Tarikh

Cara Khalifah Menghukum Pejabat yang Menyimpang (2)

Langkah ketiga Khalifah Umar bin al-Khaththab selanjutnya dalam mengontrol kerja para gubernur dan pejabatnya dalam menjalankan amanahnya adalah: memotong gaji para gubernur dan diberikan kepada penggembala kambing. Khalifah Umar pernah menerapkan sanksi ini kepada salah seorang gubernurnya. Ibnu Syabbah meriwayatkan bahwa Khalifah Umar mengangkat Iyadh bin Ghanim sebagai Gubernur Syam. Setelah itu, Khalifah Umar mendengar bahwa Iyadh membuat kamar dan hanya membolehkan beberapa orang saja berkumpul di rumahnya. Khalifah Umar kemudian menulis surat kepada Iyadh agar datang menghadap beliau. Ketika Iyadh sampai di rumah Khalifah Umar al-Faruq, beliau tidak mempersilakan Iyadh untuk masuk ke rumahnya sebanyak tiga kali. Akan tetapi, Khalifah Umar kemudian membolehkan dia masuk ke rumah. Khalifah Umar kemudian membawa jubah yang terbuat dari bulu. Beliau berkata kepada Iyadh, “Pakailah jubah ini.”

Khalifah Umar juga memberi dia pakaian dan kambing sebanyak tiga ratus ekor agar diberikan kepada seorang penggembala kambing. Umar berkata kepada dia, “Bawalah pakaian dan kambing-kambing.”

Iyadh kemudian membawa pakaian dan kambing-kambing tersebut. Beberapa saat setelah Iyadh membawa pakaian dan kambing-kambing, Khalifah Umar al-Faruq berkata, “Datanglah kamu ke sini.”

Dia berlari ke arah Khalifah Umar. Khalifah Umar menyuruh dia, “Lakukanlah seperti ini dan seperti ini lalu pergilah.” Orang tersebut kemudian pergi. Ketika jaraknya dengan Khalifah Umar sudah jauh, beliau memanggil dia, “Wahai Iyadh, datanglah kemari.” Khalifah Umar selalu memanggil dia sampai keningnya bercucuran keringat. Ia berkata kepada Iyadh, “Berikanlah pakaian dan kambing kepada penggembala kambing hari ini atau besok.” Iyadh lalu memberikannya kepada penggembala kambing hari itu juga.

Khalifah Umar berkata kepada dia, “Saya mendengar kamu membuat kamar mandi dan hanya membolehkan beberapa orang untuk mengunjungimu. Apakah kamu akan mengulangi perbuatan itu?” “Tidak,” jawabnya. “Sekarang kembalilah ke tempat kerjamu.” Perintah Khalifah Umar kepada dia.1

Pengaruh sanksi ini, Iyadh menjadi salah seorang di antara gubernur Umar yang paling baik.2

Hukuman yang dilakukan oleh Umar di atas ingin memberi contoh dan menunjukkan bahwa seorang pejabat itu seperti penggembala. Dia harus menggembala, mengatur dan melayani semua gembalaannya dengan baik kepada semuanya. Tidak pilih kasih antara satu dengan yang lainnya. Semuanya mendapatkan haknya sama dan merata. Artinya, sebagai pejabat publik, Iyadh ditunjukkan: jangan pilih kasih dalam menerima orang untuk berkunjung kerumahnya. Selain akan pilih kasih, membatasi hanya orang-orang tertentu saja dalam pelayanan juga akan membatasi pelayanan kepada semua rakyat. Yang dilayani hanya orang tertentu saja. Tentu hal ini tidak boleh terjadi dalam Islam. Semua rakyat mempunyai hak yang sama dalam menerima pelayanan. Oleh karena itu Khalifah Umar menunjukkan kepada Iyadh dengan meminta dia menggembala kambing dalam jumlah yang cukup banyak. Agar paham filosofi sebagai pelayan. Bukan malah minta dilayani oleh rakyat.

Keempat: Membagi dua kekayaan gubernur. Penerapan sanksi ini diterapkan oleh Khalifah Umar adalah untuk kehati-hatian. Khalifah Umar melihat harta kekayaan yang dimiliki oleh para gubernur semakin bertambah banyak. Dia khawatir jika kekayaan mereka didapatkan dari penyelahgunaan jabatan.3

Khalifah Umar membagi dua harta kekayaan gubernur yang memiliki keutamaan dan baik agamanya. Khalifah Umar tidak menuduh mereka berbuat khianat, tetapi dia khawatir jika harta yang mereka dapatkan dari menyalahgunakan jabatan dengan KKN. Mereka adalah pemimpin masyarakat yang harus berbuat adil dan membagi sama rata.4

