Fikih

Mengkompromikan Dua Hadis (Antara Hadis “A Ba’da Hadza al-Khair Syarrun” dan Hadis “Tsumma Takunu Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah”)

Soal:

Hadis-hadis berikut pada lahiriahnya mengandung kontradiksi dan sering digunakan oleh sekelompok orang untuk saling membantah tanpa memahami maksud keduanya.

Hadis kelompok pertama: Nu’man bin Basyir berkata: Kami sedang duduk di masjid bersama Rasulullah saw. Basyir adalah seorang laki-laki yang mencukupkan percakapannya. Lalu datang Abu Tsa’labah al-Khusyani. Ia berkata, “Basyir bin Saad, apakah engkau hapal hadis Rasulullah saw tentang para pemimpin?” Hudzaifah menjawab, “Aku hapal khutbah beliau.” Abu Tsa’labah pun duduk. Lalu Hudzaifah berkata: Rasulullah saw. bersabda:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ الله أَنْ تَكُونَ ثمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا…ثُم تَكُونُ خِلَافَة عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة فَتَكُونُ مَا شَاءَ الله أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاء الله أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً عَاضّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ الله أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبْرِيَّة فَتَكُونُ مَا شَاء الله أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا ثُم تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة ثُمَّ سَكَ ت…

“Ada di tengah kalian masa kenabian dan akan terus ada sesuai kehendak Allah. Kemudian Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian, dan akan terus ada sesuai kehendak Allah. Kemudian Dia mengangkatnya jika Allah berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada kekuasaan yang menggigit (mulkan ‘âdhdhan) dan akan terus ada sesuai kehendak Allah. Kemudian Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada kekuasaan diktator (mulkan jabriyyatan) dan akan terus ada sesuai kehendak Allah. Kemudian Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Kemudian beliau diam … (HR Ahmad).

 

Hadis kelompok lainnya: Hudzaifah bin al-Yaman ra. berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ الله صلى الله علسه وسلم عَنْ الْخَير وَأَسْأَلُه عَنْ الشَّرِّ وَعَرَفْتُ أَنَّ الْخَيْرَ لَنْ يَسْبِقَنِي قُلْتُ يا رَسُولَ الله أَبَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ يا حُذَيْفَة تَعَلَّمْ كِتَابَ الله وَاتَّبِعْ مَا فِيهِ ثَلَاثَ مَرَّات قالَ قُلْتُ يا رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم أَبَعْدَ هَذَا الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ هُدْنَةٌ عَلَى دَخَنٍ وَجَمَاعَةٌ عَلَى أَقْذَاء قَالَ قُلْتُ يا رَسُولَ الله الْهُدْنَة عَلَى دَخَنٍ مَا هِيَ قَالَ لَا تَرْجِعُ قُلُوبُ أَقْوَامٍ عَلَى الَّذِي كَانَتْ عَلَيْهِ قَالَ قُلْتُ يا رَسُولَ الله أَبَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ فِتْنَةٌ عَمْيَاء صَمَّاءُ عَلَيْهَا دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ النَّارِ وَأَنْتَ أَنْ تَمُوتَ حُذَيْفَة وَأَنْتَ عَاضٌّ عَلَى جِذْلٍ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَتَّبِعَ أَحَدا مِنْهُمْ

Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan. Aku tahu bahwa kebaikan tidak akan mendahuluiku. Aku berkata, “Ya Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?” Beliau bersabda, “Hudzaifah, pelajarilah Kitabullah dan ikuti apa yang ada di dalamnya.” Beliau mengatakan itu sebanyak tiga kali. Hudzaifah berkata: Aku katakan, “Ya Rasulullah, apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?” Beliau bersabda, “Kedamaian di atas asap dan kelompok di atas debu halus.” Hudzaifah berkata: “Aku katakan, “Ya Rasulullah, kedamaian di atas asap itu apa?” Beliau bersabda, “Hati kaum tidak kembali di atas apa yang sebelumnya.” Aku katakan, “Ya Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?” Beliau bersabda, “Fitnah yang buta dan bisu yang di atasnya ada para penyeru ke pintu-pintu neraka. Engkau mati, Hudzaifah, dan engkau sedang menggigit tonggak kayu, itu lebih baik untukmu daripada engkau mengikuti salah seorang dari mereka.” (HR Ahmad).

 

Kelompok pertama menafsirkan bahwa kebaikan untuk umat itu pasti datang dengan izin Allah dan bahwa Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian pasti datang dan akan memutuskan perkara dengan syariah Allah.

Kelompok kedua berargumen bahwa kebaikan umat telah berlalu zamannya dan kita berada dalam masa fitnah, sebagaimana disampaikan oleh Rasul saw. Seorang Muslim harus ber-‘uzlah, memisahkan diri dari manusia lari menyelamatkan agamanya.

