Nafsiyah

Bukti Cinta Kepada Allah SWT

Mahabbah (cinta) kepada Allah itu beralamat. Alamatnya adalah taat. Mahabbah kepada Allah juga bersyarat. Syaratnya adalah al-ittibâ’. Meniti jalan yang mulia Rasulullah saw. Ini sejalan dengan firman-Nya:

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١ قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٢

Katakanlah (Muhammad), “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian berpaling, sungguh Allah tidak menyukai kaum kafir.” (QS Ali Imran [3]: 31-32).

 

Dalam ayat ini, Allah mengajari hamba-Nya agar membuktikan mahabbah pada-Nya. Ditandai dengan bentuk kalimat syarat (jumlah syarthiyyah). Adanya huruf syarat (in dan fa’ jawâb syarthiyyah). Jawab-syarat senantiasa terikat pada syarat1. Ini sebagaimana diuraikan Abu Hilal al-Askari (w. 395 H). Hal demikian menunjukkan bahwa syarat mutlak membuktikan mahabbatuLlâh adalah meniti jalan mulia Rasulullah saw. Ini sebagai bagian dari bukti ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Imam al-Azhari menegaskan:

مَحَبَّة العَبْدِ الله وَرَسُوْلِهِ طَاعَتُه لَهُمَا وَاتِّبَاعُهُ أمْرهُما

Cintanya seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menaati Allah dan Rasul-Nya serta meniti jalan Rasul-Nya dalam ketaatan tersebut.

 

Mahabbah hamba kepada Allah SWT dibuktikan dengan mencintai keimanan yang terpatri indah dalam kalbu. Saat yang sama, ia membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Betapa indah apa yang Allah firmankan:

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِي كَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ ٧

Ketahuilah oleh kalian bahwa di tengah-tengah kalian ada Rasulullah, jika ia menuruti kemauan kalian dalam beberapa urusan, kalian benar-benar mendapat kesusahan. Namun, Allah menjadikan kalian ‘mencintai’ keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian. Allah pun menjadikan kalian membenci kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan lurus (QS al-Hujurat [49]: 7).

 

Dalam ayat yang agung ini Allah mengedepankan frasa fîkum di depan RasûlalLâh (taqdîm al-khabar ’alâ al-ism). Ini adalah kiasan dari peringatan atas perbuatan mengedepankan pandangan diri sendiri daripada pandangan Rasulullah saw. (li al-tahdzîr ’alâ wajh al-kinâyah). Pelajaran pentingnya: Mengajari kaum Muslim agar meniti apa yang Rasulullah saw. syariatkan atas mereka berupa hukum-hukum meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan kehendak mereka.2

Diikuti keberadaan al-fi’l al-mudhâri’ lafal yuthî’ukum. Ini menunjukkan bahwa jika perbuatan tercela tersebut berkesinambungan dan dianggap benar (fî katsîr[in] min al-amr), maka berakhir menjadi dosa dan kebinasaan.3

Akan tetapi, Allah menganugerahi mereka cinta pada keimanan, yakni mendekatkannya dalam kalbu,4 mendorong ketaatan dan membuahkan kebencian pada al-kufr (ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya), al-fusûq (melanggar hukum Islam) dan al-‘ishyân (menyelisihi ketaatan). Ini menunjukkan bahwa keimanan membuahkan ketaatan dan menjauhkan dari kemungkaran. Dipertegas dengan penyifatan ulâ’ika hum ar-râsyidûn. Mereka inilah yang khusus disifati ar-râsyidûn, yakni orang-orang yang konsisten di atas jalan lurus, tuntutan syariat, dan adab Islam (qashr al-shifat ‘alâ al-mawshûf).

Al-Hafizh Ibn al-Jauzi (w. 597 H) dalam Bahr al-Dumû’ (hlm. 28) memperingatkan:

تعصى الإله وأنت تزعم حبه * هذا محال في القياس بديع

لو كان حبك صادقًا لأطعته * إن المحب لمن يحب مطيع

Kau maksiat pada Allah tapi mengaku cinta pada-Nya

Ini mustahil dalam ukuran

Jika cintamu benar, niscaya kau akan menaati-Nya

Sungguh pecinta itu taat pada yang dia cinta

 

Mahabbah hamba kepada Allah takkan bertepuk sebelah tangan. Dalam perspektif balaghah, kalimat yuhbibkumuLlâh (Allah mencintai kalian) merupakan bentuk kiasan yang dipinjam (al-isti’ârah). Berkonotasi “Allah mengampuni kalian”. Ibn Arafah menegaskan bahwa mahabbatuLlâh li al-’abd (cinta Allah pada hamba-Nya) diwujudkan dalam bentuk ampunan-Nya.5 Bisa juga berkonotasi Allah meridhai kalian (yardhâ ’ankum), sebagaimana ditegaskan Syaikh Mahmud bin Abdurrahim Shafi (w. 1376 H).6

