Dunia Islam

Balkan: Damai Dalam Naungan Islam, Hancur Di Bawah Nasionalisme

Meski wilayahnya kecil, sepanjang sejarahnya Balkan adalah arena konflik, peperangan brutal dan migrasi besar-besaran. Mungkin tidak ada wilayah lain di dunia seperti wilayah ini. Balkan menjadi daerah aliran sejarah, titik naik dan titik lenyap bagi begitu banyak dan beragam bangsa, suku, ras dan kekaisaran. Tanah-tanah ini dan rakyatnya hanya menyaksikan pertumpahan darah, eksploitasi, dan ketidakamanan selama berabad-abad. Namun, mereka akhirnya merasakan kesejahteraan, perdamaian dan pembangunan selama hampir 600 tahun melalui kedatangan Islam. Formula integrasi Islam unik. Membangun mosaik yang berwarna, ceria dan penuh semangat. Terdiri dari berbagai bahasa, ras, suku dan agama.

Namun, ketika rakyat Balkan berbalik lagi pada nasionalisme, kemudian mengabaikan formula kehidupan Islam, mereka terjatuh kembali ke dalam kegelisahan, marginalisasi, rasisme, kampanye asimilasi dan medan peperangan berdarah serta pembantaian. Perang Bosnia khususnya, Pembantaian Srebrenica 25 tahun yang lalu, bukanlah pembantaian pertama (terhadap umat) setelah keruntuhan Negara Khilafah Islam. Satu pandangan sekilas saja dapat mengungkapkan kehilangan dan rasa sakit yang kita derita sebagai umat Islam: Asimilasi paksa. Pengusiran. Pembunuhan massal terhadap kaum minoritas Muslim Bulgaria dari tahun 1944-1989. Pembersihan etnis pada tahun 1989. Pembantaian dan migrasi paksa ribuan orang Albania Cham dari berbagai bagian wilayah Yunani, yakni Epirus barat hingga Albania pada tahun 1944-45. Pada peristiwa Natal Berdarah (Bloody Christmas) tahun 1963, 364 Muslim sipil tak bersenjata, perempuan dan anak-anak dibantai di Siprus. Ini hanya sedikit contoh penderitaan yang kita alami. Di satu sisi, sejarah Balkan memberikan pelajaran bagi kita. Di sisi lain, ini mengungkapkan kisah sukses penerapan sistem pemerintahan Islam.

Saat ini wilayah Balkan digambarkan sebagai wilayah yang terdiri dari Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Serbia, Kosovo, Slovenia, Albania, Makedonia, Montenegro, Bulgaria, Rumania, Yunani, dan Trakia.

Penaklukan pertama ke wilayah Balkan dimulai oleh pasukan Sultan Orhan I yang hidup pada masa Khilafah Abbasiyah. Ini terjadi pada tahun 1352 ketika pasukannya berhasil merebut Kastil Tzympe (اimpe) di Bulgaria. Sejak saat itu, dari tahun 1352 hingga pertengahan abad ke-16, Balkan berada di bawah dominasi Islam melalui tangan Pemerintahan Utsmani. Namun, Balkan bukan ditaklukkan melalui kekuatan militer seperti yang umumnya diklaim. Tentara Utsmaniyah dari Negara Khilafah Islam memang bertempur melawan kekuatan feodal lokal dan tentara salib Gereja Katolik. Namun, penaklukan atas rakyat di wilayah itu terwujud melalui “Kebijakan Istimalet”. Bukan melalui perang. Karena “Kebijakan Istimalet” inilah Balkan menikmati ketenangan, keamanan dan keselamatan yang sejati sepanjang sejarah mereka. “Kebijakan Istimalet” ini pulalah yang membuat jutaan orang, bahkan seluruh suku, memeluk Islam secara sukarela selama berabad-abad berikutnya.

Secara bahasa, “istimalet” bermakna “mempesona, menarik, memenangkan hati”. Dalam sejarah Utsmani, kata ini mengandung arti “menjaga rakyat, khususnya warga non-Muslim, menunjukkan toleransi dan kebaikan istimewa ketika berurusan dengan mereka”. Prinsip-prinsip utama “kebijakan istimalet” Utsmaniyah adalah perlakuan yang baik, perlindungan bagi orang-orang dari wilayah-wilayah yang ditaklukkan, pembelaan atas nyawa dan harta mereka dari musuh, kebebasan dalam urusan agama mereka dan kemudahan dalam masalah pajak. Kebijakan ini sebenarnya adalah implementasi dari ayat al-Quran (Lihat: QS at-Taubah [9]: 60). Penaklukkan negeri-negeri di Balkan terutama dicapai melalui kebijakan perlindungan yang tulus bagi orang-orang Kristen setempat, memastikan hak-hak mereka, memberikan kebebasan dalam keyakinan agama mereka, bahkan memberikan pembebasan dari pajak.  Konsekuensinya, warga non-Muslim secara alamiah menganggap Utsmani sebagai penyelamat mereka. Dengan demikian, “kebijakan istimalet” adalah salah satu faktor utama yang membantu Islam dalam mendapatkan dan mempertahankan otoritas atas Balkan selama berabad-abad.

