Baiti Jannati

Mengatur Penggunaan Gadget Bagi Anak

Gadget atau laptop saat ini menjadi alat untuk belajar. Padahal sebelumnya bahkan tidak pernah diizinkan untuk digunakan. Sekarang para pelajar harus menggunakannya karena harus melaksanakan PJJ. Wajar jika akhirnya memunculkan permasalahan baru, terutama bagi kaum ibu.  Selain harus mengawasi dengan ketat belajar anak-anaknya, mereka pun harus mengawasi penggunaan gadget agar tidak disalahgunakan.

Bagaimanapun situasi ini memang harus kita hadapi. Apalagi di tengah sistem sekular kapitalisme yang diterapkan negeri ini. Para ibu dibuat khawatir berlipat-lipat. Arus liberalisme demikian kuatnya melanda. Tayangan-tayangan  di televisi dan media sosial seolah tidak ada remnya. Demikian halnya game-game beredar seolah tak kerkendali.   Wajar, jika kita sebagai  orangtua sangat khawatir terhadap situasi ini.

 

Yang Harus Ditanamkan Orangtua Pada Anak

Kita semua paham bahwa pengaruh gadget tidak semuanya buruk. Banyak pula hal baik yang kita dapatkan jika menggunakannya sesuai peruntukannya.  Hanya saja sering yang terjadi justru pengaruh buruknya yang dominan.  Di sinilah sesungguhnya peran kita. Memang bukan hal yang mudah untuk menghilangkan pengaruh negatif dari penggunaan gadget pada anak. Apalagi di tengah situasi pandemi ini, yang mengharuskan anak-anak kita menggunakannya untuk belajar jarak jauh.   Jika  bisa mengupayakan agar anak kita sama sekali tidak tersentuh gadget tentu ini sangat baik.  Hanya saja ketika memang tidak bisa, maka ada beberapa  pakem  yang kita bisa upayakan  untuk meminimalisir efek buruknya, antara lain:

 

  1. Tanamkan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya sejak dini.

Menanamkan iman yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan mempengaruhi tumbuh kembang sendi-sendi agama dalam diri anak.   Rasulullah saw. bersabda,  “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR al-Bukhari).

Penanaman iman bertujuan agar anak mengenal siapa Allah SWT dan Rasul-Nya. Ketika anak memahami  bahwa Allah Maha Melihat dan Mendengar, biidznillah kelak mereka paham, bahwa semua perbuatanya selalu dalam pantauan-Nya sehingga berhati-hati dalam berbuat.

 

  1. Mengasah akal anak untuk berpikir benar.

Tantangan arus globalisasi budaya, informasi dan teknologi saat ini memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak-anak. Kerap anak memiliki argumentasi sendiri terkait apa yang ia lakukan. Pandainya seorang anak berargumentasi  karena kecerdasan dan keingintahuannya yang besar.  Orangtua haruslah memberikan informasi yang benar, yang bersumber dari ajaran Islam, yang kelak dijadikan pijakan dalam menilai berbagai informasi yang ia dapatkan.

 

  1. Kenalkan syariah Islam dan akhlak mulia.

Anak harus dikenalkan dengan syariah Islam sejak dini, sebagaimana Hadis Rasulullah saw. bersabda, “Perintahlah anak-anakmu agar mendirikan shalat tatkala mereka telah berumur tujuh tahun. Pukullah karena (tiadk mau shalat) tatkala mereka telah berumur sepuluh tahun.”

Demikian halnya dengan hukum-hukum yang lain, seperti kewajiban menutup aurat, menjaga pergaulan, larangan mencuri,  dan sebagainya. Juga menjelaskan  ahkamul khamsah. Demikian halnya  dengan  akhlak seperti berbakti kepada ibu bapa, adab mulia, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, sederhana dan sebagainya.

 

  1. Memberikan teladan bagi anak.

Anak-anak adalah peniru yang baik, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Karena itu kita ajarkan nilai-nilai kebajikan sejak dini dengan memberikan teladan. Dengan begitu anak memiliki pondasi yang  kuat dalam menghadapi seluruh bentuk tantangan pada berbagai keadaan dan beragam zaman. Termasuk dalam penggunaan gadget ini, orangtua pun harus menjadi teladan. Jangan sampai orangtua asyik bermain gadget di depan anak-anak tanpa memperhatikan kebutuhan mereka.