Bagaimana penjelasannya?

 

Jawab:

Hadis pertama dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud ath-Thayalisi. Hadis kedua yang disebutkan di dalam pertanyaan telah dikeluarkan oleh Ahmad. Imam al-Bukhari pun telah mengeluarkan hadis dengan lafal ini: Abu Idris al-Khawlani telah menceritakan bahwa dia mendengar Hudzaifah bin al-Yaman berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Orang-orang dulu bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan saya (Hudzaifah bin al-Yaman) bertanya tentang keburukan karena takut keburukan itu akan menghampiriku. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, sungguh dulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?” Beliau menjawab, “Benar.”  Aku bertanya lagi, “Apakah setelah keburukan itu akan ada kebaikan?”  Beliau menjawab, “Benar. Namun, di dalamnya terdapat asap.”  Aku bertanya “Apa asapnya?”  Beliau menjawab, “Kaum yang memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Engkau mengetahui (kebaikan mereka) dan mengingkari (keburukan mereka).”  Aku bertanya, “Apakah setelah kebaikan itu akan ada keburukan?” Beliau menjawab, “Benar. Para penyeru yang menyeru ke pintu-pintu Jahanam. Siapa saja yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menjerumuskan dan menenggelamkan dirinya ke dalamnya.”  Aku berkata, “Tunjukkan sifat mereka kepada kami.”  Beliau bersabda, “Mereka berkulit sama dengan kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita.”  Aku bertanya,  “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku jika hal itu menghampiriku?” Beliau menjawab, “Berpeganglah pada Jamaah kaum Muslim dan imam mereka!”  Aku bertanya, “Jika mereka tidak memiliki Jamaah dan Imam?”  Beliau menjawab, “Jauhilah semua kelompok-kelompok itu sekalipun engkau harus menggigit akar pohon hingga kematian menghampirimu, sedangkan engkau tetap dalam keadaan seperti itu.” (HR al-Bukhari).

 

Sesungguhnya akhir hadis pertama berbeda dengan akhir hadis kedua. Hudzaifah tidak bertanya lagi setelah akhir hadis kedua, yakni “du’âtun ‘alâ abwâb an-nâr (para penyeru ke pintu-pintu neraka)”. Namun, Hudzaifah fokus dengan apa yang akan dia lakukan jika kondisi ini menghampiri dirinya. Sungguh terasa berat bagi dia karena kaum Muslim sampai ke keadaan ini; “du’âtun ‘alâ abwâb an-nâr (para penyeru ke pintu-pintu neraka)”. Jadi, yang penting bagi dirinya adalah bertanya kepada Rasul saw., apa yang dia lakukan jika keadaan ini menghampiri dirinya. Hudzaifah tidak bertanya apa yang akan ada setelahnya.

Adapun keadaan dalam hadis kedua, yaitu keadaan yang sama, yang ada ada dalam hadis pertama, “al-mulku al-jabriy (kekuasaan diktator)”. Artinya, keadaan yang terjadi setelah hilangnya Khilafah. Berikutnya disusul oleh kekuasaan diktator yang akan terjadi, bagaimanapun keinginan manusia dan dipaksakan terhadap mereka, tanpa keridhaan kaum Muslim dan tanpa berhukum dengan Islam. Artinya, keadaan yang dijalani oleh kaum Muslim sejak Khilafah dihapuskan pada tahun 1924 M sampai hari ini. Jelas, di situ adanya para penyeru ke pintu-pintu neraka. Ini sebagaimana yang ada di dalam riwayat Imam al-Bukhari:

دُعَاة إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَاَبهم إِلَيْهَا قَذَفُوه فِيهَا…

Para penyeru ke pintu-pintu Jahanam. Siapa saja yang menjawab seruan mereka ke Jahanam, mereka lemparkan ke dalamnya…

 

Siapa saja yang merenungkan tahun-tahun selama 100 tahun setelah penghapusan Khilafah pada tahun 1924 M, niscaya dia menemukan deskripsi itu telah terealisasi!