Salah satu karakteristik utama dari sejarah Bosnia adalah sebagian besar penduduknya yang hidup di bawah pemerintahan Islam memilih untuk masuk Islam. Segala perselisihan antar berbagai kepercayaan Kristen pun berakhir di bawah pemerintahan Islam. Salah satu sekte Kristen yang paling radikal, Bogomil, bahkan masuk Islam dan membentuk komunitas Muslim dari etnis Slavia dengan bahasa Serbia-Kroasia.

Catatan sejarah membuktikan bahwa orang-orang non-Turki dan non-Muslim di Balkan menjalani masa yang paling damai, paling bebas dan paling mudah di bawah pemerintahan Islam. Fitur paling khas dari sistem Negara Utsmani adalah “pendekatan yang toleran terhadap rakyatnya”. Ini seperti yang dijelaskan oleh sejarahwan Prancis Robert Mantran di dalam bukunya, History of Ottoman Empire:

 

“Terutama di distrik-distrik Kristen, bahasa-bahasa lokal, agama, bahkan kader-kader politik dan sosial terpelihara berbagai perjanjian dibuat dengan gereja dan klerus, yang memberikan hak istimewa dalam perpajakan kepada mereka. Selain berakhirnya perselisihan/pertengkaran di antara orang-orang Kristen di wilayah tersebut, toleransi dan pendekatan Negara Utsmani khususnya terhadap anggota-anggota Bogomilisme, meletakkan dasar yang mengantarkan para penganut agama ini kemudian memeluk Islam. Tidak pernah ada upaya untuk mengasimilasi orang-orang dari daerah-daerah yang mereka dominasi. Utsmani juga tidak menerapkan kebijakan Turkifikasi atau Islamisasi paksa. Jika tidak demikian, maka tidak mungkin untuk menjelaskan bagaimana bisa orang-orang dari Yunani, Bulgaria, Serbia, dan bahasa lainnya, sekte Kristen, serta masyarakat lokal dapat mempertahankan budaya mereka sampai zaman kita.”

 

Seorang komentator Barat bahkan menunjukkan bahwa “Slavic” kemungkinan besar adalah bahasa resmi ketiga di Negara Utsmani pada tahun 1595. Sebuah keluarga Bosnia yang sangat menonjol, Sokollu, merupakan keluarga Bosnia terkemuka yang berasal dari etnis Serbia. Anggota-anggota terkemuka dari keluarga ini, seperti Wazir Agung Sokollu Mehmed Pasha, Ferhad Pasha Sokoloviو, adalah pejabat tinggi negara di Khilafah Utsmaniyah selama abad ke-16. Selama abad ke-16 dan ke-17, Negara Utsmaniyah memiliki 8 Wazir Agung Bosnia.

Ketika merujuk pada keberhasilan Islam, para sejarahwan sering menekankan struktur organisasi Negara Utsmani. Sejarahwan Bulgaria Maria Todorova, misalnya, mengatakan dalam bukunya, Imagining the Balkans:

 

“Banyak faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan Utsmani dalam membangun perdamaian dan ketenangan di Balkan… Yang lebih penting, Negara Utsmani memiliki struktur organisasi yang kuat. Struktur yang kuat ini dirasakan di setiap bidang kehadiran Utsmani. Struktur ini tidak menindas, sebaliknya justru mengadopsi toleransi dan kasih sayang sebagai prinsipnya. Oleh karena itu, Negara Utsmani selalu menghormati nilai-nilai lokal dan selalu menganggap manusia sangat berharga.”

 

Faktor yang membentuk dan memungkinkan implementasi kebijakan toleransi yang efektif ini adalah struktur negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Kesetiaan dan kepatuhan pada al-Quran dan as-Sunnah memungkinkan Khilafah Utsmaniyah memerintah dengan penuh kemudahan di Balkan selama hampir 600 tahun. Di dalam Islam, hati manusia ditaklukkan melalui politik (yakni bagaimana urusan-urusan hidup manusia dikelola).

