Dunia Islam

Masa Depan Pangeran Ibnu Salman

Pembunuhan brutal Jamal Khashoggi pada 2 Oktober 2018 di Konsulat Kerajaan Arab Saudi (KSA) di Istanbul telah membuat keluarga Kerajaan Saudi berebut untuk berlindung. Reaksi internasional yang muncul  terutama terkait  Mohammed bin Salman (MBS), putra mahkota, yang telah memaksa House of Saud (Keluarga Saudi) bersatu untuk mengatasi serangan balik. Dimulailah alur cerita bagaikan komik yang berubah-ubah: kita tidak tahu apa yang terjadi; dia meninggalkan Konsulat hidup-hidup, hingga dia terbunuh secara tidak sengaja dalam perkelahian dengan 15 orang lainnya dalam operasi nakal dan akhirnya mengakui itu adalah operasi nakal yang tidak diketahui oleh MBS .

Buntut dari peristiwa ini, Wakil Kepala Intelijen Saudi, Mayor Jenderal Ahmed Asiri, juga penasihat Kerajaan dan salah satu pembantu terdekat Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman, Saud al-Qahtani, dibebaskan dari tugas. Lima belas orang yang berada dalam satu rombongan dari Saudi juga telah dikenakan tuduhan.

Bagaimanapun insiden itu pasti akan memengaruhi  kinerja keluarga Kerajaan, terutama menimpa pangeran MBS, putra mahkota terkuat yang menjadi penguasa de facto saat ini. MBS terus ‘berjuang’ menghadapi tudingan dunia internasional yang menyalahkan dia atas pembunuhan ini. Riyadh sendiri menolak—secara terbuka, setidaknya—bahwa ia terlibat.

Di bawah permukaan, persaingan di House of Saud kemungkinan akan memanas. Pasalnya, putra mahkota telah secara tak terelakkan membuat musuh dalam keluarga sambil mengkonsolidasikan kekuasaannya. Sebagai cucu pertama yang masih muda  dari pendiri Arab Saudi,  untuk menjadi pewaris, MBS telah melewati puluhan pangeran dalam pola suksesi tradisional. Begitu debu mengendap pada pembunuhan Khashoggi, tekanan kepada putra mahkota untuk berbagi kekuasaan dengan anggota keluarga lainnya akan tetap ada atau semakin meningkat.

Kondisi Saudi sekarang ini menimbulkan sejumlah pertanyaan: Bisakah MBS bertahan pada posisinya sebagai penguasa de facto KSA. Bagaimana posisi masa depannya? Bagaimana ini akan mempengaruhi House of Saud? Lalu apa peran Turki, AS dan Inggris?

 

Pilar Negara Saudi

Sebagaimana diketahui, Struktur Pilar Kekuasaan Saudi bertumpu pada lima hal:

Pertama, kontrol terhadap unit militer utama dan kementerian utama (dalam negeri dan luar negeri). Kedua, pendapatan minyak dan kemampuan untuk memberi rakyat Kerajaan Saudi standar kehidupan yang baik. Ketiga, dukungan para ulama (para syaikh) yang memberikan legitimasi Islam kepada House of Saud. Keempat, kesatuan keluarga penguasa al-Saud. Kelima, hubungan keluarga Saudi dengan Amerika Serikat.

 

Latar Belakang Suksesi Saudi

Sebelum Salman menjadi raja pada tahun 2015, Arab Saudi secara efektif diperintah oleh konsensus di antara berbagai cabang keluarga Kerajaan, yang semuanya adalah keturunan raja pendiri, Abdul Aziz ibn Saud. Kekuasaan didistribusikan di antara tujuh bersaudara yang berasal dari suku Sudairi, anak-anak Abdul Aziz melalui istri kesayangannya, Hussa binti Ahmed al-Sudairi.