Adapun yang menunjukkan bahwa keadaan ini di dalam hadis pertama, “al-mulku al-jabriy (kekuasaan diktator),” adalah keadaan yang sama pada hadis kedua, “du’âtun ‘alâ abwâb an-nâr (para penyeru ke pintu-pintu neraka)”. Itu adalah perenungan keadaan yang mendahului kekuasaan diktator itu pada hadis pertama, dan perenungan keadaan yang mendahului fitnah yang buta dan bisu pada hadis kedua. Hadis pertama menyebutkan sebelum kekuasaan diktator, al-mulku al-‘adhûd (kekuasaan yang menggigit),” yakni Khilafah yang berlangsung sekitar 1.300 tahun pada masa Umawiyah, ‘Abbasiyah dan Utsmaniyah. Ini yang kami katakan di dalam buku-buku kami bahwa penerapan yang buruk telah terjadi selama masa itu, khususnya pada masalah baiat. Baiat terjadi untuk seseorang dari keluarga Khalifah sebelumnya dan kaum Muslim terbiasa dengan itu. Alih-alih baiat itu untuk orang yang diridhai oleh kaum Muslim yang berasal dari kaum Muslim secara umum, justru baiat dibatasi di lingkaran keluarga Khalifah saja. Artinya, periode itu merupakan Khilafah, tetapi di dalamnya “Khalifah menggigit (kekuasaan) dengan geraham” agar Khilafah tidak keluar dari lingkaran keluarganya.  Periode ini adalah periode yang disebutkan di dalam hadis kedua “hudnat[un] ‘alâ dakhan[in] (perdamaian di atas asap)”. Ini sebagaimana yang ada di dalam riwayat Imam al-Bukhari:

خَيْر فِيهِ دَخَن. قُلْت: وَمَا دَخَنُهُ؟ قَال: قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِر

“Kebaikan yang di dalamnya terdapat asap.”  Aku bertanya, “Apa asapnya?”  Beliau menjawab, “Kaum yang memberikan petunjuk dengan selain petunjukku, engkau mengetahui (kebaikan mereka) dan mengingkari (keburukan mereka).” 

 

Setelah periode ini, Rasul saw. memberitahu kita di dalam hadis pertama bahwa Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian akan ada setelah kekuasaan diktator itu.

Adapun di dalam hadis kedua, Hudzaifah ra. tidak bertanya setelah fitnah yang buta dan bisu dan para penyeru ke pintu-pintu neraka. Hudzaifah tidak bertanya, apa yang ada setelah keburukan ini. Namun, terasa berat bagi diri perkara tersebut dan dia pun sibuk bertanya apa yang dia lakukan jika keadaan itu menghampiri dirinya.

Ringkasnya, kompromi antara kedua hadis tersebut adalah sebagai berikut:

Hadis pertama menyebutkan al-mulku al-jabriy (kekuasaan diktator), dan tidak merinci keburukannya. Rasul saw memberitahu kita bahwa Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian akan kembali setelah kekuasaan diktator ini.

Adapun hadis kedua, Hudzaifah tidak bertanya tentang apa yang akan ada setelah fitnah yang buta dan bisu (fitnat[un] amyâ‘u shammâ‘u) itu. Dia tidak bertanya tentang apa yang ada setelah periode ini, yang merupakan periode yang sama dengan periode al-mulku al-jabriy (kekuasaan diktator) yang dinyatakan di dalam hadis pertama. Sebaliknya, Hudzaifah bertanya apa yang harus dia lakukan jika keadaan ini menghampiri dirinya.

Begitulah. Akhir kedua hadis tersebut tidak satu, tetapi berbeda: (1) berakhir dengan Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian setelah al-mulku al-jabriy (kekuasaan diktator); (2) hadis kedua berhenti pada periode du’âtun ‘alâ abwâb an-nâr (para penyeru ke pintu-pintu neraka), yakni al-mulku al-jabiry (kekuasaan diktator), dan Hudzaifah tidak bertanya keadaan yang ada setelah itu.

Berikutnya, tinggal satu masalah, yaitu apa yang ditanyakan di akhir pertanyaan tentang hadis kedua:

“Engkau mati, Hudzaifah, dan engkau sedang menggigit tonggak pohon adalah lebih baik untukmu daripada engkau mengikuti salah seorang dari mereka.”

Di dalam riwayat Imam al-Bukhari dinyatakan: Aku bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku jika hal itu menghampiriku?”  Beliau menjawab, “Berpeganglah pada Jamaah kaum Muslim dan Imam mereka!”  Aku bertanya, “Jika mereka tidak memiliki Jamaah dan Imam?”  Beliau menjawab, “Jauhilah semua kelompok itu sekalipun engkau harus menggigit akar pohon hingga kematian menghampirimu, sedangkan engkau tetap dalam keadaan seperti itu.”

Ini tentu saja, orang yang kebenaran belum jelas bagi dirinya, akan memandang mereka semua merupakan para penyeru ke pintu-pintu neraka. Karena itu dia harus menjauhi mereka semua. Namun, jika telah jelas kebenaran bagi dirinya dan dia melihat orang-orang yang menyerukan kebenaran, maka hendaklah dia berjalan bersama mereka dan tidak menjauhkan diri (‘uzlah). Dia hanya menjauhi semua penyeru ke neraka.

Atas dasar itu, bisa dipertemukan antara kedua hadis itu dengan memahami keduanya seperti yang disebutkan di atas.

WalLâh a’lam wa ahkam. []

 

[Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah]

Sumber:

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/73798.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2870670309845641]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ten − 8 =

Back to top button