Baiti Jannati

Membentengi Anak dari Ancaman Liberalisme

Virus liberalisme terus merasuk ke tubuh umat. Penyebarannya pun kian menyasar berbagai kalangan, termasuk anak dan remaja.  Padahal sudah jelas bahwa pemikiran ini diharamkan Allah SWT.  Allah Pencipta manusia mewajibkan kita memilki ketaatan dan ketundukan yang penuh terhadap syariah-Nya.  Bukan sebaliknya, berperilaku liberal yang membebaskan dan menghalalkan apapun selama sesuai dengan keinginan hawa nafsunya dan dipandang menguntungkan.  Liberalisme sampai kapan pun tidak mungkin berkesesuaian  dengan Islam. Namun, para pengusungnya terus menderaskannya di tengah-tengah umat. Tujuannya untuk menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar.  Mereka mengaku berkeyakinan Islam, namun tidak mau diatur oleh syariah Islam. Jika keadaan ini terus dibiarkan, apalagi menjalar dalam kehidupan remaja dan anak Muslim, ini merupakan ancaman besar bagi nasib Islam ke depan.  Karena itu tidak ada pilihan kecuali menyatakan perang terhadap liberalisme.

Mesti ada upaya yang dilakukan untuk membentengi generasi Muslim dari paparan liberalisme. Berikut hal-hal yang harus dilakukan kita baik sebagai orangtua maupun dalam posisi bagian integral umat Islam yang memiliki amanah menyiapkan generasi rabbani dan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi mereka dari apapun yang mengancam mereka.

Pertama: Benar-benar menyadari bahwa orangtua mempunyai amanah dalam menjaga anak dari hal-hal yang bisa menjerumuskan mereka pada azab neraka (QS at-Tahrim [66]: 6).

Semoga dengan kesadaran ini orangtua akan dijaga dari sikap berat dan putus asa ketika dihadapkan pada kesulitan dalam mendidik anak. Juga akan senantiasa optimis dan penuh harapan kesuksesan serta mendapat limpahan pahala manakala menjalankanya.

Kedua: Memberikan pendidikan keimanan semenjak dini. Masalah akidah merupakan perkara yang urgen disampaikan kepada anak sesegera mungkin.  Baginda Rasulullah saw. merupakan teladan mulia dalam pendidikan anak ini. Salah satu conohnya adalah pendidikan yang diberikan beliau kepada Abdullah bin Abbas yang masih kecil:

عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبّاسٍ -رَضِي الله عَنْهُما-قالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَوْمًا، فَقَالَ: غُلاَمُ، إِنِيّ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ الله يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّة لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

Abdullah bin Abbas radhiyalLâhu ‘anhuma menceritakan: Suatu hari saya berada di belakang Nabi saw. Beliau bersabda, “Nak, aku mengajari kamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberi kamu suatu keuntungan, hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Andai pun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, hal itu tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

 

Ketiga: Senantiasa mengevaluasi dan memastikan kondisi keimanan anak. Bahkan para nabi as.  memastikan kondisi keimanan keturunannya sekalipun menjelang kematiannya, seperti kisah Nabi Ya’qub yang diabadikan dalam al-Quran:

أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَآءَ إِذۡ حَضَرَ يَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ إِذۡ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِيۖ قَالُواْ نَعۡبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗا وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ

Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Sesembahanmu dan Sesembahan nenek moyangmu: Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Sesembahan satu-satu-Nya yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada Dia.” (QS al-Baqarah [2]: 133).

 

Dalam Tafsîr al-Baghawi dijelaskan bahwa Nabi Ya’qub benar-benar ingin memastikan anak dan cucunya memiliki akidah yang baik. Beliau mengumpulkan semua keturunannya untuk meyakinkan kondisi keimanan mereka menjelang ajal beliau tiba. Al-Baghawi berkata, “Nabi Ya’qub pun mengumpulkan anak  dan cucunya. Ia kemudian bertanya kepada mereka tatkala akan datang ajalnya, apa yang akan mereka sembah setelah kematiannya.”

Keempat: Orangtua harus menyiapkan waktu yang terencana untuk menanamkan keimanan pada anak-anaknya. Makna terencana bukan berarti menyediakan waktu yang panjang, namun melakukannya dengan fokus dan disengaja.  Mendidik anak bukan mencari dan mengisi waktu luang, tetapi wajib meluangkan waktu!  Waktu yang dipakai untuk mendidik anak tidak akan hilang percuma. Ia menjadi investasi pahala, penggugur dosa dan saksi di akhirat kelak bahwa kita telah menunaikan amanah dengan sungguh-sungguh. Jika orangtua sudah membuat rencana pendidikan akidah bagi anaknya, insya Allah kesempatan akan terbuka lebar sekalipun di tengah kesempitan dan kesibukan.  Orangtua justru akan tertunjuki untuk memanfaatkan waktu yang ada secara efektif.

