2020
Bulan Rajab adalah saat yang penting bagi umat Islam untuk mengingat kembali (remembering) tentang Khilafah. Pada bulan ini, tepatnya 29 Rajab 1342 H, atau bersamaan dengan 3 Maret 1924 M, negara imperialis Inggris dengan menggunakan bonekanya, penjahat Kamal at-Taturk, membubarkan Khilafah secara resmi. Itu artinya, sudah lebih 99 tahun (Hijrah) umat Islam tanpa Khalifah, tanpa pemimpin yang melindungi umat Islam. Untuk mengingatkan kembali peristiwa menyedihkan ini, setiap bulan Rajab Hizbut Tahrir melakukan kampanye global.
Pada 1441 H ini, dengan highlight opini, “Pada Peringatan 99 Tahun Penghapusan Khilafah, Tegakkanlah Khilafah Sebelum Peringatan Seratus Tahunnya”, gerakan politik global dunia ini mengingatkan sudah 99 tahun umat Islam hidup tanpa Khilafah. Sungguh merupakan waktu yang sangat lama dan sangat terlambat untuk membaiat seorang khalifah.
Dalam peringatan 99 tahun Khilafah ini Amir Hizbut Tahrir al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah hafizhahulLah menyampaikan pidato politiknya pada senin 28 Rajab 1441 H, bersamaan dengan 23 Maret 2020.
Ada beberapa poin penting dari pidato ini yang harus kita perhatikan. Pertama: mengingatkan umatIslam ihwal apa yang dilakukan penjahat abad itu, Musthafa Kamal, dengan menghapuskan Khilafah, bukan saja merupakan kejahatan yang besar, tetapi merupakan tindakan kekufuran yang nyata dan penghapusan hukum Islam. Pasalnya, berdasarkan hukum syariah, pelakunya wajib diperangi! Ini penting, agar hal ini tidak berulang kembali.
Kedua, Amir Hizbut Tahrir mengingatkan kaum Muslim bahwa Khilafah adalah agenda vital kaum Muslim (qhadhiyah al-Muslim al-mashiriyah). Dengan aKhilafah, hudud bisa ditegakkan, kehormatan bisa dijaga, berbagai pembebasan (futuhat) bisa dilaksankan. Dengan Khilafah, Islam dan kaum Muslimin menjadi mulia. Cukuplah bagi seorang Muslim merenungkan tiga perkara berikut untuk bisa memahami betapa Khilafah merupakan kewajiban yang agung dan agung. Tiga perkara itu adalah: Pertama, sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani di Mu’jam al-Kabîr dari ‘Ashim dari Abu Shalih dari Mu’awiyah yang berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat, dia mati laksana kematian jahiliah.”. Ini merupakan dalil besarnya dosa yang terjadi pada seorang Muslim yang mampu, yang tidak berjuang untuk mengangkat seorang khalifah yang di pundaknya ada baiat kepada Khalifah itu. Artinya, ini merupakan dalil adanya khalifah yang dengan keberadaannya terpenuhi adanya baiat di pundak setiap Mulsim.
Kedua, kesibukan para Sahabat radhiyalLâh ‘anhum dalam menegakkan Khilafah dan membaiat seorang khalifah sebelum kesibukan mereka memakamkan jenazah Rasulullah saw. Padahal penyegeraan pemakaman mayit merupakan perkara yang dinyatakan di dalam syariah. Meski demikian, para Sahabat mendahulukan pembaiatan Khalifah daripada pemakaman Rasulullah saw. Artinya, berdasarkan Ijmak Sahabat ini, mengangkat khalifah di tengah-tengah umat adalah perkara yang sangat penting.
Ketiga, Umar ra. pada hari wafatnya telah menjadikan jangka waktu untuk memilih khalifah dari enam orang yang diberi kabar gembira dengan surga tidak lebih dari tiga hari. Ini pun merupakan Ijmak Sahabat bahwa tidak boleh kaum Muslim kosong dari khalifah lebih dari tiga hari berikut malam-malamnya. Sekarang, telah berlalu atas kita lebih dari sekadar “tiga hari”. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah hafizhahulLah mengingatkan kita agar tidak pernah putus asa dalam perjuangan ini. Kita tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih dengan pemberian kekuasaan di muka bumi. “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara ka lian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa…” (TQS an-Nur [24]: 55).
Rasulullah saw. pun telah memberikan kabar gembira ihwal kembalinya Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian setelah kekuasaan diktator yang sedang kita alami. “…Kemudian ada Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.” (HR Ahmad dari Hudzaifah bin al-Yaman ra).
Terakhir, Amir Hizbut Tahrir mengingatkan bahwa kewajiban penegakan Khilafah sesungguhnya bukanlah kewajiban syabab Hizb saja, tetapi kewajiban setiap orang yang mampu dari kaum Muslim. Karena itu Hizbut Tahrir menyerukan seluruh komponen umat, terutama para tentara yang memiliki kekuatan yang nyata, berjuang bersama membantu Hizbut Tahrir untuk mengekkan kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Menolong agama Allah dan menegakkan Khilafah memiiki pahala yang agung dan keutamaan yang mulia. Bahkan para malaikat yang mengusung jenazah Saad bin Muaz, penghulu kaum Anshar radhiyalLâh ‘anhu, sebagaimana yang ada di dalam Al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya Imam al-Hakim, karena keagungan menolong agama Allah.
Paling akhir, sesungguhnya orang yang menolong perjuangan untuk menegakkan Khilafah sebelum ditegakkan, pahalanya lebih besar dan lebih agung dari orang yang menolong Khilafah setelah tegaknya.
Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]