Nafsiyah

Memproklamirkan Islam Sebagai ‘Tradisi’ Menjalani Kehidupan

Islam, sebagai Diin yang Allah anugerahkan kepada umat manusia di muka bumi, hadir untuk menang dan dimenangkan atas segala tradisi keyakinan dan perilaku manusia yang bertentangan dengan Islam. Apapun jenis, bentuk, nama dan asal-usulnya; yang semuanya lahir dari hawa nafsu manusia. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:

هُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ  ٩

Dialah Yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia menangkan atas segala agama meskipun kaum musyrik membenci (QS ash-Shaff [61]: 9).

 

Allah SWT menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik dengan karakteristik unggul. Mereka memperjuangkan kebenaran dan menolak kemungkaran (al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ’an al-munkar) (QS Ali Imran [3]: 110).

Bahkan mereka mengubah kemungkaran yang menjadi tradisi, sebagaimana Islam mengganti tradisi jâhiliyyah kuffâr Quraysy dengan tradisi Rabbanî. Hanya dengan Islamlah manusia meraih kemuliaan. Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ  ٨

Milik Allahlah kemuliaan, juga milik rasul-Nya dan kaum Mukmin. Akan tetapi, kaum munafik tidak tahu (QS al-Munafiqun [63]: 8).

 

Dalam ayat ini, Allah SWT mengkhususkan (qashr) kemuliaan (’izzah) itu kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukmin. Hanya dengan Islam pula manusia meraih rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  ١٠٧

Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya’ [21]: 107).

 

Kerahmatan bagi alam semesta dalam ayat ini menjadi hikmah dari turun dan tegaknya risalah Islam di muka bumi. Perhatikan, Allah SWT mengaitkan rahmat dengan risalah. Bahkan Allah SWT mengkhususkan kerahmatan terealisasi semata-mata dengan risalah yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw. (syariah Islam). Bukan dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Islam. Al-’Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H) menegaskan dalam tafsir Murâh Labîd (II/63): “Maknanya, tidaklah Kami mengutus engkau, wahai sebaik-baiknya makhluk, dengan membawa berbagai aturan syariah, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni melainkan sebagai rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya dalam agama dan dunia.”

 

Islam Sebagai ’Tradisi’ Keyakinan dan Perilaku

Pada hakikatnya kesyirikan adalah penyimpangan dari tradisi nenek moyang umat manusia, yakni Adam, yang mengajarkan millah tauhid. Muncullah penyimpangan dari tradisi tersebut berupa kesyirikan/menyembah berhala dan patung. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ ٱلنَّاسُ إِلَّآ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ فَٱخۡتَلَفُواْۚ ١٩

Manusia dulu hanyalah umat (dengan millah) yang satu, kemudian mereka berselisih (QS Yunus [10]: 19).

 

Lafal ummah wâhidah dalam ayat ini bermakna millah wâhidah (diin yang satu/diin tauhid). Fakhtalafû, yakni kemudian terjadi penyimpangan (kesyirikan) dari tradisi millah tauhid tersebut. Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni dalam Shafwat at-Tafâsîr (hlm. 537) menjelaskan: “Maknanya, tidaklah umat manusia dulu melainkan tadinya berada dalam Diin yang satu, yakni Islam, dari mulai Adam hingga Nuh. Kemudian manusia menyimpang dari Diin mereka tersebut, berpecah-belah menjadi beberapa kelompok.”

Ash-Shabuni lalu menukil atsar Ibn Abbas r.a. yang menuturkan: “Dulu antara Adam dan Nuh selama sepuluh abad (seribu tahun), seluruhnya di atas Islam (millah tauhid). Kemudian terjadi perselisihan di antara manusia saat berhala dan patung disembah. Lalu Allah mengutus para rasul yang menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan.”

