Nafsiyah

Penyesalan Tak Bertepi Menyelisihi Jalan Rasulullah saw.

Penyesalan terbesar datang tatkala manusia tak punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Tidak ada waktu untuk kembali. Tidak ada kesempatan meratapi diri. Yang ada angan-angan kosong yang tak akan pernah terealisasi. Menjadi penyesalan tak bertepi. Lalu berharap dulu di dunia tercipta menjadi tanah yang terinjak-injak terhinakan. Menjadi tempat berlabuhnya debu dan kotoran. Allah SWT berfirman:

إِنَّآ أَنذَرۡنَٰكُمۡ عَذَابٗا قَرِيبٗا يَوۡمَ يَنظُرُ ٱلۡمَرۡءُ مَا قَدَّمَتۡ يَدَاهُ وَيَقُولُ ٱلۡكَافِرُ يَٰلَيۡتَنِي كُنتُ تُرَٰبَۢا  ٤٠

Sungguh Kami telah memperingatkan kalian (hai kaum kafir) dengan siksa yang dekat. Pada hari itu  manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. Lalu orang kafir berkata, “Alangkah baiknya andai aku dulu hanyalah tanah.” (QS an-Naba’ [78]: 40).

 

Kalimat yâ laytanî kuntu turâb[an] dalam ayat yang agung ini menunjukkan kepada kita bahwa tanah yang terinjak-injak di dunia lebih baik keadaannya bagi manusia yang ingkar kepada Allah di akhirat kelak. Apakah penyesalan mereka bermanfaat? Tidak! Allah SWT berfirman:

وَجِيْءَ يَوۡمَئِذِۢ بِجَهَنَّمَۚ يَوۡمَئِذٖ يَتَذَكَّرُ ٱلۡإِنسَٰنُ وَأَنَّىٰ لَهُ ٱلذِّكۡرَىٰ  ٢٣ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي قَدَّمۡتُ لِحَيَاتِي  ٢٤

Pada hari itu diperlihatkan Neraka Jahanam. Pada hari itu ingatlah manusia. Namun, tidak berguna lagi mengingat itu bagi dirinya. Dia mengatakan, “Alangkah baiknya andai aku dulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” (QS al-Fajr [89]: 23-24).

 

Penyesalan karena Menyelisihi Jalan Rasulullah saw.

Salah satu penyesalan mendalam yang tak akan bisa ditanggulangi adalah penyesalan orang zalim akibat menyelisihi jalan Rasulullah saw. Sebaliknya, ia fanatik mengikuti jejak kesesatan orang lain akibat menjadikan orang tersebut sebagai teman dekat (khalîl). Allah SWT berfirman:

وَيَوۡمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيۡهِ يَقُولُ يَٰلَيۡتَنِي ٱتَّخَذۡتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلٗا  ٢٧ يَٰوَيۡلَتَىٰ لَيۡتَنِي لَمۡ أَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيلٗا  ٢٨ لَّقَدۡ أَضَلَّنِي عَنِ ٱلذِّكۡرِ بَعۡدَ إِذۡ جَآءَنِيۗ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لِلۡإِنسَٰنِ خَذُولٗا  ٢٩

(Ingatlah) hari (ketika itu) orang zalim menggigit dua tangannya seraya berkata: “Aduhai, andai (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku. Andai aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sungguh dia telah menyesatkan aku dari al-Quran ketika al-Quran itu telah datang kepadaku. Setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS al-Furqan [25]: 27-29).

 

Itulah hari saat mereka menyelisihi jalan Rasulullah saw. di dunia. Mereka memilih jalan-jalan kesesatan. Mereka ini akan mendapati penyesalan tak bertepi di akhirat kelak. Kalimat ya’adhdhu al-zhâlim ‘alâ yadayhi (hari saat orang zalim menggigit dua tangannya) menjadi kiasan (al-kinâyah) dari besarnya penyesalan mereka kelak di akhirat. Bahkan digambarkan: menggigit kedua tangan. Ini menjadi kiasan dari menggigit jari-jemari itu sendiri (al-majâz al-mursal bi al-‘alâqah al-kulliyyah).

Ayat ini turun berkaitan dengan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith (az-zhâlim) yang disesatkan Ubay bin Khalaf (fulân[an] khalîl[an]), Namun demikian, ayat ini juga berlaku bagi setiap orang zalim dan yang menyesatkan dirinya. Demikian sebagaimana ditegaskan al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya, sebagaimana dinukil oleh Prof. Dr. Muhammad Ali ash-Shabuni dalam Shafwat at-Tafâsîr (II/331).

