Iqtishadiyah

Dinar-Dirham Berpotensi Menggantikan Dolar AS

BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan) telah tumbuh menjadi salah satu organisasi ekonomi yang diperhitungkan di dunia. Beberapa negara juga telah mendaftar untuk menjadi perkumpulan ekonomi alternatif tersebut. Salah satu agenda BRICS adalah merencanakan pembentukan mata uang bersama untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Motifnya adalah mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS yang menguasai transaksi perdagangan dan cadangan devisa global. Hal ini membuat negara-negara di dunia rentan terhadap fluktuasi nilai dolar dan kebijakan moneter AS. Selain itu, sistem moneter saat ini yang dikelola oleh lembaga-lembaga seperti IMF dan Bank Dunia, dianggap lebih mencerminkan kepentingan negara-negara Barat dan kurang peka terhadap kepentingan negara-negara berkembang.

 

Pengaruh Dolar AS Menurun

Tidak dapat dipungkiri bahwa popularitas suatu mata uang sangat ditentukan oleh negara yang mengeluarkannya. Ketika Inggris menjadi negara utama dunia, pangsa penggunaan Pound Sterling juga dominan, yaitu 69 persen pada 1940. Lalu ketika AS menjadi negara adidaya, dolar AS menjadi mata uang cadangan global utama. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kekuatan ekonomi dan militer AS, serta posisinya sebagai pusat perdagangan dan keuangan global. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dominasi dolar AS telah mulai melemah. Indikasi tersebut, antara lain, terlihat pada pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global yang telah menurun dari 71 persen pada tahun 2000 menjadi 58 persen pada 2022.1

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelemahan dominasi dolar AS tersebut. Pertama: Menurunnya kekuatan ekonomi AS baik dari aspek pertumbuhan ekonomi, perdagangan dan investasi. Sebagai contoh, porsi PDB (PPP) AS dalam ekonomi global telah menurun dari 21,5 persen pada tahun 2000 menjadi 15,6 persen pada tahun 2022.

Kedua: Meningkatnya pengaruh ekonomi negara-negara Asia, khususnya Cina.

Ketiga: Meningkatnya ketidakpercayaan terhadap dolar AS.

Penyebab ketidakpercayaan ini muncul lantaran kebijakan moneter AS yang tidak stabil. Ini yang menyebabkan krisis keuangan dan moneter di negara-negara lain. AS, misalnya, telah menerapkan kebijakan moneter yang ekspansif dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini telah menyebabkan inflasi yang tinggi akibat peningkatan jumlah uang beredar di pasar domestik dan di pasar global. Namun, ketika AS melakukan pengetatan moneter, uang yang beredar tersebut kembali ke AS. Ini yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang melemah secara tajam.

Selain itu, AS telah menggunakan mata uangnya sebagai senjata ekonomi untuk menekan negara-negara yang dianggapnya bermusuhan. Contohnya, pada tahun 2014 AS membekukan aset Bank Sentral Rusia (CBR) yang disimpan di AS karena melakukan aneksasi ke Crimea, Ukraina. Kebijakan itu kembali diterapkan pada tahun 2022 setelah Rusia kembali menginvasi Ukraina.  Melalui IMF dan Bank Dunia, pinjaman dengan mata uang dolar AS ke negara-negara yang mengalami krisis, juga diikat dengan syarat-syarat yang kerap menguntungkan AS dan sekutunya.

 

Mata Uang dalam Islam

Berbeda dengan standar mata uang yang berkembang di dalam negara-negara kapitalisme yang sesuai dengan kesepakatan manusia, standar moneter telah diatur secara terperinci di dalam Islam. Penggunaan standar mata uang emas dan perak, atau disebut dinar dan dirham, merupakan mata uang yang akan diadopsi oleh negara Islam, yang disebut sebagai Khilafah Islam. Menurut An-Nabhani (2004) ada beberapa alasan mengapa mata uang yang sahih menurut Islam adalah emas dan perak, yaitu: Pertama, ketika Islam melarang praktek penimbunan harta, Islam hanya membuat larangan tersebut untuk emas dan perak. Padahal harta itu tidak hanya emas dan perak.

Kedua, Islam mengaitkan satuan mata uang emas dan perak dengan berbagai hukum seperti diyat dan batasan potong tangan.

Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang. Beliau menetapkan emas dan perak saja sebagai standar mata uang untuk transaksi barang dan jasa.

