Baiti Jannati

Ramadhan Momen Menumbuhkan Semangat Perjuangan Dalam Keluarga

Perjuangan adalah upaya sekuat tenaga untuk mewujudkan sebuah hasil yang terbaik. Ramadhan bulan perjuangan bisa dimaknai sebagai upaya sekuat tenaga untuk menundukkan hawa nafsu. Tujuannya agar mampu menjalankan amaliyah Ramadhan dengan sebaik-baiknya demi meraih takwa.

Berjuang juga bisa dengan makna yang lebih luas, yakni berupaya sekuat tenaga agar Islam kaaffah tegak sebagai pengatur kehidupan manusia. Caranya dengan mengembalikan kembali Daulah Islamiyah, sistem pemerintahan Islam yang diwariskan oleh Rasulullah saw., dan dilanjutkan dalam wujud Khilafah Islamiyah oleh para Sahabat sebagai khalifah (pengganti) beliau.

Ramadhan adalah bulan perjuangan. Banyak peristiwa besar yang terjadi pada bulan suci ini. Pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijrah, Rasulullah saw. memimpin Perang Badar al-Kubraa. Pada bulan Ramadhan juga terjadi peristiwa penaklukan Kota Makkah atau Fath Makkah.

 

Semangat Perjuangan dalam Keluarga

Cengkeraman Kapitalisme-sekulerisme telah menjauhkan keluarga Muslim dari gambaran ideal aktivitas selama Ramadhan. Banyak di antaranya menjalani Ramadhan hanya sebatas menahan haus dan lapar dan melaksanakan ritual tahunan.  Inilah yang disabdakan, Nabi saw.:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَه مِنْ صِيَامِهِ إِ لاَّ الْجُوْع وَ رُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَه مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ

Betapa banyak orang berpuasa hanya merasakan lapar saja. Betapa banyak orang yang bangun malam hanya merasakan begadang saja (HR Ibnu Majah).

 

Salah satu tugas kita adalah mengembalikan semangat perjuangan umat, termasuk semangat juang dalam keluarga.  Ramadhan ibarat kawah candradimuka yang akan melahirkan para kader tangguh.  Pejuang yang siap untuk terjun ke medan pertempuran, menyuarakan kebenaran Islam, membela agamanya serta berani untuk menghadapi siapapun yang menghalangi tegaknya risalah Rabb-nya.

 

Berikut upaya-upaya yang harus dijalankan:

Pertama, memahamkan keluarga tentang hakikat amaliyah Ramadhan untuk mencapai takwa dengan makna yang hakiki, yakni menaati semua perintah Allah SWT dan meninggalkan apapun yang Dia larang. Takwa tidak memisah-misahkan perintah dan tidak membeda-bedakan larangan. Semua aturan syariah mengikat setiap Muslim.  Melanggar ketentuannya akan berkonsekuensi siksa.

Kedua, menjelaskan cakupan syariah.  Risalah Islam yang diturunkan pada Rasulullah saw. lengkap dan sempurna (QS al-Maidah [5]: 3). Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, baik akidah, syariah maupun dakwah.  Mengatur masalah makanan, pakaian, akhlak dan ibadah mahdhah. Mengatur masalah jual beli, sewa-menyewa, pernikahan, pemerintahan, jihad dan perang, serta aturan lainnya.

Islam mengajarkan batasan aurat, rukun dan syarat sahnya shalat, dan  apa saja yang membatalkan puasa. Islam juga mengajarkan kewajiban mengangkat dan membaiat khalifah. Ketaatan pada syariah menjadi standar penentu apakah sesorang sukses menggapai takwa atau sebaliknya menjadi orang yang gagal dan celaka. Mustahil meraih takwa tanpa ketaatan pada syariah.

Ketiga, menanamkan kesadaran bahwa untuk taat syariah perlu perjuangan, kesungguhan serta pengorbanan.  Menggapai derajat takwa bukan jalan yang mudah.  Penuh godaan, rintangan, dan hambatan. Rasulullah saw. bersabda, “Surga diliputi hal-hal yang tidak menyenangkan dan neraka diliputi syahwat.” (HR Tirmidzi).

Kesadaran ini akan melahirkan ‘azzam untuk mengerahkan segenap upaya demi melawan semua rintangan. Mereka akan kuat menahan haus dan lapar pada siang hari. Mereka berupaya keras untuk menaklukan kantuk pada malam hari supaya bisa shalat sunah dan makan sahur.  Mereka pun akan sanggup untuk istiqamah di jalan dakwah Islam sekalipun ancaman terus menghadang.

Keempat, mengajak keluarga memahami realitas kehidupan sekarang.  Bebagai kezaliman dan penderitaan menimpa umat akibat hukum Allah tidak diterapkan.  Kemiskinan kian menggurita karena penerapan sistem ekonomi kapitalis yang hanya berpihak pada pemilik modal. Negara tidak hadir sebagai penanggung jawab urusan rakyat.  Berbagai penyakit sosial terus bermunculan karena sistem pergaulan Islam tidak diterapkan Tidak ada pula sanksi tegas terhadap para pelaku kriminal. Politik demokrasi telah melahirkan pejabat korup.  Para ulama dan aktivis Islam diintimidasi, dipersekusi, bahkan dikurung di jeruji besi.  Nasib saudara di negeri lain pun tidak jauh berbeda. Ada di antara mereka yang kehilangan harta, kehormatan, bahkan jiwa. Seperti yang dialami Muslim Palestina dan Rohingya.

