Meneguhkan Kesatuan Qalbu Kaum Mukmin
Rekam jejak perjalanan hidup Rasulullah saw. dan para Sahabat adalah rekam jejak keikhlasan, pengorbanan (at-tadhhiyyât), ketawakalan dan keyakinan kepada Allah SWT. Seluruhnya menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan. Terutama bagi mereka yang meniti jalan perjuangan Islam, menyeru manusia kepada Allah dan merepresentasikan kehidupan yang bermanfaat bagi orang banyak bahkan bagi peradaban.
Rasulullah saw. dan para Sahabat berjuang secara berjamaah. Tidak sendiri-sendiri. Seluruhnya bersatu dalam satu keyakinan, satu pemikiran dan satu derap langkah. Mereka mengamalkan perintah berpegang teguh pada Diin dan membuktikan diri dengan berdakwah secara berjamaah (QS Ali ’Imran [3]: 103-104). Berbagai rintangan yang menghadang pun berhasil dihadapi dan diatasi. Sebagai ujian yang menempa para pejuang, benarlah ungkapan berikut:
لَوْلَا حَوَادِثَ الأَيَّامِ لَمْ يُعْرَفْ *
صَبْر الكِرَامِ وَلَا جَرْعَ اللِّئَامِ *
Andai tiada bencana-bencana hari-hari, tak kan diketahui kesabaran orang-orang yang terpuji, tidak pula kegundahan orang-orang yang tercela.
Kesatuan Qalbu (Pemikiran) Kaum Mukmin
Kemenangan Rasulullah saw. di jalan perjuangan tidak datang begitu saja tanpa syarat dan sebab akibat. Keyakinan, keikhlasan, kesungguhan, pengorbanan, bahkan kesatuan pemikiran dan gerak langkah adalah syarat meraih pertolongan Allah SWT:
وَإِن يُرِيدُوٓاْ أَن يَخۡدَعُوكَ فَإِنَّ حَسۡبَكَ ٱللَّهُۚ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَيَّدَكَ بِنَصۡرِهِۦ وَبِٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٦٢ وَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡۚ لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيۡنَهُمۡۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٦٣
Jika mereka bermaksud mengelabui kamu, sesungguh cukuplah Allah (menjadi Pelindungmu). Dialah Yang memperkuat kamu dengan pertolongan-Nya dan dengan kaum Mukmin, juga Yang mempersatukan kalbu mereka (kaum Mukmin). Meskipun dirimu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan kalbu mereka. Akan tetapi, Allah telah mempersatukan kalbu mereka. Sungguh Dia Mahagagah lagi Mahabijaksana (QS al-Anfal [8]: 62-63).
Bahkan ayat yang agung ini menunjukkan bahwa dukungan kaum Mukmin yang bersatu dalam pemikiran dan gerak langkah merupakan bagian dari pertolongan-Nya. Pertolongan Allah SWT jelas tak ternilai harganya dan tidak bisa dibeli dengan seluruh harta dunia. Apalagi bagi mereka yang sebelumnya terpecah-belah oleh ikatan jâhiliyyah, ’ashabiyyah pada kelompok suku bangsa.
Bukan sembarang kesatuan. Yang dimaksud adalah kesatuan yang merepresentasikan kesatuan keyakinan dan pemikiran. Ini karena lafal qulûb (bentuk plural dari qalb) dimaknai oleh para ahli bahasa Arab berkonotasi ’aql (daya pikir). Imam Abu Nashr al-Jauhari (393 H) menyebutkan dalam Ash-Shihâh Tâj al-Lughah (I/204):
القلب: الفؤاد، وقد يعبر به عن العقل قال الفراء في قوله تعالى: (إن في ذلك لذكرى لمن كان له قلب): اي عقل
Al-Qalb, yakni: al-Fu’aad. Kadang untuk mengungkapkan makna ‘aql, Al-Farra menafsirkan firman Allah SWT (yang artinya) “Sungguh pada yang demikian benar-benar terdapat peringatan bagi orang orang yang memiliki qalb,” yakni akal.
