Hiwar

Wahyudi al-Maroky: Islam Segera Menggantikan Sistem Sekular

Pengantar Redaksi:

Rezim sekular saat ini tampak makin refresif. Padahal ia merupakan hasil dari Pemilu demokratis. Bahkan dipilih langsung oleh rakyat. Anehnya, reim ini sering menindas rakyat. Di antaranya melalui  ragam kebijakan yang makin menyengsarakan rakyat. Suara-suara rakyat yang kritis terhadap rezim juga dibungkam. Bahkan banyak aktivis kritis ditangkap dan dipenjarakan.

Mengapa ini bisa terjadi? Apa akar penyebabnya? Mengapa sistem demokrasi bisa menghasilkan rezim atoriter anti demokrasi? Bagaimana cara Islam mencegah lahirnya rezim represif dan otoriter?

Itulah di antara pertanyaan Redaksi kepada pengamat politik dan pemerintahan sekaligus Direktur Pamong Institute, Wahyudi al-Maroky. Berikut hasil wawancaranya.

Banyak kalangan mengatakan bahwa rezim saat ini sedang berjalan menuju rezim refresif. Benarkah demikian?

Lebih tepatnya sedang Menuju represif radikal. Kalau sekadar represif, saat ini sudah sangat represif. Rezim ini mengekang, menekan dan menindas pihak yang bersuara kritis.

 

Apa tanda-tanda bahwa rezim saat ini menuju kesana?

Setidaknya ada tiga indikasi. Pertama: Semakin banyaknya para aktifis kritis yang ditangkap.

Kedua: Semakin sempit ruang keakraban sosial. Ini tampak dari sikap rezim yang memosisikan para aktifis kritis sebagai lawan, bukan sebagai kawan diskusi. Andai rezim ini memosisikan para aktifis kritis sebagai kawan diskusi maka akan tercipta ruang keakraban sosial. Dengan keakraban dan diskusi yang hangat, tentu akan menghasilkan banyak gagasan kreatif untuk menyelesaikan problematikan bangsa ini.

Ketiga: Devisitnya modal sosial. Kekompakan masyarakat mulai pudar bahkan terbelah akibat adanya sikap rezim yang represif terhadap para aktivis. Akibatnya, masyarakat terbelah menjadi pro pada aktifis dan pro rezim. Terkikisnya suasana gotong royong, kompak, guyub, saling memberi dan berkorban sesama masyarakat semakin tipis. Sebaliknya, yang tumbuh rasa curiga terhadap pihak oposisi yang kritis dan sebaliknya. Akibatnya, muncul suasana saling curiga dan kegaduhan di tengah publik. Ini tentu sangat tidak kondusif untuk kehidupan yang nyaman suatu negeri.

 

Jadi benar rezim saat ini membungkam kelompok dan tokoh-tokoh kritis?

Ya, ada upaya membungkam kelompok kritis secara sistematis dan masif. Hal ini tampak dengan dua cara. Pertama: Mengajak para aktivis kritis itu masuk ke dalam kekuasaan dengan diberikan jabatan tertentu atau kegiatan tertentu. Para aktifis yang masuk dalam kekuasaan itu akan sibuk dengan kursi baru yang empuk dengan setumpuk sarana dan kegiatan baru. Akibatnya, mereka kehilangan daya kritisnya.

Kedua: Para aktivis yang tidak mau bekerjasama dan bergabung dalam jajaran kekuasaan, inilah yang ditekan dan kelak dikriminalisasi. Tentu dengan menggunakan pasal-pasal karet dalam UU ITE. Sudah banyak para aktifis yang dijerat dengan UU ITE ini, sebut saja Jonru, Ali Baharsyah, Jumhur, Gus Nur, Syahganda, dan masih banyak lagi. Sebaliknya, para aktivis yang pro rezim tetap aman. Sebut saja Abu Janda, Denny Siregar, Ade Armando, dll.

 

Benarkah rezim ini menggunakan organ-organ kekuasaan untuk melindungi dirinya?

Sebenarnya hampir semua rezim yang sedang berkuasa di dunia ini menggunakan organ kekuasaan negera untuk melindungi kekuasaanya. Namun ada yang bermain cantik sesuai koridor aturan hukum, ada yang kasar dan ada yang brutal.

Rezim yang cerdas biasanya pandai mengambil hati rakyat dan memanfaatkan potensi orang-orang hebat untuk mendukung kekuasaannya. Mereka dengan cerdas dan cantik mengikuti koridor hukum yang ada dan memanfaatkan setiap celah sempit hukum yang ada. Celah itu mereka gunakan untuk mengambil benefit politik maksimal demi menjaga kekuasaanya. Mereka tampak tidak arogan. Tampil dengan lemah lembut. Bahkah banyak memberikan bantuan dan banyak menerbar senyum di hadapan publik.