Selanjutnya kesyirikan tersebut masuk ke Jazirah Arab setelah Amru bin Luhay membawa kesyirikan dari negeri Syam ke Makkah. Ia membawa patung Hubal, diikuti patung Latta, ’Uzza dan Manat. Bahkan patung-patung umat Nuh yang bernama Waddan, Suwa’an, Yaguts, Ya’uq, Nasran (lihat: QS Nuh [71]: 23) pun disyiarkan setelah mendapatkan bisikan dari setan golongan jin. Pertanyaan asasinya, siapa yang hakikatnya menyimpang dari asal-usul tradisi keyakinan manusia sebenarnya?

Bahkan ketika berbicara tentang tradisi perbuatan manusia, Allah mengisyaratkan akidah dan syariah Islam wajib dijadikan sebagai tradisi keseharian mereka; menyatu dalam kehidupan mereka. Pemilihan diksi alladzîna âmanû wa ’amilû al-shâlihat dalam banyak ayat-ayat al-Quran, yang keduanya diungkapkan dalam bentuk kata kerja (al-fi’l al-mâdhî), mengisyaratkan urgensi menjadikan keimanan dan amal shalih (akidah dan syariah Islam) sebagai tradisi menjalani kehidupan. Allah SWT berfirman:

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ  ٣

…kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran (QS al-‘Ashr [103]: 3).

 

Bahkan dalam ayat ini, Allah SWT pun secara khusus menjadikan dakwah, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, menjadi tradisi manusia dalam kehidupan publik.

 

Menjawab Tuduhan

Dulu Rasulullah saw. dan setiap orang yang masuk Islam distigma “qad shaba” [قد صَبَأَ], akibat dituduh menyimpang dari tradisi nenek moyang (kesyirikan, fanatisme kesukuan, dsb). Hari ini umat Islam yang memperjuangkan syariah Islam secara kâffah meniti sunnah Rasulullah saw. distigma “radikal”. Pasalnya, hal demikian dituduh bertentangan dengan tradisi ini dan itu warisan leluhur yang diklaim harga mati. Itu semua tidak lebih dari fanatisme buta (‘ashabiyyah) yang mengelabui. Apakah mereka lupa dengan peringatan Allah SWT dalam ayat:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡئًا وَلَا يَهۡتَدُونَ  ١٧٠

Jika dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak). Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk? (QS al-Baqarah [2]: 170).

 

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 170) sehubungan dengan ajakan Rasulullah saw. kepada kaum Yahudi untuk masuk Islam. Beliau juga memberi mereka kabar gembira dan memperingatkan mereka akan siksaan Allah dan azab-Nya. Rafi’ bin Huraimallah dan Malik bin ‘auf dari kaum Yahudi menjawab ajakan ini dengan berkata: “Hai Muhammad! Kami akan mengikuti jejak nenek moyang kami, karena mereka lebih pintar dan lebih baik daripada kami.”

Ayat ini turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hanya mengikuti jejak nenek moyangnya (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibn Abbas r.a.).

Berbagai pernyataan sesat-menyesatkan seperti “Islam Agama Arab,” “Islam agama pendatang,” “Islam harus menghormati budaya ini dan itu,” “Sistem syariah Islam berpotensi memecah belah bangsa,” dan penyesatan lainnya merupakan bagian dari apa yang Allah SWT peringatkan:

ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ  ١٨

Kemudian Kami menjadikan kamu berada di atas suatu syariah (peraturan) dari urusan (agama itu). Karena itu ikutilah syariah itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu (QS al-Jatsiyyah [45]: 18).

 

Menafsirkan ayat ini, al-Hafizh Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H) dalam tafsirnya (XXII/70) menjelaskan bahwa yang dimaksud syariah dalam ayat di atas adalah tharîqah (metode), sunnah dan minhâj yang Allah perintahkan (untuk diamalkan). Allah memerintahkan manusia mengikutinya (fattabi’hâ). Lalu diikuti dengan peringatan: “(janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu), yakni janganlah engkau mengikuti seruan orang-orang yang jahil terhadap Allah, tidak mengetahui beda kebenaran dengan kebatilan, hingga engkau melakukannya, menyebabkan engkau binasa.”

Wal ’iyâdzu bilLâh. [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I; (Peneliti Balaghah al-Quran dan Hadis Nabawi)]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

10 − 7 =

Back to top button