Pemaknaan ini sejalan dengan isyarat dalam QS aal-A’râf [7]: 179, yang menyiratkan kelaziman fungsi dari qalb untuk berpikir. Ini memperjelas makna hakiki dari qalb yang ditegaskan oleh Rasulullah saw. menentukan baik-buruknya seseorang. Nu’man bin Basyir ra. Menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, sesungguhnya ia adalah qalb (HR al-Bukhari dan Muslim).
Unsur penting dari ’aql (berpikir) itu adalah organ tubuh berupa otak yang sehat, dan dengan adanya objek yang terindera, diidentifikasi oleh penginderaan yang berfungsi baik, lalu diolah dan ditafsirkan dalam otak berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (al-ma’lûmât al-sâbiqah). Lalu akan lahir pemikiran. Proses pemikiran yang benar akan melahirkan pemahaman yang benar, yang menjadi dasar bagi perilaku yang benar.
Perilaku jelas menentukan baik dan buruknya diri seseorang. Ia memperjelas makna lafal al-jasad dalam hadis ini sebagai kiasan dari keseluruhan diri seseorang (al-majâz al-mursal bi al-’alâqah al-juz’iyyah). Setiap orang akan diganjar sesuai perilakunya (al-jazâ’ min jins al-’amal):
إِنَّا نَحۡنُ نُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ وَءَاثَٰرَهُمۡۚ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِيٓ إِمَامٖ مُّبِينٖ ١٢
Sungguh Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa saja yang telah mereka kerjakan, termasuk jejak-jejak yang mereka tinggalkan. Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) (QS Yasin [36]: 12).
Kesatuan ini menjadi ciri khas orang-orang yang beriman. Ini sebagaimana Allah tegaskan (Lihat: QS al-Hujurât [49]: 10). Ini juga diperjelas oleh perintah berpegang teguh pada tali dînulLâh yang menyatukan qalbu:
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءٗ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنٗا ١٠٣
Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai. Ingatlah oleh kalian nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan. Lalu Allah mempersatukan kalbu kalian. Kemudian jadilah kalian, karena nikmat Allah itu, orang-orang yang bersaudara (QS Ali Imran [3]: 103).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita bersatu, berpegang teguh pada dînulLâh. Ini menjauhkan dari perpecahan serta menguatkan jalinan kalbu dan persaudaraan di antara kaum Mukmin. Ini yang Allah sifati sebagai kenikmatan dari Dia (Lihat: pula: QS al-Anfal [8]: 63). Al-Hafizh Ibn al-Jauzi (w. 597 H) dalam Al-Tabshirah (II/273) menuturkan: “Ketahuilah, kalimat bermakna yang menyatukan antara kaum Muslim adalah Islam. Sungguh mereka meraih ukhuwah yang prinsipil dengan Islam. Islam mewajibkan mereka dengan ukhuwah ini hak-hak satu sama lain.”
Ibn al-Jauzi lalu menukil hadis shahih dari Nu’man bin Basyir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْه عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling cinta, kasih-sayang dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu organ sakit maka seluruh tubuh terjaga (tak bisa tidur) dan demam (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan ath-Thabarani).
Rasulullah saw. pun bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لِأَهْلِ اْلإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِى الرَّأْسِ
Sungguh seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang Mukmin akan merasakan sakitnya Mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala (HR Ahmad dan Ibn al-Mubarak).
Berpecah Belah: Karakter Kaum yang Celaka
Kebalikan dari karakter kaum Mukmin, berpecah-belah adalah karakter kaum yang celaka. Allah melarang kaum Mukmin bercerai-berai setelah Allah memerintahkan mereka bersatu dalam ketaatan kepada Dia dan pada Rasul-Nya:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡۖ وَٱصۡبِرُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ٤٦
Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan sehingga kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian. Bersabarlah. Sungguh Allah beserta kaum yang sabar (QS al-Anfal [8]: 46).
Ayat yang agung ini, menegaskan bahwa perpecahan akan menyebabkan kehilangan kekuatan. Tragedi yang menimpa kaum Muslim hari ini adalah pesan agar kita: it’s time to be one ummah. [Irfan Abu Naveed]