Meskipun ada persaingan di antara faksi-faksi, 36 putra raja membagi banyak kekuasaan dan otoritas. Secara efektif mereka membangun wilayah kekuasaan kecil di berbagai bagian negara. Misalnya, keluarga Sudairi (tujuh), sebuah blok dari saudara-saudara laki-laki dari keturunan Sudari termasuk Raja Salman, telah memegang kendali atas Kementerian Pertahanan dan Dalam Negeri. Lalu semua Pengawal Nasional Arab Saudi yang penting dan Kementerian Urusan Kota dan Pedesaan berada di tangan Raja Abdullah (yang menjadi putra mahkota saat itu, yang kemudian menjadi raja) dan putra-putranya. Di luar wilayah kekuasaan itu, yang memungkinkan para pangeran untuk mengumpulkan jaringan patronase yang signifikan, raja jarang membuat keputusan besar tanpa berkonsultasi dengan anggota keluarga lainnya.

Kemudian Raja Abdullah menetapkan pada tahun 2007 ‘Dewan Kesetiaan’ untuk mengelola suksesi Saudi dan membendung pengaruh Keluarga Tujuh Sudairi. Dewan memberikan satu suara kepada setiap putra Raja Abdul Aziz atau putra mereka jika sang ayah telah meninggal atau menjadi tidak mampu. Ini di luar yang tidak memiliki ahli waris laki-laki sebelum meninggal.

Namun demikian, Dewan gagal melemahkan kekuatan keturunan Tujuh Sudairi. Raja Salman akhirnya menjadi raja yang memerintah, kemudian menunjuk suksesi cucu dari faksi ke posisi pangeran mahkota.

Senioritas dianggap sebagai kualifikasi utama untuk kepemimpinan. Setiap kali ada raja, yang menjadi putra mahkota biasanya  kakak laki-laki. Ada beberapa penghapusan suksesi karena berbagai alasan, seperti ketidakmampuan atau kesehatan yang buruk dalam peran itu, tetapi ini adalah kerangka umum. Proses ini adalah proses yang tertutup di mana keluarga berkumpul dan memilih raja berikutnya. Keputusan dibuat dengan kolaborasi dan lambat. Namun, apa yang kami lihat dengan MBS adalah proses pengambilan keputusan yang cepat dan terburu-buru (bahkan arogan).

 

Kekuatan Konsolidasi MBS

Sejak mengkonsolidasikan sebagian besar kendaraan kekuasaan, Mohammed bin Salman telah berusaha untuk merombak sistem ini dengan dua cara utama. Pertama, ia telah berusaha untuk menata kembali jaringan patronase Arab Saudi sehingga mereka menjalankan dirinya dan sekutunya secara eksklusif. MBS membatasi kemampuan setiap saingan untuk menantang dirinya dengan membangun jaringan dukungan mereka sendiri. Dia juga bekerja untuk menumpulkan jaringan pangeran lain yang ada, termasuk keturunan Raja Abdullah di Garda Nasional Arab Saudi.

Kedua, putra mahkota telah berupaya untuk mengatur lembaga-lembaga negara Saudi dan proses pengambilan keputusan di sekitarnya.

Putra mahkota telah menyingkirkan hampir setiap saingan utama dari pekerjaan formal di pemerintah Saudi, termasuk mantan Putra Mahkota Muhammad bin Nayef, yang kehilangan posisinya sebagai Menteri Dalam Negeri—salah  satu posisi paling kuat di kerajaan itu—ke salah satu keponakannya, Pangeran Abdul Aziz bin Saud bin Nayef. Pangeran Abdul Aziz bukan putra atau cucu Raja Abdul Aziz melainkan cicit. Dia tidak mungkin menantang posisi Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota (apalagi ia diyakini sebagai sekutu saat ini/pewaris). Di tempat lain, putra mahkota memecat Pangeran Mutaib bin Abdullah, yang mengepalai Pengawal Nasional. Dia diganti oleh seorang pangeran yang berasal dari cabang kadet House of Saud yang bukan bagian dari faksi penguasa keturunan Raja Abdul Aziz. Pengganti Mutaib ini pun tidak dapat menantang Mohammed bin Salman.

Saat ini putra mahkota (MBS) berada di atas hampir setiap badan pengambilan keputusan kunci yang terlibat dalam keamanan, intelijen, ekonomi dan, sampai batas tertentu, urusan sosial. Posisi utama Pertahanan, Keamanan, Dalam Negeri dan Garda Nasional sekarang berada di bawah kendali MBS.

