Nisa

Islam Pelindung Perempuan

Setiap jelang Hari Perempuan Dunia, sayup-sayup terdengar suara pembelaan terhadap nasib perempuan. Tahun demi tahun berganti, peringatan ‘ratapan’ nasib mereka terus diadakan, namun tak juga mengubah keadaan. Tuntutannya tak pernah berubah: minta dihargai dan diberi kesamaan hak. Pada tahun 2019 ini, tema keinginannya adalah balanced for better, keseimbangan untuk lebih baik.  Berharap kesejajaran dengan laki-laki akan menjadi solusi untuk mereka.

Forbes, majalah bisnis dan finansial di AS, menulis berita bahwa ada tujuh kemajuan yang dicapai perempuan dunia saat ini, yaitu: sosok perempuan superhero dalam komik Marvel, setelah 14 tahun tidak ada yang menggambarkan sosok seperti ini; adanya tim perempuan pertama yang diutus NASA untuk menggelar spacewalk; ada enam negara (Belgia, Denmark, Prancis, Latvia, Luxembourg dan Swedia), yang memberikan hak pekerjaan pada perempuan secara legal; adanya layanan bagi anak untuk ibu bekerja di perusahaan ritel raksasa Amazon; adanya 15 orang perempuan yang mendapat penghargaan Oscar pada tahun 2019 (tahun 2018, ada 6 orang); simbol pita ungu, wujud kepedulian dunia pada nasib perempuan dan 9% peluang untuk perempuan menjadi investor dalam bisnis venture capital perusahaan startup.

Menilik ukuran capaian yang dianggap perubahan pada nasib perempuan, ada pertanyaan mendasar pada benak kita: sesungguhnya apa standar kesuksesan perempuan?

 

Makna Kesuksesan Perempuan

Beda cara pandang tentang kehidupan (world view) nyatanya beda pula mengartikan sukses hidup seorang perempuan. Ideologi kapitalis mengukur kesuksesan dengan capaian materi dan posisi public sehingga bersifat praktis, teknis dan tidak strategis. Ukurannya angka belaka seperti samanya jumlah gaji dengan laki-laki, jumlah perwakilan perempuan di lembaga politik (eksekutif, legislative, yudikatif), jumlah intelektual perempuan, angka partisipasi kerja, jumlah perempuan prestatif di bidang profesional, dan sejenisnya. Tak sedikit pun memasukkan parameter non-materi dan spiritual, karena dianggap non measurable.

Islam, ideologi spiritual-politik, menetapkan kesuksesan utama seorang insan dengan parameter takwa. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ  ١٣

Hai manusia, sungguh Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sungguh Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13).

 

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, menjelaskan takwa adalah beribadah pada Allah dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya karena takut pada murka Allah SWT, berharap karunia-Nya, dan karena ketulusan cinta pada Allah dan rasul-Nya.  Karena itu kesuksesan itu diukur dengan dimensi keimanan, yaitu menjalankan perintah Allah dalam segala aspek kehidupan. Dalam konteks Muslimah, perempuan sukses adalah yang menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai ibu pencetak generasi dan pengatur urusan rumah tangga, berkontribusi besar dalam kebangkitan umat dan kesejahteraannya.  Ia istri shalihah, ibu para mujahid, profesional di bidangnya dengan tidak meninggalkan kewajiban utamanya.

Di sinilah letak utama perbedaan penghargaan terhadap perempuan. Dalam masyarakat kapitalis, perempuan dihargai dengan taraf ekonominya, status sosialnya dan prestasi profesinya. Tak peduli bagaimana cara ia mencapai semua itu. Ia diberi kebebasan seluas-luasnya demi meraih kesuksesannya. Sebab itu, peran utama perempuan sebagai pencetak generasi dan pengatur urusan rumah tangga tidak dihargai. Justru peran ini dianggap biang keladi diskriminasi perempuan.

 

Penyebab Hakiki Diskriminasi Perempuan

Mengapa perempuan sudah berabad silam mengalami nasib buruk? Kapitalisme menjawab bahwa hukum perwalian dan kepemimpinan dalam Islam yang diberikan pada laki-laki adalah pangkal diskriminasi atas perempuan. Sejak awal perempuan sudah diposisikan rendah sehingga tidak punya kekuatan, kewenangan dan kebebasan. Benarkah itu? Mari kita lihat, bagaimana realitanya kondisi perempuan dalam sistem kapitalis liberal.