Sebaliknya, firman-Nya: fa innalLâha lâ yuhibbu al-kâfirîna” bermakna Allah takkan mengampuni kekufuran karena Allah selamanya tidak meridhainya7:

إِن تَكۡفُرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمۡۖ وَلَا يَرۡضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلۡكُفۡرَۖ ٧

Jika kalian kafir, sungguh Allah tidak memerlukan (iman) kalian dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya (QS az-Zumar [39]: 7).

 

Begitu pula segala bentuk kemungkaran; mencakup keyakinan, pemahaman dan amalan yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam; semisal Kapitalisme, Komunisme, Demokrasi, yang seluruhnya bertolak dari filsafat kufur. Imam al-Syathibi (w. 790 H) pun memperingatkan, “Mereka pun tidak menjadi seperti itu kecuali dengan keterikatan mereka terhadap hal-hal yang menyelisihi as-sunnah. Mengikuti mereka (kaum filosof) dalam perkara ini merupakan kesalahan besar dan penyimpangan dari jalan lurus.8

Begitu pula sikap buruk mempersekusi dakwah penegakkan Khilafah yang akan menegakkan syariah Islam, menghalang-halangi manusia menegakkan agama Allah dalam kehidupan. Semua ini merupakan sebab kemurkaan-Nya, menjauhkan dari cinta-Nya. Apa yang menimpa kaum Tsamud, misalnya, cukup menjadi pelajaran:

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيۡنَٰهُمۡ فَٱسۡتَحَبُّواْ ٱلۡعَمَىٰ عَلَى ٱلۡهُدَىٰ فَأَخَذَتۡهُمۡ صَٰعِقَةُ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡهُونِ بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ١٧

Adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk. Lalu mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan (QS Fushshilat [41]: 17).

 

Kalimat fastahabbû al-’umâ min al-hudâ’ (mereka lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk) merupakan bentuk kiasan yang dipinjam (al-isti’ârah) untuk menggambarkan betapa bodohnya mereka yang menukar petunjuk dengan kesesatan, setelah petunjuk tersebut sampai kepada mereka, hingga kesesatan digambarkan Allah dengan istilah al-’umâ’ (kebutaan).

Bukti paling aktual pada zaman ini, menimpa mereka yang bersikukuh menolak Khilafah, pada saat yang sama mati-matian membela Demokrasi-Kapitalisme (’asha-biyyah), menjegal dakwah penegakkan Khilafah Islamiyah demi menjaga singgasana kekuasaannya yang fana’. Wal ’iyâdzu bilLâh:

ٱلَّذِينَ يَسۡتَحِبُّونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا عَلَى ٱلۡأٓخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَيَبۡغُونَهَا عِوَجًاۚ أُوْلَٰٓئِكَ فِي ضَلَٰلِۢ بَعِيدٖ ٣

(Yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah serta menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh (QS Ibrahim [14]: 3).

 

WalLâhu a’lam. [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I; (Peneliti Balaghah al-Qur’an & Hadits Nabawiyyah)]

 

Catatan kaki:

1        Abu Hilal al-Hasan bin Abdullah al-‘Askari, Mu’jam al-Furûq al-Lughawiyyah, Mu’assasat al-Nasyr al-Islâmi, cet. I, 1424 H, hlm. 271.

2        Muhammad al-Thahir bin ‘Asyur, Al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Tunisia: Al-Dar al-Tunisiyyah, 1404 H, juz XXVI, hlm. 234.

3        Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, Al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj, Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, cet. II, 1418 H, juz XXVI, hlm. 228.

4        Ibid.

5        Abu ‘Ubaid Ahmad al-Haruri, Al-Gharîbîn fî al-Qur’ân wa al-Hadîts, KSA: Maktabat Nazzar Mushthafa al-Baz, cet. I, 1419 H, juz II, hlm. 395.

6        Mahmud bin Abdurrahim Shafi, Al-Jadwal fî I’râb al-Qur’ân, Damaskus: Dar al-Rasyid, cet. IV, 1418 H, juz XXVI, hlm. 281.

7        Ibid.

8        Ibrahim bin Musa al-Syathibi, Al-Muwâfaqât, Dâr Ibn ‘Affân, cet. I, 1417 H, juz I, hlm. 54.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × 1 =

Back to top button