Bagi rezim yang kemampuannya standar tentu akan memanfaatkan orang-orang yang kapasitasnya hampir sama. Akibatnya, mereka kurang begitu cantik dalam bermain politik di hadapan publik. Sesekali tampak menabrak aturan hukum yang berlaku. Publik masih bisa memakluminya. Namun, rezim yang kurang cerdas bukan hanya menabrak beberapa aturan hukum bahkan bertindak di luar aturan. Biasanya itu dilakukan untuk menutupi kelemahannya. Akibatnya, banyak terjadi tindakan arogan dan menimbulkan kegaduhan publik.

 

Banyak kalangan menyatakan bahwa rezim sekarang menggunakan UU karet, yakni UU ITE, untuk kepentingannya. Benarkah demikian?

Ya, benar. Terbukti banyak yang ditangkap dengan menggunakan UU ITE ini. Pasal yang sering digunakan itu dijuluki pasal karet di antaranya, Pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 (2). Juga ada beberapa pasal lainnya, seperti: Pasal 27 (3) tentang Pencemaran nama baik, Pasal 28 (2) tentang Ujaran Kebencian (UBEN) SARA,

dan Pasal 45B tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti sebagaimana Pasal 29.

Di antara pasal yang paling populer dan sering digunakan adalah pasal 28 ayat (2). Dengan pasal ini, pihak rezim bisa langsung menahan aktifis karena ancaman hukumannya di atas lima tahun. Dengan ditahan itu miniml para aktifis kehilangan kesempatan untuk beraktivitas di tengah publik.

UU ITE inilah yang banyak dikritik para aktifis. Padahal awal UU ini dibentuk bertujuan untuk melindungi konsumen dalam transaksi elektronik.

 

Saat ini bermunculan buzzer, media mainstream yang menjadi corong pemerintah, dll. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah cara rezim melakukan rekayasa opini dalam rangka melindungi rezim. Benarkah?

Ya, benar. Setiap rezim perlu membangun komunikasi publik yang baik. Tujuannya tentu agar citra rezim di hadapan publik tampak baik. Hal itu tentu akan baik jika dilakukan dengan jujur dan tidak ada dusta. Publik memang perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi secara jujur dilakukan para pemimpin yang mereka pilih. Jika rezim ini benar-benar bekerja untuk rakyat, pastilah rakyat akan merasakannya. Dengan demikian publikasi itu sekadar menegaskan manfaat yang dirasakan publik.

Persoalan muncul ketika apa yang dikerjakan rezim tidak benar-benar menjawab kebutuhan rakyat. Akibatnya, rakyat tidak merasakan manfaat dari kebijakan yang dikerjakan rezim. Di titik inilah mulai perlu ada rekayasa opini. Suatu kebijakan yang sebenarnya tidak diperlukan rakyat, bahkan tidak sejalan dengan kepentingan rakyat, dipaksakan seolah-olah itu demi rakyat. Caranya adalah merekayasa opini agar itu seolah-olah diinginkan rakyat dan untuk rakyat. Sebagai contoh terbaru adalah kebijakan yang melahirkan UU Cipta Kerja. Ini jelas-jelas ditolak oleh pekerja dan berbagai Ormas, termasuk para akademisi serta berbagai lapisan masyarakat. Namun, rezim dengan sombongnya tak mau mendengar suara rakyat lagi. Suara rakyat hanya diperlukan saat Pemilu. Setelah jadi penguasa mereka tak mendengar lagi suara rakyat. Itulah anomali demokrasi. Hanya menjadi kendaraan para oligarki untuk mengamankan kepentingan mereka.

 

Beberapa ajaran Islam seperti Jihad, Jilbab, Khilafah, dll mendapat cap jelek, kriminalisasi dan monsterisasi. Termasuk juga ulamanya. Apakah ini juga upaya rezim untuk menjauhkan umat Islam dengan syariahnya?

Ini sebenarnya bagian dari agenda kapitalisme global untuk menguasai dan menjajah negara-negara lain dunia. Selama ini agenda yang dikomandoi oleh AS dan antek-anteknya itu mendapat saingan dari komunisme global. Namun, komunisme global melemah seiring dengan bangkrut dan runtuhnya Uni Soviyet. Saat ini yang dianggap sebagai hambatan terbesar dari agenda kapitalisme global itu adalah Islam.

Dalam pandangan mereka Islam merupakan hambatan terbesar dan punya potensi untuk memimpin dunia. Mereka paham betul bagaimana catatan sejarah Islam yang dengan gemilang bisa menguasai peradaban dunia. Oleh karena itu mereka berpikir keras dan mengadakan riset untuk menyusun strategi menghadapi Islam. Munculah apa yang dihasilkan RAND Corporation itu.

Setidaknya ada dua strategi utama yang mereka lakukan untuk menghadapi Islam, yakni melemahkan dan memecah-belah alias adu domba.

Pertama, upaya melemahkan Islam. Ajaran Islam dijauhkan dan dibuat asing dari kehidupan umat Islam. Mereka lalu menakut-nakuti umat Islam dengan tudingan negatif pada ajaran Islam seperti jibab, jihad, hukum Islam, khilafah, dll. Akibatnya, banyak umat Islam yang alergi dengan ajarannya sendiri.