Di antara para gubernur yang harta kekayaannya dibagi dua adalah Abu Hurairah dan Amr bin Ash. Khalifah Umar mencatat harta kekayaan para pejabat ketika diangkat dan membagi harta kekayaan mereka jika lebih dari jumlah semula. Bahkan kadang-kadang Khalifah Umar mengambil semua harta yang lebih.5

Khalifah Umar al-Faruq juga membagi harta kekayaan para pejabat gubernur jika memang ada alasan yang mendesak. Ketika Khalifah Umar mengambil separuh dari harta kekayaan Abu Bakrah, dia menolak dan berkata, “Bukankah saya tidak menyalahgunakan jabatan yang engkau tugaskan kepadaku?” Khalifah Umar menjawab, “Ya, betul. Akan tetapi, saudara lelakimu bekerja di Baitul Mal. Dia telah meminjamkan uang kepadamu untuk berdagang.”6

Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar adalah untuk memastikan betul bahwa pejabat pemerintahan tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Bahkan juga untuk kepentingan saudara-saudaranya.

Hal yang berbeda justru dipertontonkan oleh para pejabat sekarang. Kita bisa melihat bagaimana dalam laporan kekayaan pejabat. Sebelum menjabat dan setelah menjabat. Rata-rata banyak ditemui kekayaannya meningkat tajam. Itu yang tercatat. Sudah menjadi jamak, kekayaan pejabat banyak yang ‘dititipkan’ dengan meminjam atau diatasnamakan saudara, pembantu atau orang dekatnya.

Terkait dengan harta, bagi pejabat sangat sensitif. Apakah motivasi menjadi pejabat publik untuk menjadi menjalankan perintah Allah SWT untuk menjadi pelayan Allah SWT atau justru untuk hanya sekedar mengejar sekerat kenikmatan dunia. Mengejar jabatan, kekuasaan dan kekayaan. Motivasi inilah yang menjadi pembeda. Yang selanjutnya terimplementasi dalam sikap dan perbuatan.

Jika motivasinya untuk menjalankan perintah Allah SWT untuk menjadi pelayan bagi rakyat maka implementasi kebijakannya akan berusaha menyejahterakan rakyatnya. Semua kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan untuk kesejahteraan rakyatnya. Bukan malah untuk mencekik, memeras dan memalak rakyatnya. Seperti dengan mengambil pajak, menaikkan pajak yang sangat tinggi, menarik berbagai macam pajak-pajak dihampir semua sektor dengan dalih untuk menggenjot pendapatan negara, menjual murah sumber daya alam kepada asing, mengundang tenaga kerja asing di tengah kemiskinan dan PHK merebak di dalam negeri, hutang membabi buta, dan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat lainnya. Jika seperti ini maka wajar jika banyak para pejabat yang menjadikan jabatannya untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Wajar jika korupsi merebak dimana-mana. Wajar juga jika saat ini banyak pejabat yang ditangkap karena korupsi. Tidak ada jeranya. Itu karena spirit menjabat untuk hanya materi.

Namun, lain halnya ketika motivasinya untuk melayani rakyat. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan para khalifah selanjutnya. Mereka menjamin 6 kebutuhan dasar rakyat; sandang, pangan, papan, pesehatan, pendidikan dan keamanan. Semua akan diberikan secara gratis. Kalaulah ada biaya, hanya sekadar biaya dasar operasional. Negara tidak berbisnis dengan rakyatnya. Menjamin di sini artinya mengadakan seluruh sarana prasarana dan operasionalnya sehingga 6 kebutuhan dasar rakyat itu berjalan dengan baik. Termasuk di dalamnya mengelola sumber-sumber keuangan untuk men-support kebijakan di atas. Di antaranya mengelola SDA sendiri untuk kepentingan rakyatnya, menggerakkan ekonomi umat dengan program-program stimulus yang langsung menyentuh kebutuhan, dll.

Tentu kebijakan-kebijakan lain yang semuanya menyejahterakan rakyat. Jika ini prinsipnya maka akan banyak ditemui para pejabat yang hidupnya justru zuhud. Jauh dari gemerlap harta dunia. Sebagaimana banyak gubernur Khalifah Umar yang miskin bahkan ada yang sampai masuk dalam daftar fakir miskin yang berhak mendapat harta zakat. Padahal dia adalah pejabat, seorang gubernur.

WalLahua’lam. [Abu Umam]

 

Catatan kaki:

       Tarikh Al-Madinah, Jilid III hal. 817 – 818 dan Al-Wilayah ‘ala Al-Buldan, jilid II, hal 130.

       Al-Wilayah ‘ala Al-Buldan, Jilid II, hal. 130.

       Ibid,

       Al-Fatawa, jilid XXVIII, hal. 157

       Futuh Al-Budan, hal 220-221 dan Al-Wilayah ‘ala Al-Buldan, jilid II, hal. 131.

       Syahid Al-Mihrab, hal. 250

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × four =

Back to top button