Kelima: Harus mencari tahu dan peduli dengan fakta dan informasi yang mempengaruhi anak.  Orangtua mesti mengetahui apa saja yang dilihat, didengar, dialami dan dirasakan anak. Semua hal tersebut akan memiliki dampak pada proses berpikir anak dan ujungnya bisa melemahkan atau menguatkan akidah mereka.  Fakta-fakta negatif yang diindera anak seperti khurafat, pornografi-pornoaksi, pelecehan Islam atau ide-ide liberal harus segera dinetralisir. Jangan sampai fakta dan berita menyimpang ini yang dipahami anak sebagai kebenaran yang harus diikuti. Karena itu orangtua jangan abai dengan tontonan, bacaan, games, teman main, serta lingkungan yang mengelilingi anak.  Pengetahuan orangtua yang lengkap tentang anak merupakan modal penting untuk segera melakukan counter terhadap apapun yang membahayakan keimanan mereka.

Keenam: Demi kesuksesan poin ke-5 maka wajib orangtua memimiliki keterampilan berkomunikasi efektif dengan anak dan remaja.  Komunikasi yang buruk antara orangtua dan anak akan menyebabkan kegagalan dalam memahami anak. Orangtua pun akan sulit membersihkan konten-konten buruk dan berbahaya dari benak anak. Bahkan tidak jarang pada akhirnya terjadi konflik anak dengan orangtua.  Anak merasa orangtuanya tidak mempercayai dia, menghalangi kebebasan serta selalu turut campur urusannya.  Orangtua merasa tidak dihargai. Kasih sayang yang selama ini dicurahkan seolah tidak berbalas. Dalam kondisi hubungan yang tidak harmonis, anak rawan terpapar berbagai ancaman, termasuk liberalisme.

Ketujuh: Harus mengetahui strategi dan bentuk-bentuk teknis penyebaran paham liberal, terutama yang dominan melanda kehidupan anak dan remaja. Misalnya, lewat lagu, film dan sinetron atau games dan bacaan yang digandrungi mereka.

Kedelapan: Memahami kesesatan ide liberal serta cara untuk meng-counter dan membahas penyimpangannya dari ajaran Islam.

Kesembilan: Orangtua harus menyampaikan kepada anak bahwa sampai kapan pun musuh-musuh Islam akan senantiasa melakukan upaya penyesatan terhadap umat Islam (QS al-Baqarah [2]: 120), termasuk melalui liberalisme.

Mudah-mudahan informasi ini akan menumbuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian pada diri anak terhadap apapun yang dterimanya. Orangtua juga harus membekali anak dengan pemahaman bahwa pemikiran,perkataan dan perilaku manusia terikat dengan aturan Allah. Kita tidak boleh menghalalkan yang Allah haramkan, juga dilarang mengharamkan apa yang Allah halalkan. Bahkan jika ketetapan ini dilanggar akan menjerumuskan pelakunya pada kekafiran. Di dalam kitab Kifâyah al-Akhyâr, kitab fikih bermazhab Syafii, disebutkan bahwa seseorang yang menghalalkan sesuatu yang haram dan disepakati keharamannya disebut kafir.

Kesepuluh: Harus menyadari bahwa benteng utama yang bisa melindungi akidah adalah kehadiran Negara Khilafah yang menerapkan Islam secara kâffah. Khilafah tidak akan membiarkan ide dan paham liberal bertebaran di tengah masyarakat.  Jika pun ada, Khilafah segera akan menindaknya dengan memberlakukan sanksi sesuai ketentuan syariah.

Kesebelas: Memohon pada Allah agar kita dan anak keturunan kita dikokohkan dalam agama yang benar dan dilindungi dari apapun yang menyesatkan.

 

Penutup

Ancaman yang merusak dan menyesatkan akidah sudah di depan mata, bahkan masuk ke ranah keluarga.  Tidak ada waktu untuk berleha-leha. Segera lakukan pemberantasan secara tuntas sampai ke akar-akarnya.  Selain melakukan upaya perlindungan dalam keluarga, kita pun wajib terlibat dalam pejuangan untuk menegakkan Khilafah.  Institusi negara ini akan menjadi râ’in dan junnah bagi seluruh warga negaranya.

WalLâhu a‘lam. [Dedeh Wahidah Achmad]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × 1 =

Back to top button