Untuk menghilangkan segala rintangan yang menghalangi penaklukan hati manusia ini, Islam memerintahkan jihad. Dengan demikian tentara Muslim memperoleh kemenangan besar pada Pertempuran Kosovo Pertama pada tahun 1389, Perang Salib Varna pada tahun 1444, Pertempuran Kosovo Kedua pada tahun 1448 dan berbagai kemenangan lain yang tak terhitung melawan tentara salib. Semua ini terukir di dalam ingatan dunia dan memperteguh dominasi Islam atas Balkan. Jihad-jihad inilah yang menghalangi Barat untuk bergegas memberikan bantuan kepada Konstantinopel sekaligus yang membuka jalan bagi pembebasannya. Sampai kapanpun, Kristen Eropa tidak akan pernah melupakan semua kekalahan yang menghancurkan mereka ini. Kekalahan ini mengukir kebencian mendalam di dalam hati dan pikiran kafir Serbia, yang akhirnya menjadi alasan mendasar meletusnya Perang Bosnia dan Pembantaian Srebrenica

Namun, kemerosotan intelektual dan ideologis selama abad ke-17 dan ke-18 menyebabkan kemunduran sistemik dan ketidakstabilan sosial mau pun ekonomi di Khilafah Utsmaniyah. Bersamaan dengan hal tersebut, Pertempuran Wina pada tahun 1683 berakhir dengan kekalahan tentara Utsmani dan menandai titik balik dalam peperangan antara Islam dan tentara Salib. Kekalahan ini mendorong dan membangkitkan musuh-musuh Islam. Hingga pada tahun 1699 Negara Utsmani dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Karlowitz, yang diawali oleh kongres antara Utsmani dan Liga Suci 1684, yakni sebuah koalisi Kekaisaran Romawi Suci, Persemakmuran Polandia-Lithuania, Republik Venesia dan Rusia. Utsmani diharuskan menyerahkan Hongaria kepada Monarki Habsburg. Perjanjian ini dianggap sebagai awal dari periode kemunduran Khilafah Utsmaniyah.

Adapun bagi para tentara Perang Salib, jalan kemenangan semakin terlihat jelas dan terbuka. Kaum Muslim dapat mudah ditaklukkan melalui ide-ide beracun. Oleh karena itu, mereka mengembangkan formula yang sangat sederhana: Menyebarkan nasionalisme di kalangan minoritas Kristen, mendorong pemberontakan melawan Negara Utsmani, kemudian mulai bertindak dan menekan negara Utsmani untuk melakukan reformasi agar pemerintahannya terus memberikan lebih banyak hak terhadap kaum-kaum minoritas. Reformasi ini pertama-tama akan mengarah pada otonomi, dan akhirnya menuju gerakan-gerakan kemerdekaan.

Formula ini berhasil. Sebagai contoh: Masalah-masalah pertanian di Bosnia, yang terjadi karena praktik-praktik pertanian yang tidak tepat dan tidak islami dalam hal hubungan antara tuan tanah dan para petani, adalah salah satu masalah yang memudahkan bersemainya benih-benih nasionalis di antara masyarakat Bosnia. Masalah ini kemudian diselesaikan melalui intervensi Kanunname (keputusan) Khalifah pada tahun 1859. Namun, etnis Serbia yang masih tidak puas dengan kondisi tersebut memimpin sejumlah pemberontakan petani terhadap Khilafah Utsmaniyah. Terutama, Pemberontakan Herzegovina pada tahun 1875 yang sangat termotivasi secara politis dan menyebabkan intervensi kekuatan-kekuatan asing. Berikutnya, dalam Perjanjian Berlin pada tahun 1878, Bosnia dan Herzegovina diserahkan kepada Austria-Hongaria. Meskipun ada perlawanan dari Muslim Bosnia, Austria-Hongaria berhasil memusnahkan Bosnia pada tahun 1878. Dengan demikian pemerintahan Utsmani atas Bosnia-Herzegovina berakhir total. Lalu Bosnia secara resmi dinyatakan sebagai wilayah Austria-Hongaria pada tahun 1908.

Dengan dukungan dari Barat, semakin banyak komunitas non-Muslim di bawah perlindungan Khilafah Utsmani mulai menyulut kerusuhan, menuduh negara melakukan penindasan, perlakuan yang tidak setara, dan mereka menuntut hak-hak yang baru. Akhirnya, pada tahun 1839-1876, Negara Utsmani memperkenalkan reformasi Tanzimat bersamaan dengan beberapa reformasi lainnya. Reformasi-reformasi ini memberikan hak-hak baru kepada warga negara non-Muslim, hak yang setara dengan kaum Muslim, yakni dapat menjadi pejabat pemerintah, mendaftar di sekolah-sekolah militer, membayar pajak yang sama dengan Muslim sekaligus mendapatkan pencabutan jizyah.