Bagaimana menjelaskan tentang semakin bertambahnya kekerasan terhadap wanita di dalam masyarakat Barat yang demokratis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan hukum Islam? Apakah pelecehan, penganiayaan, pembunuhan, akses terbatas perempuan dalam politik, ekonomi dan sosial, akibat dari mereka menganut Islam? Tentu tidak, bukan? Kemudian kita balik bertanya, berapa kapitalis menghargai perempuan saat mereka diposisikan sebagai pemuas hawa nafsu laki-laki? Berapa harga perempuan yang menjadi korban human trafficking? Berapa harga mereka saat menang dalam kompetisi kecantikan? Berapa harga yang harus dibayar ketika kehormatan perempuan terenggut karena jargon my body my otority? Sementara itu, segudang problem krusial melanda masyarakat kapitalis akibat kebebasan yang diberikan kepada perempuan.  Hakikatnya mereka telah membayar mahal semua itu dengan krisis keluarga, rusaknya generasi dan krisis sosial yang akut.

Diskriminasi itu berpangkal pada cara pandang ideologi mereka yang cacat dan rusak.  Mereka menyamakan perempuan dengan barang yang bisa diperjualbelikan. Bukan dianggap sebagai mitra setara dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan, melainkan sebagai pemuas nafsu laki-laki. Ide kebebasan itulah sebenarnya yang membuat laki-laki punya cara pandang yang salah terhadap perempuan.  Mereka dianggap makhluk lemah dalam kompetisi publik. Cara pandang individualis yang membentuk laki-laki menjadi makhluk egois tidak peka terhadap kepentingan perempuan. Semua ini karena mereka salah memandang posisi dan peran perempuan.

 

Islam Melindungi Perempuan

Islam memberikan nilai tak terhingga pada status perempuan. Ideologi Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai benda, melainkan sebuah kehormatan. Sebab itu, Islam menetapkan sejumlah hukum untuk menjaga kehormatan perempuan. Pandangan Islam berbeda dengan mata insan yang lemah daya jangkaunya.  Ide dan hukum Islam meliputi segala zaman dan perkembangannya. Beda dengan hukum manusia yang berbatas masa. Hukumnya selaras dengan akal dan jiwa manusia manapun. Sebaliknya, hukum manusia hanya cocok dengan pembuatnya saja.

Penjagaan Islam terhadap perempuan berupa hukum pakaian, wali, mahram, waris, segala hukum yang berkaitan dengan fungsi ibu dan pengatur rumah tangga (semisal jaminan nafkah, hadhanah [pengasuhan anak]), itulah yang membuat perempuan berharga dan terhormat.  Jika ia menjalankan semua itu dengan baik dengan rasa takut kepada Allah SWT, berharap ridha-Nya, karena kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah wanita sukses; tidak saja di dunia, melainkan sukses di akhirat.

Pelaksanaan hukum-hukum penjagaan ini menjadi sempurna dengan adanya peran negara dalam Islam. Dalam Islam, negara wajib memastikan pemenuhan segala hak perempuan dan pelaksanaan kewajibannya secara sempurna. Negara akan menghukum kepala keluarga yang tidak memberi nafkah kepada perempuan/istri dan anak-anaknya dengan standar layak. Negara  menyelenggarakan sistem pendidikan yang menunjang fungsi utama perempuan.  Negara pun menjaga sistem media dan informasi yang membantu pelaksanaan tugas pendidikan keluarga di rumah.

Islam pun memberikan ruang yang luas kepada perempuan untuk berkiprah di tengah umat. Islam memberikan hak kepada wanita untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi, perdagangan, pertanian, industri dan melakukan berbagai transaksi di dalamnya. Ia boleh memiliki dan mengembangkan harta. Berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan lengkap, berhak mendapat akses kesehatan terbaik. Dalam politik, Islam memberikan hak pada perempuan untuk memilih penguasa, berhak memilih dan dipilih dalam majelis perwakilan umat, berhak punya posisi di majlis pengadilan dan punya kewajiban untuk berbaiat kepada pemimpin, seperti halnya laki-laki. Suara perempuan didengar dalam persoalan publik.

Karena itu solusi mengeluarkan perempuan dari kondisi buruk hari ini bukan pada keterwakilan suara perempuan di pemerintahan ataupun parlemen yang menyuarakan kepentingan perempuan; bukan pada UU perlindungan perempuan dengan dasar liberalisasi agama; bahkan bukan dengan kepala negara perempuan.  Solusinya terletak pada penerapan aturan Islam yang punya visi penjagaan dan perlindungan bagi peran dan fungsi perempuan. Di sinilah kesetiaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya diuji. Waktunya pembuktian, kemana kita berpihak? [Ratu Erma R.]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × 5 =

Back to top button