Opini

Bahaya Omnibus Law Cipta Kerja

RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa memberikan angin segar bagi investor asing. RUU yang mencakup revisi 79 undang-undang dan terdiri atas 1.244 pasal ini diharapkan bisa menarik investor untuk lebih tertarik masuk ke Indonesia sehingga bisa meningkatkan lapangan kerja baru.

Mungkinkah? Indonesia memang telah merdeka dari penjajahan fisik negara-negara asing. Meskipun demikian, proses intervensi dan dominasi asing dalam berbagai aspek di negeri ini baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum dan sosial justru makin kuat. Kerugian dan kerusakannya juga jauh lebih parah dibandingkan dengan penjajahan fisik tempo dulu. Celakanya, banyak pihak termasuk pemimpin negeri ini, sadar atau tidak, telah menjadi bagian yang membantu proses penjajahan tersebut. Di sinilah letak ‘kehebatan’ neoimperialisme itu.

Salah satu bentuk intervensi yang paling strategis yang dilakukan oleh institusi asing untuk menanamkan kepentingannya dalam suatu negara adalah mendesain sistem, kelembagaan dan regulasi serta mencetak sumberdaya manusia yang mampu menjaga dan menjalankannya. Salah satu contohnya adalah sepak terjang USAID. Bersama dengan lembaga internasional lainnya, lembaga bantuan AS untuk pembangunan internasional ini sangat aktif dalam mempengaruhi berbagai kebijakan di negeri ini. Selain kepada Pemerintah, LSM dan institusi pendidikan, lembaga tersebut aktif memberikan bantuan kepada DPR terutama untuk memperkuat peran mereka dalam penyusunan undang-undang dan penganggaran.

Salah satu hasil dari penataan ekonomi oleh institusi asing di atas adalah makin besarnya dominasi swasta khususnya pihak asing di bidang ekonomi. Di sisi lain, peran Pemerintah semakin minim.

Data-data tentang kondisi negeri ini dengan jelas menunjukkan negeri ini masih dikuasai asing di berbagai lini. Ketergantungan negeri ini terhadap asing juga terjadi di berbagai bidang, bahkan sering tidak masuk akal.

Fakta penguasaan oleh asing atas kekayaan negeri ini, kontrol terhadap politik dan kebijakan negeri ini, dan ketergantungan terhadap asing membuat miris siapapun yang peduli dengan negeri ini dan penduduknya. Jika konstitusi mengamanatkan bahwa “tanah air dan segala isinya dikuasai oleh negara dan diguakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, fakta yang ada ternyata sangatlah jauh panggang dari api.

Dalam hal penguasaan terhadap aset dan investasi, sebagian besar dikuasai asing. Hal itu bisa dilihat dari penguasaan tambang. PMA (Penanaman Modal Asing) menguasai US$ 4,8 miliar atau sekitar Rp 57,6 triliun, sementara PMDN hanya 18,8 triliun (Republika, 20/10/2014). Artinya, penguasaan asing atas pertambangan mencapai 75,39 persen, sementara nasional hanya menguasai 24,61 persen. Begitu pula penguasa asing pada sektor migas.

Penguasaan negara dalam perekonomian dari hari ke hari makin kecil. BUMN yang merupakan perpanjangan tangan negara di berbagai sektor perekonomian satu per satu dijual kepada swasta melalui program privatisasi langsung atau tidak langsung.

Ini baru sebagian dari fakta penguasaan asing atas sumberdaya, kekayaan dan perekonomian negeri ini.

Dari situ saja sudah tampak jelas sedemikian besarnya penguasaan asing atas berbagai sumberdaya negeri ini.

Di sisi lain, ketergantungan negeri ini kepada asing juga sangat besar. Banyak sekali komoditi yang bergantung pada impor dari negara lain. Bahkan pada produk-produk pertanian yang sesungguhnya di negeri ini juga bisa diproduksi ternyata tidak luput dari serbuan impor bahkan tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dari semua fakta itu tidak salah jika dikatakan bahwa neoimperialisme masih terus berjalan terhadap negeri ini. Bahkan dari hari ke hari neoimperialisme itu makin dalam. Hanya bedanya dengan imperialisme kuno dahulu yang menggunakan kekuatan militer dan pendudukan langsung, neoimperialisme (imperialisme modern) ini dilakukan melalui soft power dan skenario perang modern. [Suro Kunto; (Ketua SPBRS)]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 − seven =

Back to top button