Menariknya, QS al-Furqan ayat 27-29 memberikan panduan bagi setiap insan: menilai benar-tidaknya suatu jalan harus dikembalikan pada kesesuaiannya meniti jalan yang ditempuh Rasulullah saw., yang menuntun manusia menapaki satu-satunya jalan menuju Allah. Kalimat ma’a ar-Rasûl dikedepankan daripada lafal sabîl[an]. Ini menegaskan sekaligus mengkhususkan (qashr) bahwa satu-satunya jalan kebaikan tersebut hanya jalan yang ditempuh Rasulullah saw.

Diksi sabîl[an] (jalan) dipilih untuk menggambarkan keyakinan (’aqîdah) dan amal perbuatan (syarî’ah) yang ditegakkan Rasulullah saw. dalam menyusuri jalan kehidupan. Akidah Islam adalah fondasi kehidupan. Adapun syariah Islam adalah satu-satunya aturan yang diterapkan. Memilih selain akidah dan syariah Islam sebagai dalam menjalani kehidupan adalah kezaliman dan menjadi sebab penyesalan mendalam.

Tidak ada jalan lain. Pasalnya, diksi sabîl[an] (jalan) diungkapkan dalam bentuk kata tunggal (al-mufrad). Ini menegaskan berbagai petunjuk pasti (qath’î) bahwa jalan Rasulullah saw. adalah satu-satunya jalan kebenaran dalam meraih kebahagiaan. Apakah jalan penuh kebingungan ala filosof—seperti Plato (429-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Machiavelli (1467-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke  (1632-1704), Montesquieu (1689-1755), Jean Jacques Russeau (1712-1778), Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823), Karl Marx (1818-1883), Friedrich Engels (1820–1895) dan yang semisalnya—layak dijadikan jalan tandingan bagi jalan Rasulullah saw. menuju Allah SWT? Hendaknya kita ingat dengan firman Allah SWT:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا  ١١٥

Siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas datang kepada dirinya petunjuk dan mengikuti jalan orang-orang yang tidak beriman, Kami akan membiarkan dia leluasa dengan kesesatannya, kemudian Kami akan menyeret dia ke dalam Neraka Jahanam. Neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali (QS an-Nisa’ [4]: 115).

 

Ancaman dalam ayat ini jelas merupakan peringatan keras yang tidak boleh diabaikan barang sejenak.

 

Peringatan Atas Sumber Penyesatan

Apa sebab kesesatan mereka? Diperjelas dalam ungkapan: laytanî lam attakhidz fulân[an] khalîl[an] (andai aku [dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku). Lafal fulân menjadi kiasan lain (kinâyah) dari orang yang menyesatkan. Al-Hafizh al-Qurthubi (w. 671 H) dalam tafsirnya (XIII/26) menuturkan bahwa lafal fulân dipilih sebagai julukan lain (kinâyah) dari sosok yang namanya disamarkan. Tujuannya agar peringatan ayat ini berlaku bagi seluruh orang yang melakukan perbuatan serupa. Ini menunjukkan risiko ketika menjadikan orang yang tersesat sebagai teman pergaulan, apalagi sebagai panutan.

Alangkah agungnya pesan di balik hadis dari Abu Said al-Khudri ra., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلا تَقِيٌّ

Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang beriman. Jangan pula ada yang memakan makananmu kecuali orang yang bertawa (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).

 

Hadis ini menganjurkan agar bergaul dan bersahabat dengan orang yang beriman dan bertakwa. Diumpamakan dengan ungkapan: tidak memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa. Ini diperjelas oleh atsar ’Umar bin al-Khaththab ra., sebagaimana diketengahkan al-Imam al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah (XIII/191), “Janganlah engkau berkawan dengan orang yang keji karena ia akan menjerumuskanmu ke dalam kedurhakaan. Janganlah engkau menyampaikan rahasiamu kepada dia. Hendaklah bermusyawarah dalam urusanmu dengan mereka yang takut kepada Allah.”

Dalam hadis dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

الرَجُلُ عَلى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu sesuai dengan agama temannya. Karena itu hendaklah siapa pun dari kalian memperhatikan dengan siapa ia berteman (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

 

Hadis dan atsar di atas seluruhnya berpesan tetang pentingnya memperhatikan teman pergaulan dan kebaikan lingkungan. Al-Imam al-Munawi (w. 1031 H) dalam Faydh al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ ash-Shaghîr (VI/295) berpesan bahwa hendaknya setiap orang bergaul dengan orang lain berdasarkan pandangan kalbunya terhadap seseorang yang hendak dijadikan teman, yakni siapa saja yang diridhai kebenaran agama dan perbuatannya. Jika tidak, maka jauhilah. Inilah petunjuk Islam menuntun manusia sehingga tidak salah jalan. Pasalnya, penyesalan akibat menyelisihi jalan Rasulullah saw., adalah penyesalan tak bertepi. Wal ’iyâdzu bilLâh. [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I; (Peneliti Balaghah al-Quran dan Hadis Nabawi)]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

9 + 11 =

Back to top button