Seperti yang direncanakan, setelah berbagai reformasi ini, Barat meningkatkan pergerakan akan kemerdekaan. Akhirnya, pada tahun 1832, Yunani diakui sebagai negara merdeka. Tahun 1859 Moldavia dan Wallachia mendeklarasikan diri sebagai Kepangeranan Rumania yang independen. Setelah Perang Rusia-Turki pada tahun 1877-1878, Perjanjian Berlin mencabik-cabik sebagian besar wilayah Utsmani. Dengan dukungan Rusia, yang bertujuan untuk membentuk Pan-Slavisme di seluruh Balkan, akhirnya Serbia mendeklarasi-kan kemerdekaannya pada tahun 1878, diikuti oleh Bulgaria pada tahun 1908. Pada tahun 1908, terjadi pula pemusnahan Bosnia-Herzegovina melalui Austria-Hongaria yang disahkan pada Perjanjian Berlin. Peperangan Balkan dimulai pada tahun 1912 dan diikuti oleh Konferensi London pada 1921, mengantarkan pada akhir otoritas dan hegemoni Khilafah Islam atas Balkan.

Sejak saat itu, sekali lagi Balkan kembali ke bawah penindasan feodalis sebelum abad ke-14. Sekali lagi Balkan ditundukkan ke dalam perang-perang kepentingan berbagai kekaisaran dan kerajaan. Sejak saat itu, mereka merasakan penindasan di bawah aturan ideologi-ideologi buatan manusia yang rasis, anti-agama, sosialis, komunis dan ideologi-ideologi lainnya yang ada di dalam negara bangsa.  Rakyat Balkan lagi-lagi mengalami perampokan atas negeri mereka, bahasa, agama, kehidupan, kekayaan, juga martabat mereka. Penindasan dan penganiayaan yang dilakukan kaum komunis di Rumania, Yugoslavia, Cekoslowakia dan Bulgaria menimpa orang-orang dari semua agama dan bangsa. Kaum Muslim, juga Yahudi, Kristen dan orang-orang beragama lainnya di Balkan menjadi korban genosida, pengusiran, eksploitasi, penyiksaan dan pemenjaraan di bawah berbagai ideologi.

Setelah melenyapkan hegemoni Islam yang sebelumnya menjadi pemersatu, tidak ada lagi ideologi, rezim, atau organisasi atau institusi internasional lainnya yang mampu memberikan perdamaian, persatuan, solidaritas, perlindungan, keselamatan, pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat Balkan. Pada akhir abad ke-20, Barat membual bahwa dirinya berada di puncak peradaban dan menyatakan diri sebagai penjaga hak asasi manusia juga hak-hak perempuan dan anak-anak serta pelindung kebebasan keyakinan dan agama. Namun, pada saat itu pula salah satu pembantaian yang paling kejam dalam sejarah manusia terjadi. Dilakukan di jantung Eropa.

Benar, kita umat Islam telah mengalami dan terus mengalami semua kekejaman ini. Namun, sebagaimana dinyatakan di awal artikel ini: Sejarah Balkan adalah satu pelajaran utama bagi kita. Kita mendapatkan pelajaran dari berbagai pengalaman. Selain itu kita memiliki wahyu yang dibawa oleh Rasulullah saw. Orang-orang yang berpegang teguh pada wahyu ini akan menikmati kesuksesan sepanjang sejarah.

Islam tidak memaksa siapa pun untuk menjadi Muslim. Islam tidak menganggap siapa pun superior atau inferior berdasarkan ras, etnis atau kekayaannya. Islam memberikan tawaran dan janji yang jelas dan pasti kepada umat manusia: Pertama, Islam memberikan kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi bagi setiap manusia yang berlindung di bawah payung sistem Islam. Kedua, Islam menawarkan kebahagiaan hidup duniawi akan menjadi kebahagiaan yang kekal di akhirat dengan memeluk Islam dengan sukarela dan berdasarkan bukti rasional. Semua ini bukan tawaran dan janji dari umat Islam, melainkan janji dari Allah Yang Mahakuasa dan kabar gembira dari Rasul-Nya. Sesungguhnya, Allah SWT tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Kabar gembira dari Rasulullah SAW pun satu-persatu terwujud menjadi kenyataan. [Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizb-ut-Tahrir oleh Zehra Malik, Anggota Kantor Media Pusat Hizb ut Tahrir]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × four =

Back to top button