Telaah Kitab

Kebijakan Pertanian Negara Khilafah (Telaah Kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 159)

(Telaah Kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 159)

Telaah Kitab kali ini membahas kebijakan pertanian dalam Negara Khilafah.   Kebijakan pertanian Negara Khilafah diarahkan pada tujuan untuk memaksimalkan eksploitasi (pemanfaatan) tanah lahan hingga menghasilkan tingkat produksi pertanian paling tinggi. Ini bisa dimengerti karena pertanian dibuat untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian. Tujuannya untuk mencukupi kebutuhan pangan dan industri dalam negeri serta meningkatkan volume dan deversitas ekspor ke luar negeri.

Pasal 159 berbunyi sebagai berikut:

تُشْرِفُ الدَّوْلَة عَلَى الشُّؤُوْنِ الزِّرَاعِيَّة وَمَحْصُوْلاَتِهَا وِفْقَ مَا تَتْطُلُبُه السِّيَّاسِيَّة الزِّرَاعِيَّة الَّتِي تُحَقِّقُ اِسْتِغْلاَلَ اْلأَرْضِ عَلَى أَعْلَى مُسْتَوَى مِنَ اْلإِنْتَاجِ

Negara (Khilafah) mengatur urusan pertanian berikut hasil-hasil produksinya sesuai dengan yang dituntut oleh kebijakan politik pertanian yang ditujukan untuk merealisasikan eksploitasi lahan pada level produksi tertinggi.

 

Dalil yang mendasari pasal ini adalah sabda Nabi saw.:

اَلْإمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَاعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawa-ban atas orang yang dia pimpin (HR al-Bukhari).

 

Pengaturan urusan rakyat mencakup seluruh urusan, termasuk di dalamnya urusan pertanian.  Hanya saja, Negara Khilafah tidak ikut campur langsung dalam urusan-urusan teknis pertanian, tetapi membiarkan kaum Muslim menggarap lahan pertanian mereka, sesuai dengan keinginan mereka. Rasulullah saw. pernah bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian (HR Muslim).

 

Hadis ini berhubungan dengan kisah penyerbukan kurma. Petani Madinah biasa melakukan penyerbukan buatan atas kurma-kurma mereka untuk meningkatkan hasil dan kualitas kurma mereka.  Tatkala Nabi saw. bertanya kepada mereka mengenai masalah itu, beliau menyarankan agar mereka tidak melakukan penyerbukan buatan. Mereka mengiyakan saran Nabi saw.  Namun, hal itu berakibat hasil kurma mereka menurun.   Ketika mereka melaporkan hal itu kepada Rasulullah saw., beliau menjawab, “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”

Dalam riwayat lain dari Anas ra. dinyatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْم يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَو لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَال أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمْرِ دُنْيَاكُمْ

Nabi saw. pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: “Sekiranya mereka tidak melakukan itu, (hasil) kurma itu akan (tetap) baik.” Namun, setelah itu, ternyata keluarlah buah kurma yang kering (sebelum matang). Hingga suatu saat Nabi saw. melewati mereka lagi dan melihat hal itu, beliau bertanya, “Ada apa dengan pohon kurma kalian?” Mereka menjawab, “Bukankah Anda telah mengatakan hal ini dan hal itu?” Beliau lalu bersabda. “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR Muslim).

 

Musa bin Thalhah bin ‘Ubaidillah, dari bapaknya, berkata:

مَرَرْتُ مَعَ رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِي نَخْلٍ فَرَأَى قَوْمًا يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ فَقَالَ مَا يَصْنَعُ هَؤُلَاءِ قالوا يَأْخُذُونَ مِنْ الذَّكَرِ فَيَجْعَلُونَه فِي الْأُنْثَى قَال مَا أَظُنُّ ذَلِكَ يُغْنِي شَيْئًا فَبَلَغَهُمْ فَتَرَكُوه فَنَزَلُوا عَنْهَا فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّمَا هُوَ الظَّنُّ إِنْ كَانَ يُغْنِي شَيْئًا فَاصْنَعُوهُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَإِنَّ الظَّنَّ يُخْطِئُ وَيُصِيبُ وَلَكِنْ مَا قُلْتُ لَكُمْ قَالَ الله فَلَنْ أَكْذِبَ عَلَى الله

