Dari Redaksi

Ramadhan dan Totalitas Ketakwaan

Menjadi orang yang bertakwa, inilah yang diharapkan dari shaum ramadhan yang baru saja kita laksanakan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185).

Ketakwaan yang dituntut tentu ketakwaan yang total. Takwa dalam segala aspek kehidupan, pada setiap tempat dan waktu. Menjauhi, bukan hanya sebagian, tetapi seluruh perkara haram. Melaksanakan seluruh perkara wajib.

Ketakwaan total ini dijelaskan oleh Imam Al-Hasan al-Bashri rahimahulLah:  orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi berbagai keharaman dan menunaikan berbagai kewajiban. Hal yang sama dijelaskan oleh Khalifah Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahulLah: Takwa bukanlah hanya dengan puasa pada siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun, takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”

Tidaklah mengherankan, pada masa Rasulullah saw., para Sahabat, era Kekhilafahan  setelah Rasulullah saw. wafat, umat Islam mengisi Ramadhan tidak hanya dengan mencukupkan diri dengan membaca al-Quran, shalat tarawih atau memperbanyak sedekah. Namun, Ramadhan mereka isi juga dengan perang/jihad fi sabilillah; melawan musuh-musuh Negara Islam dan melakukan futuhat untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Banyak peperangan ini diemban oleh Daulah Islam atau Khilafah.

Perang Badar merupakan perang besar pertama. Daulah Islam yang dipimpin Rasulullah saw. berhadapan dengan pasukan kafir Quraisy. Perang ini terjadi pada tahun kedua Hijrah, pada bulan Ramadhan. Perang ini sangat penting. Kemenangan kaum Muslim dalam perang ini telah meningkatkan wibawa Negara Islam yang dipimpin Rasulullah saw. di hadapan musuh-musuh Islam. Umat Islam pun tidak lagi bisa dipandang remeh.

Fathu Makkah, Penaklukan Makkah, juga terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijrah. Pasukan kaum Muslim yang dipimpin Rasulullah saw. memasuki Makkah secara damai yang mengisyaratkan kekalahan telak kafir Quraisy. Fathu Makkah juga menunjukkan bahwa Makkah sejak saat itu berada di bawah kekuasaan Negara Islam yang berpusat di Madinah.

Tercatat beberapa peperangan penting lain dalam tarikh Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan. Penaklukan Andalusia pada 91 H, yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad, juga menjadi kemenangan besar Muslim.  Pertempuran Ain Jalut terjadi pada 658 H. Pasukan kaum Muslim yang dipimpin oleh Saifuddin al-Qutuz saat itu berhasil memukul mundur pasukan Tartar (Mongol) yang bengis. Penaklukan Krimea pada 889 H, oleh Kekhilafahan Utmani, adalah bagian dari perluasaan kekuasaan Kekhilafahan saat itu yang menjangkau Serbia, Bosnia, pantai Laut Hitam, hingga Krimea. Pada pada 31 H  umat Islam memenangkan perang melawan Nubia di Mesir Selatan yang memperkuat posisi politik umat Islam di Afrika Timur.

Setelah keruntuhan Khilafah, salah satu perang penting yang dilakukan pada bulan Ramadhan adalah Operasi Badr pada tahun 1973. Operasi Badr adalah nama kode untuk operasi militer Mesir untuk menyeberangi Terusan Suez dan merebut Garis Bar-Lev yang dijaga ketat dari pendudukan Yahudi pada tanggal 6 Oktober 1973. Pertempuran ini penting  untuk mengungkap klaim palsu oleh para penguasa pengkhianat bahwa Tentara Yahudi tidak terkalahkan.

Tentara Mesir berhasil menghancurkan benteng dari garis Bar Lev. Kerugian mereka hanya mencapai 64 yang syahid. Sebaliknya, kerugian orang Yahudi sekitar 2.838 tentara tewas, 2.800 luka-luka, 508 ditahan, serta banyak yang hilang. Kaum Muslim menghancurkan 840 tank, 400 kendaraan lapis baja, 109 pesawat tempur dan helikopter, serta satu kapal perang.

Namun, penguasa pengkhianat Mesir menyia-nyiakan kemenangan ini dengan tunduk pada Amerika Serikat bahkan mengakui penjajah Yahudi di Palestina dengan melakukan normalisasi hubungan.

Hari ini  kita membutuhkan seorang Khalifah ar-Rasyid, yang akan menyatukan jutaan pasukan Muslim sebagai satu kekuatan efektif melawan musuh kita dan membebaskan semua tanah Islam yang diduduki, termasuk Palestina dan Kashmir.

Semua ini menunjukkan Islam adalah ajaran agama yang bukan hanya memerintahkan ketaatan kepada Allah SWT, hanya pada satu aspek saja, tetapi taat secara total. Karena itu Islam sangat berbeda dengan ajaran sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan ekonomi, politik, sosial, pendidikan, atau negara. Sekularisme inilah yang justru telah memperlemah kaum Muslim; melahirkan negara-bangsa (nation state) yang tunduk kepada kepentingan penjajah negara imperialisme. Melalui sekularisme ini, Barat menjauhkan kaum Muslim dari syariah Islam yang kaffah (totalitas).

Mengapa? Tidak lain karena Barat tahu, kalau Islam diterapkan secara total, penjajahan Barat akan lumpuh dan tidak efektif. Syariah Islam dalam ekonomi akan menghentikan eksploitasi Barat atas kekayaaan negeri-negeri Islam atas nama perdagangan bebas, investasi asing. Mata uang syariah Islam, dinar dan dirham, yang berbasis emas, akan menghentikan kontrol dan penguasaan dolar atas perekonomian negeri-negeri Islam. Syariah Islam yang menyerahkan kedaulatan pembuatan hukum kepada Allah SWT akan melumpuhkan sistem demokrasi yang menjadi jalan bagi Barat untuk menghasilkan berbagai perundang-undangan demi kepentingan pemilik modal. Sistem demokrasi, yang menyerahkan kedaulatan kepada manusia, juga telah menjadi alat kontrol Barat terhadap para penguasa di negeri Islam, agar tetap dalam kendali Barat.

Tidak mengherankan, Presiden Prancis menyebut Islam politik berbahaya bagi Barat. Ya benar, berbahaya bagi penjajahan Barat. Sayang, di negeri ini, arah kecenderungan kebijakan rezim dan perundang-undangan bukan hanya mengokohkan sekularisme, tetapi juga mengarah ke sekulerisme radikal. Tampak bagaimana aspirasi umat Islam untuk menegakkan syariah Islam dikriminalisasi dan dimonsterisasi dengan tudingan radikal. Penghapusan agama dalam road map pendidikan juga menjadi indikasi hal itu. Dikampanyekan perang melawan radikalisme yang intinya adalah perang melawan Islam yang kaffah (totalitas).

Namun, umat Islam dalam perjuangannya tentu tidak boleh putus asa, apalagi menyerah. Pertarungan antara haq dan batil pasti terjadi kapan pun. Tugas kita adalah mendatangkan perkara yang haq itu. Allah SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (QS al-Isra’ [17]: 81).

Umar bin al-Khaththab ra. pun pernah berkata, “Matikanlah kebatilan dengan mencampakkannya. Hidupkanlah kebenaran dengan membicarakan (menyebarluaskan). Dengan cara itu, umat Islam yang memperjuangkan perkara yang haq (kebenaran) pasti akan muncul sebagai pemenang! Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 + 18 =

Back to top button