 

  1. Menanamkan sikap tanggung-jawab atas perbuatan yang dilakukan.

Ketika anak sudah tamyiz, kita harus menumbuhkan  kesadaran pada anak bahwa segala perbuatan yang dia kerjakan akan ada pertanggung-jawabannya. Amal baik akan dibalas pahala. Amal buruk akan dibalas siksa.  Dengan begitu, anak-anak akan hati-hati dalam bertindak. Mereka tidak mudah jatuh dalam keburukan. Jika melakukan suatu kekhilafan, ia akan segera menyadari lalu bertobat dan memperbaikinya. Sikap tanggung-jawab akan membuat anak-anak cerdas dalam mengontrol dan mengendalikan dirinya.

 

Bijak

Sebagai orangtua, sudah seharusnya kita berupaya keras menanamkan hal-hal prinsip bagi anak untuk membentengi anak dari pengaruh buruk gadget.  Kini, mau tidak mau, anak-anak justru dikondisikan untuk mengakses gadget. Mulai dari menyimak penjelasan guru hingga mengerjakan tugas. Jika orangtua tak memantau ketat, anak dikhawatirkan terkena potensi negatif gadget tersebut.  Di sini pentingnya kita bersikap bijak agar  bisa meminimalisir pengaruh negatif gadget bagi anak.

 

  1. Kapan mulai mengenalkan gadget pada anak.

Balita tidak membutuhkan gadget, tetapi lebih ke arah sensor-motorik. Anak harus bebas bergerak, berlari, meraih sesuatu, merasakan kasar-halus. Apalagi jika dikaitkan dengan efek negatif terhadap fungsi penglihatannya, radiasi dan  aspek sosialisasi si anak.  Penggunaan gadget di luar kebutuhan anak akan  memperbanyak efek buruknya. Secara fakta pengaruh buruknya memang lebih dominan.  Karena itu ketika mereka ‘terpaksa’ harus PJJ dan menggunakan gadget, maka sangat penting untuk membatasi penggunaanya di waktu  yang dibutuhkan  saja. Itu pun dengan pengawasan.

Anak usia sekolah umumnya lebih mengedepankan keinginan daripada kebutuhan sehingga memang perlu diatur waktu tertentu ketika menggunakan gadget.  Berbeda ketika sudah melewati usia balig, kurang lebih setelah 15 tahun.  Dengan proses pengasuhan dan pendidikan yang baik, ia sudah mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Mereka akan lebih mapan menggunakan gadget.  Diharapkan mereka sudah lebih bijak menggunakan gadget.   Hanya saja, orangtua masih harus melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap apa yang dilakukan anak.

 

  1. Menjelaskan dampak buruk gadget pada anak.

Seiring perkembangan usia, anak-anak harus dipahamkan tentang dampak buruk dari gadget. Interaksi dengan gadget yang berlebihan juga mengurangi kesempatan anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi, sulit untuk tidur, serta interaksi dengan alam berkurang. Paparan yang lama dengan layar gadget juga dapat mengganggu fungsi penglihatan anak.

 

  1. Mendampingi dan mengawasi aktivitas anak.

Orangtua tetap harus mendampingi anak dalam menggunakan gadget agar anak memahami dan dapat mengambil manfaat dari apa yang dia saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak membutuhkan bimbingan tentang berbagai hal dalam kehidupannya. Misalnya teknologi. Anak harus mendapatkan edukasi tentang penggunaan internet dan gadget. Ada bimbingan tentang cara pemanfaatan internet, juga rambu-rambu penggunaannya, sehingga anak sejak awal sudah mengerti batasan. Selanjutnya, orangtua mengawasinya. Jangan sampai anak kecanduan atau menggunakan untuk hal-hal yang negatif. Orangtua juga perlu mengawasi lingkungan dan teman bergaul anaknya.

 

  1. Komunikasi dan membuat kesepakatan dengan anak.

Komunikasi yang intens di antara anggota keluarga merupakan hal yang penting. Hal ini akan mendekatkan yang satu dengan lainnya. Apalagi pada masa pandemi seperti saat ini. Meluangkan waktu lebih banyak dengan anak menjadikan anak tidak merasa terbebani dengan berbagai tugas.  Jangan sampai ia merasa lebih bahagia menghabiskan waktu dengan gadget.  Dengan berbekal komunikasi yang baik, orangtua bisa membuat  kesepakatan dengan anak-anak. Jika terdapat percikan ketegangan hubungan dalam keluarga, segera  buka komunikasi secara jujur untuk mencari solusi bersama.

