Potret Kehidupan Wanita di Negara Islam (Pasal 117 Kitab Muqaddimah ad-Dustûr)
Kehidupan wanita di dalam masyarakat Islam tentu berbeda dengan kehidupan wanita di masyarakat sosialis dan kapitalis. Dalam masyarakat kapitalis, wanita dibiarkan bebas menjalankan kehidupan sebagaimana laki-laki. Mereka dibiarkan mengumbar aurat, berinteraksi dengan lawan jenis nyaris tanpa batasan. Akibatnya, perzinaan, perkosaan, broken home, kekerasan terhadap wanita, dan eksploitasi wanita untuk kepentingan materi telah menjadi fenomena umum. Institusi perkawinan dan keluarga tidak lagi sakral. Seseorang bisa memiliki anak tanpa pernikahan “yang sah”. Incest (hubungan seks sedarah) juga telah menjangkiti hingga taraf menjadi wabah penyakit di dalam institusi keluarga Barat. Seorang wanita dalam kedudukannya sebagai istri dan ibu rumah tangga dituntut bekerja sebagaimana laki-laki. Masyarakat Barat mengidap—apa yang disebut oleh para pakar—kegersangan psikologis dan alienasi.
Adapun gambaran kehidupan wanita dalam masyarakat Islam, saat Khilafah Islamiyyah berdiri, tertuang dalam Pasal 117 Kitab Muqaddimah Dustur:
فَفِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ يَجُوْزُ أَنْ تَعِيْشَ مَعَ النِّسَاءِ وَالرِّجَالِ الْمَحَارِمِ وَ الرِّجَالِ اْلأَجَانِبِ عَلَى أَنْ لاَ يَظْهَرَ مِنْهَا إلاَّ وَجْهُهَا وَكَفَّهَا، غَيْرَ مُتَبَرِجَّةٍ وَلاَ مُتَبَذِلَّةٍ. وَأَمَّا فِي الْحَيَاةِ الْخَاصَّةِ فَلاَ يَجُوْزُ أَنْ تَعِيْشَ إِلاَّ مَعَ النِّسَاءِ أَوْ مَعَ مَحَارِمِهَا، وَلاَ يَجُوْزُ أَنْ تَعِيْشَ مَعَ الرِّجَالِ اْلأَجَانِبِ . وَ فِي كِلْتَا الْحَيَاتَيْنِ تَتَقَيَّدُ بِجَمِيْعِ أَحْكَام الشَّرْعِ.
Di dalam kehidupan umum wanita boleh hidup bersama kaum wanita, kaum laki-laki yang mahram maupun bukan; selama tidak menampakkan auratnya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak tabarruj, dan tidak al-mutabadzdzilah (mengenakan pakaian yang biasa digunakan di dalam rumah, seperti daster, celana pendek, dan lain-lain.). Di dalam kehidupan khusus, seorang wanita tidak boleh hidup kecuali dengan sesama kaum wanita, atau dengan dengan kaum laki-laki yang menjadi mahram-nya; dan ia tidak boleh hidup dengan laki-laki asing. Di dalam dua kehidupan ini (kehidupan umum dan khusus), wanita terikat dengan seluruh hukum syariah. (Muqaddimah ad-Dustur, Pasal 117, hlm. 325).
Dalil yang mendasari pasal ini adalah al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Di dalam kehidupan khusus, seorang wanita hidup bersama dengan wanita lain, suami dan mahram. Ia tidak boleh hidup serumah dengan laki-laki asing. Ketentuan ini didasarkan pada ayat yang menjelaskan kewajiban meminta ijin tatkala masuk rumah orang lain. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ فِيهَآ أَحَدٗا فَلَا تَدۡخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤۡذَنَ لَكُمۡۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ٱرۡجِعُواْ فَٱرۡجِعُواْۖ هُوَ أَزۡكَىٰ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian lebih baik bagi kalian agar kalian (selalu) ingat. Jika kalian tidak menemui seorang pun di dalamnya, janganlah kalian masuk sebelum kalian mendapat izin. Jika dikatakan kepada kalian, “Kembalilah,” hendaklah kalian kembali. Itu lebih bersih bagi kalian dan Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan (QS an-Nur [24]: 27-28).
Sebab turunnya ayat ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam ath-Thabari dari ‘Adi bin Tsabit. Diceritakan, ada seorang wanita dari kaum Anshar bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, aku tinggal di dalam rumah. Dalam kondisi tertentu aku berada dalam suatu keadaan yang aku tidak suka seorang pun—baik orangtuaku, anakku—melihat aku dalam keadaan tersebut. Lalu datanglah ayahku dan masuk ke dalam rumahku. Sungguh seorang laki-laki dari keluargaku selalu masuk ke dalam rumahku, sedangkan saya sedang berada dalam keadaan tersebut (dimana perempuan ini tidak suka dilihat oleh seorang pun). Lantas, apa yang harus aku perbuat?” Lalu turunlah ayat ini (QS an-Nur [24]: 27) (HR ath- Thabari).
Menurut Imam Qurthubiy, sebab turunnya QS an-Nur [24] ayat 28 adalah pertanyaan Abu Bakar kepada Rasulullah saw. tentang rumah-rumah tak berpenghuni, yang ada di pinggir jalan-jalan wilayah Syam. Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulullah, apa pendapat Anda tentang kedai-kedai dan rumah-rumah yang tak berpenghuni di jalan-jalan Syam?” Lalu turunlah Surat an-Nur (24) ayat 28.