Dalam banyak kasus, MBS  juga dikelilingi oleh orang-orang non-bangsawan yang loyal kepada dia, bukan pangeran. Misalnya, MBS memimpin Dewan Urusan Politik dan Keamanan yang mengawasi semua kebijakan politik dan keamanan kerajaan. Hanya dua pangeran lain yang duduk: pengganti yang tidak mengancam, Muhammad bin Nayef dan Mutaib bin Abdullah. Kondisi  ini sangat berbeda dari Dewan sebelumya. Dewan Keamanan Nasional, terdiri delapan anggota senior keluarga Kerajaan ketika Raja Salman menghapus dewan ini pada tahun 2015.

 

Kesatuan Keluarga Kerajaan

Penangkapan yang dipublikasikan dengan baik tahun lalu dengan alasan  memberantas korupsi tidak lebih dari meminimalkan segala kemungkinan oposisi dari keluarga, orang-orang berpengaruh dan siapa saja yang menurut MBS bisa menjadi ancaman.

Sangat mungkin pembersihan ini telah menciptakan perasaan yang mengakar dalam yang mungkin tidak hilang dengan bantuan keuangan. Hunian di Ritz Carlton dan pemerasan miliaran dolar memalukan bagi banyak anggota keluarga dan mengirimkan gelombang kejut dalam keluarga yang lebih luas tidak akan sembuh dalam waktu dekat.

 

Legitimasi Ulama Penguasa

Untuk meperkuat posisinya MBS jelas memiliki ulama di tangannya! Contohnya ulama Saudi seperti Syaikh Abd al-Aziz Al-Rayes. Dalam sebuah ceramah menyatakan: “Bahkan jika penguasa Saudi berzina di depan umum di televisi selama setengah jam setiap hari, Anda masih dituntut untuk menyatukan orang-orang di sekitar penguasa, bukan memperburuk dengan melawannya.”

 

Para Pemain

Ada tiga pihak utama yang saat ini menghalangi rencana Presiden AS Donald Trump untuk menghapus pembunuhan Jamal Khashoggi dan untuk membebaskan MBS dari segala kesalahan atau menggeser dia dari kekuasaan. Tiga kelompok ini bisa menyerah pada akhir keputusan terkait dengan kasus ini. Pertama, legislator terkemuka AS yang terlibat dalam upaya bersama untuk meminta MBS bertanggung jawab atas kejahatan dan membuat dia dikeluarkan dari lingkaran kekuasaan Saudi. Kedua, pihak berwenang Turki, yang ingin mempertahankan fokus media saat ini pada kasus Khashoggi dengan mempertahankan kebocoran. Ketiga, media arus utama AS, yang bergabung dalam front persatuan menentang pemerintahan Trump.

Turki dari tingkat pertama telah dua langkah di depan rezim Saudi. Tampaknya mereka mungkin tahu ada sesuatu yang akan terjadi dengan Jamal Khashoggi dan memanfaatkan kesempatan ini. Erdogan mengatakan kepada Parlemen Turki bahwa “Khashoggi terbunuh dalam pembunuhan yang direncanakan dan biadab. Kami akan mengungkap ini. Itu akan terungkap dalam ketelanjangan penuh.’

Turki tampaknya sampai batas-batas tertentu memainkan isu pembunuhan ini untuk menekan Amerika Serikat terkait dengan kebijakan AS di Suriah dan pemberontak PKK dan upaya Turki memulangkan lawan politik Erdogan, Fethullah Gulen.

Terkait hubungannya dengan Saudi, Erdogan juga memainkan tindakan penyeimbangan yang rumit—tidak  memutuskan sepenuhnya atau menghancurkan hubungan dengan KSA—sehingga telah memainkannya dengan hati-hati.

Setelah membuat keributan tentang hal ini, Erdogan memindahkan kasus ini ke kantor Kepala Kejaksaan, menjadikan ini sebagai masalah hukum daripada masalah politik, yang memungkinkan orang Turki menjaga tekanan pada Saudi. Pujiannya kepada Raja Salman adalah indikasi yang jelas bahwa ia tidak ingin terlihat terlalu banyak mendorong belati, sementara ia menghindari menyebut-nyebut MBS dan pernyataannya bahwa ‘pembunuhan itu diperintahkan pada tingkat tertinggi’ jelas menunjukkan bahwa jari di MBS.