Kedua, politik belah bambu dan adu domba. Siapa yang mau ikut agenda kapitalisme global akan diberi reward, baik kesejahteraan maupun posisi tertentu. Siapa yang tidak sejalan dengan agenda kapitalisme itu akan dituding radikal, teroris, intoleran dan berbagai tudingan negatif lainnya.

 

Apa yang menyebabkan itu semua?

Watak sombong dan serakah yang tak kenal haram-halal itulah yang mendominasi ideologi kapitalisme sekular. Kini mereka sedang menjalankan agenda kapitalisme globalnya di negara-negera berkembang. Tujuan mereka adalah melakukan kontrol dan mendominasi “menjajah” mereka baik politik maupun ekonominya.

Dari sisi ekonomi, kekayaan alam di negeri-negeri Muslim itu bisa dikuasai oleh kaum kapitalis global. Dari sisi politik, mereka mendorong dan menekan negera-negara Muslim itu menerapkan sistem demokrasi. Melalui sistem demokrasi ini mereka masuk dan merancang orang-orang yang loyal dengan kepentingan mereka untuk berkuasa. Tentu mereka mencari orang yang memiliki cacat dan dosa politik sehingga bisa disandera ketika sudah berkuasa. Selanjutnya mereka bisa mengarahkan dan mendominasi kebijakan politik di negara-negara itu untuk berpihak pada kepentingan kapitalisme global. Tak heran jika di negeri-negeri yang menerapkan sistem demokrasi tumbuh subur KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Dengan suburnya praktik korupsi dan kegaduhan sistem politik demokrasi, agenda penjajahan kapitalisme global berjalan mulus. Mereka pun dengan nyaman mengeruk kekayaan alam di negeri-negeri itu. Di sisi lain, rakyat sibuk dengan konflik politik dan pemberantasan korupsi yang tiada akhir.

 

Apakah ini karakter kegagalan demokrasi?

Justru ini adalah keberhasilan kaum kapitalis sekular dalam memanfaatkan demokrasi untuk menjaga kepentingan mereka.

 

Mengapa demokrasi menyuburkan hal-hal di atas?

Demokrasi menyuburkan praktek KKN karena sistem ini didesain dengan biaya mahal. Dengan proses politik yang mahal, hanya orang-orang yang punya uang saja yang bisa mengikutinya. Kalaupun tak punya cukup uang, harus ada investor politik yang mendanainya. Di sinilah pintu awal masuknya kepentingan kaum kapitalis itu.

Dititik inilah bertemunya dua kepentingan. Politisi perlu dana kampanye untuk biaya proses demokrasi, sementara para pebisnis ingin menunggangi negara untuk kepentingan bisnisnya.

 

Yang diuntungkan rakyat atau oligarki?

Tentu para oligarki. Mereka punya akses kekuasaan dan akses keuangan. Dua jurus ini sangat ampuh untuk memuluskan kepentingan para oligarki. Satu sisi para politisi perlu uang untuk mengembalikan utang-utang politiknya. Di sisi lain mereka punya kewenangan untuk bernegosiasi dengan para oligarki yang punya uang dan perlu legalitas demi melindungi kepentingannya.

Tak heran jika kemudian lahir kebijakan, aturan bahkan undang-undang yang sangat tidak pro rakyat, tetapi sangat pro oligarki.

 

Bagaimana syariah Islam mengatur penguasa hingga mampu menyejahterakan rakyatnya?

Dalam Islam penguasa dipilih oleh rakyat untuk melaksanakan tiga hal utama. Pertama, menerapkan syariah Islam secara kaffah di dalam negeri. Kedua, mengurusi rakyatnya dengan baik agar sejahtera. Ketiga, melaksanakan politik luar negeri dengan dakwah dan jihad.

Dalam catatan sejarah, Khalifah Umar bin Abdul azis hanya perlu waktu lebih dua tahun untuk menyejahterakan rakyatnya. Seluruh negeri tak ada agi rakyat yang berhak menerima zakat.

 

Apa yang dilakukan umat Islam untuk mewujudkannya?

Umat Islam harus memenuhi tiga prasyarat. Pertama, menggunakan sistem yang pernah terbukti mengantarkan kesuksesan puncak perdaban islam. Kedua, harus menggunakan strategi ataupun langkah-langkah dengan metode yang pernah terbukti berhasil. Ketiga, mencontoh dan meneladani pemimpin yang pernah sukses dan berhasil membangun peradaban Islam.

Umat Islam mesti berupaya dengan sungguh-sungguh untuk bisa menerapkan Islam dalam kehidupannya. Oleh karena itu umat Islam mesti memilih metode dan cara yang tepat agar berhasil. Metode sudah terbukti berhasil dalam sejarah adalah apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau telah berjuang dan berhasil dalam membangun peradaban Islam dan menerapkannya di Madinah. []

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fourteen + 10 =

Back to top button