 

  1. Menjelaskan bahwa permainan: sa’at[an] wa sa’at[an]

Islam tidak anti teknologi. Sejarah telah  mencatat, umat Islamlah pelopor  perkembangan teknologi,  pemimpin peradaban di dunia sepanjang belasan abad.  Istimewanya, teknologi berkembang dilandasi iman dan tunduk pada hukum syariah. Wajar jika yang berkembang adalah teknologi  positif.  Islam juga tidak anti dengan permainan, sepanjang permainan itu positif dan mencerdaskan. Namun, kontennya harus ditujukan untuk kebaikan dan mendukung proses pendidikan.

Di sinilah peran orangtua untuk manyampaikan kepada anak, bahwa Islam tidak melarang permainan atau hiburan, hanya Islam telah mengaturnya, yaitu sewaktu-waktu saja. Sebagaimana dalam Shahih Muslim, Handzhalah pergi menemui Abu Bakar As-shiddiq dan menceritakan kegelisahannya,  ia bisa begitu khusyuk ketika berada dalam majlis Rasulullah, namun saat kembali ke rumah bertemu anak dan istri, ia kembali bersantai bersama mereka. Kemudian keduanya menemui Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Demi Allah, sekiranya kalian bisa merasakan (khusyuk) terus-terusan sebagaimana saat bersamaku, atau saat berzikir, niscaya para malaikat akan menyalamimu di tempat tidur dan jalan-jalan. Akan tetapi, sa’at[an] wa sa’at[an] (sewaktu-waktu saja) (diulang tiga kali).”

 

  1. Prioritas aktivitas.

Islam telah mengajarkan kepada kita fiqh awlawiyaat  yaitu prioritas pelaksanaan hukum syariah.  Konsep ini menuntun kita untuk mendahulukan yang wajib dari yang sunnah, mendahulukan  sunnah dari yang mubah.  Inilah juga yang kita ajarkan kepada anak-anak kita. Dengan begitu seiring perkembangan usia, dengan pola pengasuhan dan pendidikan yang benar, anak-anak  mengetahui mana aktivitas yang wajib, sunnah,  mubah dan sebagainya, serta mana aktivitas yang penting untuk dilakukan dan mana yang tidak.

Dalam prakteknya orangtua  memiliki peran penting untuk mengarahkan anak-anak melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan porsinya, misalnya anak laki-laki harus shalat berjamaah di masjid, belajar pada waktunya, membiasakan sholat  sunnah, membaca al-Quran dan muraja’ah. Selain itu hal-hal penting seperti mandi, makan tiga kali sehari di waktu dan tempat yang semestinya, membantu orangtua.

Dengan demikian selain anak menjadi disiplin, paham mana yang harus dan penting dilakukan dan mana yang tidak, juga akan meminimalisir bermain gadget.

 

  1. Menyibukkan dengan berkegiatan bersama.

Melakukan aktivitas bersama dengan seluruh anggota keluarga, bisa menyibukkan anggota keluarga dengan kegiatan positif.  Apalagi saat pandemi ini. Anggota keluarga menghabiskan waktunya di rumah. Tentu kita bisa lebih banyak melakukan pekerjaan bersama-sama, saling bahu-membahu.  Hal ini akan menguatkan tali ikatan keluarga, bisa lebih mengintensifakan shalat berjamaah, memperbanyak shalat sunnah, tahajud bersama, shaum sunnah bersama, tadarusan, muraja’ah, belajar membaca kitab atau kultum.   Kita juga bisa lebih intens lagi mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama, membereskan rumah, memasak  atau berkebun bersama.   Dengan kebersamaan kita dalam keluarga akan menumbuhkan sikap saling sayang dan saling menghormati yang lebih kuat di antara anggota keluarga kita. Melakukan kegiatan positif seperti ini juga akan bisa mengalihkan aktivitas-aktivitas  negatif  seperti bermain game, nonton youtube dan sebagainya. Minimal bisa menguranginya.

WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Najmah Saiidah]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

10 − ten =

Back to top button