Adapun sikap Uni Eropa lebih jelas dan terbuka meminta agar Saudi benar-benar mengusut masalah ini. Sampai saat ini pejabat Eropa menyatakan tidak mungkin MBS tidak mengetahui sama sekali pembunuhan ini. Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan kepada Raja Salman di Arab Saudi bahwa penjelasan negaranya atas kematian jurnalis Jamal Khashoggi di Turki tidak memiliki kredibilitas.

“Perdana Menteri mengatakan penjelasan saat ini kurang kredibel sehingga masih ada kebutuhan mendesak untuk menetapkan apa yang terjadi,” kata juru bicara Downing Street.

“Dia sangat mendesak Arab Saudi untuk bekerjasama dengan penyelidikan Turki dan untuk transparan tentang hasilnya. Penting agar fakta-fakta lengkap dibuat. “

Pernyataan dari Parlemen Eropa mengatakan bahwa “kematian Khashoggi tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan MBS”. Prancis mengumumkan pada tanggal 23 November 2018 bahwa mereka menjatuhkan sanksi kepada 18 warga negara Saudi—orang yang sama yang menjadi sasaran sanksi oleh AS, Inggris dan Jerman—yang diduga terkait dengan pembunuhan Khashoggi. Daftar individu mereka tidak termasuk putra mahkota. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan Macron telah meminta Raja Salman untuk mengungkap secara terbuka sekitar kematian Khashoggi. Jerman dan Norwegia adalah dua negara yang memberlakukan larangan ekspor senjata pada KSA sejauh ini.

Pemerintahan Trump juga menggunakan isu ini memperkuat tekanan Amerika terhadap Saudi, terutama menuntut penurunan harga minyak yang menguntungkan Amerika. Inilah bayaran dari sikap Trump yang berupaya untuk menutup-nutupi keterlibatan MBS, atau sedikitnya tidak memastikan MBS terlibat. Trump selama ini secara terbuka menunjukkan bahwa  Raja Saudi bisa bertahan dalan kekuasaannya karena perlindungan Amerika. Selama pemilihan tengah semester Trump mengatakan kepada hadirin bahwa dia berbicara kepada Raja dan mengatakan kepadanya, “Dia tidak akan bertahan dua minggu tanpa perlindungan AS. Jadi mereka harus membayar.”

Untuk menjaga hubungannya dengan Kerajaan Saudi, Trump berupaya mengakhiri perdebatan tentang pembunuhan ini. Trump mengatakan, “Bisa jadi pangeran putra mahkota memiliki pengetahuan tentang peristiwa tragis ini. Mungkin dia tahu dan mungkin tidak!”

Dia melanjutkan dengan mengatakan dengan mengatakan, “Kita mungkin tidak pernah tahu semua fakta seputar pembunuhan Jamal Khashoggi. Bagaimanapun, hubungan kami adalah dengan Kerajaan (sic) KSA. Namun, apakah dia melakukannya atau tidak, dia menyangkalnya dengan keras. Ayahnya menyangkal hal itu, raja, dengan keras,” tambahnya.

 

Masa Depan MBS

Lantas bagaimana masa depan MBS? Terdapat beberapa kemungkinan. Donald Trump mengabaikan berbagai tekanan internal Amerika dengan alasan kepentingan nasional Amerika. Trump menggunakan isu ini untuk memeras ‘Saudi’ untuk memperkuat kebijakan yang lebih menguntungkan Amerika dalam masalah minyak, perang di Yaman, kebijakan Amerika di Suriah, termasuk hubungan Amerika dengan Iran.

Kemungkinan lain, dalam internal Saudi sendiri, MBS dipinggirkan dan digantikan dengan yang lain, sebagai upaya penyelamatannya, kalau keterlibatannnya dalam pembunuhan ini semakin terungkap. Dalam kondisi seperti ini, Amerika sangat mungkin memilih menyingkirkan MBS, dan mencari agen lain yang bisa dimanfaatkan. Ini adalah hal yang biasa dilakukan Amerika Serikat. Menyingkirkan, bahkan dengan cara yang menyakitkan sekalipun, penguasa bonekanya, yang tidak bisa lagi dimanfaatkan untuk kepentingan negara penjajah ini. [sumber: http://www.hizb.org.uk/viewpoint/in-depth-what-next-for-mohammed-bin-salman]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × 1 =

Back to top button