Keluarga kita harus paham bahwa biang masalahnya adalah kehidupan sekarang tidak diatur oleh sistem Islam. Solusi satu-satunya adalah dengan menghadirkan kembali sistem yang akan menerapkan Islam kaaffah, yakni Khilafah.  Pada saat itu akan hadir Khalifah yang siap membela kehormatan rakyatnya sebagaimana ketegasan Khalifah Al-Mu’tashim Billah saat merespon seruan seorang Muslimah dari Bani Hasyim yang diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kemudian beliau menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Kota Ammuriah dalam rangka membela Muslimah tersebut.

Jauh sebelum itu, Khalifah Abu Bakar, sebagai sosok Sahabat Rasulullah saw. yang lemah-lembut dan penyayang, melakukan sikap tegas terhadap para pembangkang.  Beliau mengerahkan pasukan untuk melawan sekelompok orang yang enggan terikat syariah, yakni tidak mau membayar zakat setelah Rasulullah saw. wafat.

Kelima, menggambarkan bentuk perjuangan yang harus dilakukan pada masa sekarang.  Pemahaman ini harus gamblang disampaikan agar keluarga kita tidak keliru memahami realitas.  Sekalipun penjajahan secara fisik sudah tidak ada di negeri ini, bukan berarti perjuangan sudah berakhir.  Medan pertempuran fisik memang tidak di hadapan. Namun, serangan dan ancaman pemikiran terus digencarkan. Pemikiran moderasi, islamofobia dan monsterisasi Khilafah tak henti-hentinya dimassifkan di tengah umat.  Inilah medan pertempuran  sekarang.  Harus ada upaya untuk melawan serangan pemikiran ini.  Umat harus disadarkan bahwa pemikiran-pemikiran tersebut merupakan upaya penyesatan yang akan menjuhkan umat dari pelaksanaan Islam secara kaaffah.

Kezaliman penguasa sungguh kasatmata.  Dalam kondisi ini butuh para pejuang yang berani menasihati mereka.  Rasulullah saw. bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran  di hadapan penguasa zalim (HR Abu Dawud).

 

Keenam, menggiatkan kajian ilmu.  Ilmu ibarat cahaya. Dengan keberadaannya kita bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.  Kita mampu memilih  perbuatan mana yang harus dilakukan dan mana yang mesti ditinggalkan.  Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak kajian ilmu.  Waktu bersama keluarga pun relatif tersedia, seperti selepas makan sahur jelang shalat shubuh, waktu sambil menunggu azan magrib, ketika buka puasa dan menjelang shalat tarawih.  Dorongan ingin mendapatkan pahala lebih akan mendorong hadir dalam kajian.  Apalagi jika memahami keutamaan meraih ilmu akan memudahkan kita menuju surga.  Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ الْعِلْمَ سَهَّلَ الله لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu,  Allah akan memudahkan bagi dirinya jalan ke surga (HR Muslim).

 

Apalagi di antara doa-doa yang dilantunkan di sepanjang Ramadhan adalah doa mohon sorga dan diselamatkan dari azab neraka: “Allaahumma innaa nas`aluka ridhaaka wa al-Jannah wa na’uudzu bika min sakhatika wa an-naar” (Ya Allah, kami memohon kepada-Mu ridha-Mu dan surga dan kami berlindung kepada-Mu dari kemurkaan-Mu dan neraka).

Ketujuh, banyak menyampaikan kisah-kisah perjuangan Rasulullah saw., para Sahabat, serta para ulama dan aktivis pejuang Islam. Kisahnya akan menjadi inspirasi dan memberikan motivasi bagi keluarga kita dalam mengokohkan semangat juang.

Kedelapan, orang tua harus menjadi contoh nyata bagi anak-anaknya.  Orang tua harus berada di garda depan barisan pejuang. Dengan itu akan tergambar nyata pada anak bahwa Ramadhan bulan perjuangan bukan sebatas slogan, namun betul-betul dibuktikan.

Kesembilan, berdoa pada Allah SWT agar kita dan keluarga  termasuk hamba Nya yang istiqamah di jalan perjuangan.  Di antara doa yang senantiasa dilantunkan adalah doa yang dibaca setelah shalat tarawih:

اَللهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْماَنِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِض مُؤَدِّيْن، وَلِلصَّلاَة حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِين، وَلِمَا عِنْدَكَ طاَلِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِين، وَعَنِ الَّلغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْن، وَفِى اْلآخِرَة رَاغِبِيْنَ، وَبِاالْقَضَاءِ رَاضِين، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْن، وَعَلَى الْبَلاَءِ صَابِرِيْن، وَتَحْتَ لِوَاءِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِين، وَمِنَ النَّارِ نَاجِين…

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang memenuhi berbagai kewajiban, yang memelihara shalat, yang mengeluarkan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang pada petunjuk, yang berpaling dari kebatilan, yang zuhud di dunia, yang menyenangi akhirat, yang ridha dengan qadha’-Mu (ketentuan-Mu), yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas segala musibah, yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad saw., pada Hari Kiamat, yang mengunjungi telaga (Nabi Muhammad), yang masuk ke dalam surga, yang selamat dari api neraka

 

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Dedeh Wahidah Achmad]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eight + fifteen =

Back to top button