Imam Qurthubiy menjelaskan, Allah SWT memuliakan dan mengagungkan anak-anak Adam dengan rumah-rumah. Dengan rumah-rumah itu manusia terjaga atau terlindung dari pandangan orang luar. Dengan rumah-rumah itu juga mereka bisa menikmati kehidupan pribadi, mencegah orang lain untuk melihat apa saja yang ada di dalam rumah, atau mencegah masuknya orang-orang tanpa ijin dari pemiliknya. Allah SWT juga menetapkan sejumlah hukum yang bisa menutup aurat mereka agar tidak diintip oleh orang lain dari luar (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Surat an-Nur [24] ayat 27-28).
Dalam Shahih Muslim disebutkan, Abu Hurairah meriwayatkan sebuah riwayat dari Nabi saw. bahwa beliau pernah bersabda:
مَنِ اطَّلَعَ فِى بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَهُ
Siapa saja yang mengintip (melihat) rumah seseorang tanpa ijin pemiliknya maka pemilik rumah itu halal menusuk matanya (HR Muslim).
Rumah merupakan kehidupan khusus. Di dalamnya wanita Mukmin hidup dan bergaul dengan suami, anak dan mahram-mahram-nya. Ia tidak dilarang menampakkan sebagian auratnya tatkala berada di dalam rumah. Ia boleh mengenakan pakaian sehari-hari (tsiyab al-mihnah). Sebaliknya, wanita Mukmin tidak boleh hidup serumah dengan laki-laki asing, bergaul dan berinteraksi layaknya suami-istri atau kerabat.
Alasan lain adalah kebolehan wanita Muslimat menampakkan bagian tubuhnya selain muka dan telapak tangan di hadapan mahram-nya, sebagaimana dinyatakan dalam QS an-Nur [24]: 31.
Ayat-ayat di atas merupakan dalil kehidupan khusus serta hukum yang berlaku di dalamnya. Wanita Mukmin wajib terikat dengan aturan-aturan ijtima’i di dalam kehidupan khusus dan dilarang hidup bersama dengan laki-laki asing di dalamnya.
Namun demkian, wanita Muslimah boleh hidup di dalam kehidupan umum dan melakukan aktivitas-aktivitas di dalamnya seperti: berdakwah, belajar-mengajar, berdagang, bekerja, muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa), dan lain sebagainya. Ia boleh berinteraksi dengan laki-laki maupun wanita sesuai dengan batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariah. Seorang wanita wajib menutup aurat dan mengenakan kerudung dan jilbab tatkala berada di kehidupan umum. Kewajiban menutup aurat telah disitir di dalam al-Quran. Allah SWT berfirman:
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ ٢٦
Hai anak Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian, dan pakaian indah untuk perhiasan (QS al-A’raf [7]: 26).
Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyatakan: ayat ini merupakan dalil kewajiban menutup aurat. Sebab Allah SWT menurunkan kepada kita pakaian yang digunakan untuk menutup aurat. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai kewajiban menutup aurat. Mereka hanya berbeda pendapat tentang bagian tubuh mana yang termasuk aurat (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, 7/172; al-Jashshash, Ahkam al-Qur’an, 4/203; as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur, 3/433; Ibnu al-Jauzi, Zad al-Masir, 3/181).
Nabi saw. telah mencela dan melarang wanita-wanita yang membuka auratnya di kehidupan umum. Beliau bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْناب الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيْرَةٍ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah lihat, yakni: sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia dan wanita yang membuka auratnya, berpakaian tipis merangsang, berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian (HR Muslim).
Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam kitab Al-Umm dinyatakan, “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut, sedangkan keduanya (pusat dan lutut) bukanlah termasuk aurat…Adapun aurat perempuan adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.” (Syafii, Al-Umm, 1/89).
Perintah bagi wanita mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab di kehidupan umum disebut di dalam al-Quran. Allah SWT berfirman:
وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ ٣١
Hendaklah mereka menutupkan khimar (kerudung) ke dadanya (QS an-Nur [24]: 31).
Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS al-Ahzab [33]: 59).
Di dalam kehidupan umum, wanita boleh berhias (tazayyun), namun dilarang tabarruj (menampakkan kecantikan). Dalilnya adalah Firman Allah SWT:
وَٱلۡقَوَٰعِدُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّٰتِي لَا يَرۡجُونَ نِكَاحٗا فَلَيۡسَ عَلَيۡهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعۡنَ ثِيَابَهُنَّ غَيۡرَ مُتَبَرِّجَٰتِۢ بِزِينَةٖۖ ٦٠
Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti haid dan kehamilan yang tidak ingin menikah lagi tidaklah berdosa menanggalkan pakaian mereka tanpa bermaksud menampakkan perhiasannya (tabarruj) (QS al-Nur [24]: 60).
Mafhum muwafaqah-nya, “Jika wanita-wanita tua yang telah menofause saja dilarang melakukan tabarrauj, apalagi wanita-wanita yang belum tua dan masih punya keinginan nikah.”
Masih banyak dalil-dalil lain yang mendasari Pasal 117 Kitab Muqaddimah ad-Dustur. Dengan pasal ini, kaum Muslim bisa menggambarkan kehidupan wanita Muslimah di dalam Daulah Islamiyyah sesuai dengan tuntunan syariah. [Gus Syams]