Aku pernah bersama Rasulullah saw. melewati kebun kurma. Beliau melihat orang-orang mengawinkan kurma. Lalu beliau bersabda: “Apa yang mereka lakukan?” Para Sahabat menjawab, “Mereka mengambil yang laki-laki untuk digabungkan dengan yang perempuan.” Beliau bersabda, “Aku melihat bahwa perbuatan mereka tidak ada gunanya.” Perkataan beliau itu sampai ke telinga mereka hingga mereka meninggalkan itu sehingga hasil panen mereka pun gagal. Kejadian tersebut akhirnya juga sampai kepada Nabi saw. Beliau lalu bersabda, “Ucapan itu hanya perkiraan. Jika memang pengawinan itu bermanfaat hendaklah mereka melakukan itu. Aku hanyalah manusia biasa sebagaimana kalian. Perkiraan itu bisa benar dan bisa salah. Namun, jika apa yang aku katakan kepada kalian adalah firman Allah, maka sekali-kali aku tidak akan berdusta kepada Allah.” (HR Ibnu Majah).

 

Riwayat ini menunjukkan bahwa Negara Islam tidak akan melakukan pengaturan secara langsung dalam urusan pertanian yang bersifat teknis. Pengaturan yang bersifat umum dengan mengatur usluubusluub atau wasilah-wasilah yang dibutuhkan untuk mengembangkan, menguatkan dan mempermudah urusan-urusan pertanian. Dengan kebijakan tersebut diharapkan produksi pertanian mencapai tingkat maksimal, dan eksploitasi lahan pertanian berjalan secara efektif dan efisien.

Di antara kebijakan yang berkaitan dengan lahan pertanian adalah Negara memaksa para pemilik lahan pertanian untuk menggarap tanahnya. Jika mereka menelantarkan selama tiga tahun berturut-turut, Negara berhak melakukan penyitaan. Nabi saw. bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَه أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَم يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَه

Siapa saja yang memiliki tanah, garaplah tanah itu, atau ia memberikan tanah tersebut kepada orang lain, dan jika ia tidak melakukan hal itu, sitalah tanahnya (HR al-Bukhari).

 

Usaid bin Dhuhair ra. bertutur:

نَهَىَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كِراَءِ اْلأَرْضُ قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِذَا نُكْرِيْهَا بِشَيْءٍ مِنَ الْحَبِّ. قال: لاَ. قَال : وَكُنَّا نُكْرِيْهَا بِالتِّبن. فَقَال: لاَ . وَكُنَّا نُكْرِيْهَا بِمَا عَلىَ الرَّبِيْعِ السَّاقِي. قَال: لاَ، اِزْرَعْهَا أَوْ اِمْنَحَهَا أَخَاكَ

Rasulullah saw. telah melarang sewa tanah.  Kami bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana jika kami menyewakan tanah dengan biji-bijian?”  Nabi saw menjawab, “Jangan!”  Kata mereka, “Kami akan menyewakan tanah dengan jerami.”  Nabi saw. menjawab, “Jangan!” Kata mereka, “Kami akan menyewakan tanah dengan tumbuhan yang tumbuh di saluran air.” Nabi saw. menjawab, “Jangan. Garaplah tanah itu atau berikan (tanah itu) kepada  saudaramu!” (HR an-Nasa’i).

 

Dhuhair bin Rafi’ ra. juga berkata:

دَعَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ مَا تَصْنَعُونَ بِمَحَاقِلِكُمْ قُلْتُ نُؤَاجِرُهَا عَلَى الرُّبُعِ وَعَلَى الْأَوْسُقِ مِنَ التَّمْرِ وَالشَّعِيرِ قَالَ لَا تَفْعَلُوا ازْرَعُوهَا أَوْ أَمْسِكُوهَا

Rasulullah saw. pernah memanggil aku seraya bersabda, “Apa yang kalian lakukan dengan sawah ladang kalian?” Saya menjawab, “Kami menyewakan lahan dengan ¼ (dari hasil tanaman) atau dengan beberapa wasaq kurma dan gandum.” Nabi saw. bersabda, “Janganlah kalian lakukan.  Garaplah oleh kalian tanah itu atau sitalah tanah itu!” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Hadis-hadis di atas merupakan kebijakan Nabi saw. atas lahan-lahan pertanian.  Sebagaimana sifatnya sebagai lahan pertanian, ia harus terus digarap agar fungsinya terus berjalan secara maksimal.

Masih banyak kebijakan-kebijakan lain berkaitan dengan lahan pertanian. Semuanya diarahkan kepada maksimalisasi fungsi lahan agar bisa meningkatkan volume produksi dan menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas tinggi. [Gus Syams]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three + nineteen =

Back to top button