Keempat, ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan nisab tersebut dengan nisab emas dan perak.

Kelima, aturan mengenai pertukaran mata uang hanya dilakukan pada emas dan perak. Seluruh transaksi keuangan di dalam Islam juga hanya dinyatakan dengan emas dan perak.2

Mata uang emas memiliki sejumlah keunggulan yang signifikan dibandingkan dengan mata uang kertas. Selama ribuan tahun, emas telah berperan sebagai penyimpan nilai dan alat tukar yang sangat stabil di seluruh dunia. Keunggulan ini didasarkan pada fakta bahwa emas memiliki nilai fisik yang tinggi dan daya tahan yang luar biasa. Dengan itu ia , memiliki nilai nominal dan intrinsik yang setara. Ini berbeda dengan mata uang kertas yang seringkali memiliki nilai nominal yang jauh lebih tinggi daripada nilai intrinsiknya.

Pasokan emas juga lebih stabil. Dengan begitu  tingkat inflasi yang disebabkan oleh penambahan jumlah uang (monetary inflation) cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mata uang kertas dan komoditas lainnya. Dalam sistem standar emas dan perak, pasokan uang tidak terkendali oleh otoritas pusat apa pun. Hal ini berarti mata uang emas tidak rentan terhadap manipulasi atau kendali oleh pemerintah atau entitas lain yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar

 

Menuju Mata Uang Dunia

Untuk mendorong implementasi emas dan perak sebagai mata uang global seperti yang diajarkan oleh Islam diperlukan beberapa langkah yang bersifat strategis.

Penerapan standar emas oleh Negara Islam bersama dengan ajaran Islam lainnya dapat membuktikan bahwa standar moneter emas dan perak mampu mendorong stabilitas ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan standar mata uang kertas (fiat money). Negara yang menerapkan standar moneter emas akan memiliki tingkat inflasi (monetary inflation) yang rendah, nilai tukar yang stabil dan kompetitif. Hal ini akan membantu membangun kepercayaan terhadap emas dan perak dan membuatnya lebih menarik bagi negara-negara lain.

Penerapan ajaran Islam yang konsisten berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil. Pendistribusian kekayaan yang adil dan pertumbuhan ekonomi yang stabil akan meningkatkan standar hidup bagi penduduknya. Sistem ekonomi Negara Islam juga akan menciptakan iklim investasi yang sehat, berbeda dengan negara-negara kapitalis pada umumnya. Faktor-faktor ini termasuk sistem perpajakan yang unik dan lebih ringan dibandingkan dengan negara-negara kapitalis, penghapusan riba yang menghambat investasi, serta larangan terhadap aktivitas spekulatif seperti yang terjadi di pasar modal dan pasar komoditas berjangka. Dengan iklim ini, Negara Islam dapat menarik individu berbakat dan pengusaha dari berbagai negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara Islam. Kemajuan ekonomi ini akan menjadi daya tarik bagi negara-negara lain untuk mengadopsi sistem serupa, termasuk dalam hal moneter.

Negara Islam juga akan memperkenalkan dan secara aktif menggunakan mata uang emas dan perak dalam perdagangan baik di tingkat bilateral maupun global. Negara Islam juga akan aktif terlibat dalam diplomasi dan hubungan internasional untuk menyebarkan ajaran Islam dan menjalin kerjasama yang bermanfaat bagi Negara Islam dan umat Muslim. Salah satu aspeknya adalah mempromosikan sistem standar mata uang berbasis emas dan perak sebagai sistem yang unggul dibandingkan sistem mata uang lainnya.

Faktor lain yang sangat penting adalah penerapan regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap produksi, distribusi dan penggunaan mata uang emas. Pengawasan ini diperlukan untuk mencegah transaksi yang tidak sah yang melibatkan emas, seperti pemalsuan, penimbunan, serta praktik riba dan pertukaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Pemalsuan mata uang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terhadap uang negara, sedangkan penimbunan dapat memperlambat perputaran uang dalam ekonomi.

Salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas standar emas adalah mendorong kecepatan peredaran uang (velocity of money). Karena itu Negara Islam akan mendorong kegiatan ekonomi riil dan mematikan ekonomi non-riil ala kapitalisme. Ini dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat untuk membelanjakan harta mereka, baik melalui konsumsi maupun investasi. Negara Islam juga melarang penimbunan emas dan perak (kanz mal) sebagaimana disebutkan di dalam al-Quran (QS at-Taubah [9]: 34). Semakin tinggi tingkat peredaran uang maka jumlah pasokan uang yang dibutuhkan relatif lebih sedikit dibandingkan jika uang berputar lebih lambat karena lebih banyak yang disimpan atau ditabung.3

Negara Islam juga akan membangun cadangan emas yang kuat, yang akan mem-backup  mata uang negara yang beredar di masyarakat. Penerapan standar mata uang emas dan perak dapat dilakukan dengan penggunaan emas dan perak ataupun mata uang subtitusi yang ditopang oleh kedua komoditas tersebut. Meskipun demikian, pertukaran barang dan jasa di dalam masyarakat dapat dilakukan selain menggunakan komoditas uang.

Cadangan emas dan perak tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk sektor pertambangan emas dan perak dalam negeri, cadangan emas yang berasal berada dalam kendali Negara Islam, dan emas yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang dibayar dengan emas. Negara Islam yang memiliki cadangan kekayaan alam yang melimpah juga dapat menjadi cadangan emas potensial. Sebabnya, penjualan komoditas tersebut akan dibayarkan dengan emas dan perak. Selain dari sumberdaya alam, daya saing negara di sektor lainya, seperti industri manufaktur, sektor jasa yang berteknologi tinggi juga harus kompetitif, sehingga mampu menghasilkan surplus neraca pembayaran yang dapat menjadi sumber cadangan emas dan perak.

Dalam sistem standar emas penuh, uang yang dicetak atau diciptakan oleh negara harus didukung oleh cadangan emas yang setara. Karena itu, negara yang menerapkan standar emas secara penuh juga akan melarang praktik fractional reserve banking yang memungkinkan sektor perbankan untuk melipatgandakan uang yang dikeluarkan oleh bank sentral. Proses fractional reserve banking secara singkat adalah bank dapat memberikan pinjaman lebih banyak daripada cadangan deposito (emas) yang sebenarnya yang mereka miliki. Dalam sistem tersebut, bank hanya perlu menyimpan sebagian kecil dari total deposito yang mereka terima sebagai cadangan, sementara sisanya dapat digunakan untuk memberikan pinjaman kepada peminjam lain atau digunakan untuk berbagai investasi.

Dampak dari praktik ini adalah terciptanya uang tambahan dalam sistem moneter tanpa penambahan dukungan cadangan emas yang setara. Oleh karena itu, di negara-negara yang menganut standar mata uang fiat, rasio antara uang kartal yang dikeluarkan oleh bank sentral dan jumlah uang yang beredar sangat kecil. Sebagai contoh, pada 2022, uang kartal yang dicetak Bank Indonesia sebesar Rp 897 triliun atau hanya 10,5 persen dari total jumlah uang beredar (M2) sebesar Rp 8.528 triliun. Sejumlah ekonom mainstream, seperti Simon dan Fisher juga mengkritik fractional reserve banking sebagai salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi. Karena itu, mereka berpandangan bahwa standar emas tidak dapat beroperasi secara stabil dengan fractional reserve banking.4 

Negara Islam akan mengembangkan strategi sesuai dengan hukum-hukum syariah untuk mencapai rasio yang penuh antara jumlah uang beredar dan cadangan emas serta perak yang dimiliki oleh negara. Proses ini akan memerlukan ijtihad dan analisis yang mendalam mengenai kondisi negara saat Khilafah diberlakukan. Secara umum, selama masa transisi dari penggunaan mata uang kertas menuju sistem berdasarkan emas dan perak, terdapat beberapa opsi kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh negara tersebut, antara lain:

  1. Menetapkan satuan moneter yang sah, yaitu 4,25 gram perdinar emas murni dan 2,975 gram perdirham perak murni, sebagai dasar sistem mata uang.
  2. Menghimpun potensi cadangan emas ke dalam kas negara, yang dapat berasal dari pemerintahan sebelumnya, meningkatkan produksi tambang-tambang emas yang dikontrol oleh negara, serta mendorong penukaran emas yang dimiliki oleh publik, termasuk dengan cara sukarela.
  3. Mengeluarkan mata uang sesuai dengan jumlah cadangan emas dan perak yang dimiliki oleh negara.
  4. Menghimpun seluruh uang kartal (kertas/logam) lokal yang beredar di masyarakat, baik yang tersimpan di sektor perbankan maupun di luar sektor perbankan, di dalam dan luar negeri, dalam jangka waktu sesegera mungkin.
  5. Menetapkan nilai uang emas dan perak yang menjadi hak masing-masing pemilik yang menyetorkan uang kartal mereka kepada negara.
  6. Mengganti secara bertahap uang kartal lokal dengan mata uang emas dan perak sesuai dengan cadangan yang dimiliki negara.
  7. Mengeluarkan surat utang atau cek kepada individu dan korporasi yang belum mendapatkan penggantian dengan mata uang emas dan perak, yang akan dibayar secara bertahap sejalan dengan pertambahan cadangan emas dan perak negara.
  8. Menetapkan surat utang atau cek tersebut sebagai alat tukar sementara selain mata uang emas dan perak sehingga kehidupan ekonomi sehari-hari tetap dapat berjalan normal, dan masyarakat tidak terdzalimi dan kehilangan kepercayaan terhadap negara yang baru lahir
  9. Menukar mata uang asing yang dimiliki individu, korporasi dan negara, baik dengan membelanjakannya untuk kebutuhan impor atau menukarnya dengan emas dan perak. Namun, negara dapat menyimpan mata uang kuat tertentu untuk kebutuhan impor.
  10. Menjual semua komoditas, seperti minyak, batubara, nikel, dan sebagainya, yang diekspor, jika memungkinkan, hanya dalam bentuk emas dan perak, atau melalui sistem barter dengan barang-barang yang dibutuhkan oleh negara atau penduduk di dalam negeri.
  11. Membayar produk impor dengan emas dan perak hanya setelah seluruh mata uang asing yang ada di dalam negeri telah dikeluarkan.
  12. Menghitung utang luar negeri berdasarkan nilai emas dan perak.
  13. Tidak membatasi arus masuk dan keluarnya emas karena basis mata uang emas dan perak mengasumsikan kebebasan impor dan ekspor emas dan perak, sehingga menciptakan stabilitas moneter, keuangan, dan ekonomi
  14. Mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi sistem mata uang berdasarkan emas dan perak.5

 

Alhasil, solusi yang sahih untuk mengatasi problem sistem moneter dewasa ini adalah penerapan standar emas dan perak sebagaimana yang telah disyariatkan di dalam Islam. Standar tersebut insya Allah akan diberlakukan oleh Negara Khilafah Islam sesuai dengan ketentuan syariah Islam.

WalLaahu a’lam bi ash-shawaab [Muis]

 

Catatan kaki:

1        International Monetary Fund. World Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserves. https://data.imf.org/regular.aspx?key=41175; James Eagle (Published 2 years ago on December 8, 2021) Here’s How Reserve Currencies Have Evolved Over 120 Years.https://www.visualcapitalist.com/cp/how-reserve-currencies-evolved-over-120-years/  Diakses 10 September 2023

2        An-Nabhany, T. (2004). Al-Nidhâm al-Iqtishâdy fi al-Islâm. Beirut: Darul Ummah, cet. ke-6, hal. 263-264.

3        Sebagai contoh, sebuah negara dengan populasi 100 juta orang memiliki kecepatan peredaran uang sebesar 10 kali per tahun, artinya setiap unit uang digunakan untuk transaksi rata-rata sebanyak 10 kali dalam setahun. Dengan demikian, total transaksi yang terjadi dalam setahun adalah 100 juta unit uang x 10 kali per tahun = 1 miliar transaksi. Sebaliknya, jika kecepatan peredaran uang adalah 5 kali per tahun, maka jumlah pasokan uang yang dibutuhkan untuk 1 miliar transaksi adalah sebesar 200 juta unit uang (1 miliar / 5 kali).

4        Skousen, M. (1996). Economics of a Pure Gold Standard. The Foundation for Economic Education, Inc., Irving-on-Hudson, NY, 3rd ed., hal. 43.

       Kaifiyyah tahwîl al-umâlât al-mahalliyyah ilâ umâlât dzahabiyyah wa fiddah. Majallah al-Waie (Arab) No. Juni 1999; Tarîqah tahwîl al-umâlât al-hâliyaah ilâ dzahabiyyah wa fiddahiyyah. Majallah Al-Waie (Arab) No. 169 Mei 2001.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twelve + four =

Back to top button