Dunia Islam

Perang Antar Antek Barat Menghancurkan Libya

Negeri Islam menjadi rebutan negara-negara Barat dengan mengorbankan umat Islam. Mereka menggunakan antek-antek mereka untuk mencapai tujuan serakah negara-negara penjajah. Salah satunya Libya. Libya yang dikenal kaya minyak jatuh dalam perang saudara antarantek Barat.

Seperti yang diberitakan CNN Indonesia online (15/4) perang saudara di Libya telah menewaskan 121 korban dan melukai 561 orang sejak meletusnya bentrokan pada awal April 2019. Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Jenderal Khalifa Haftar dan menguasai bagian timur negara telah menentang seruan internasional untuk menghentikan pertempuran melawan pejuang loyal Pemerintah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Tripoli. PBB menyebut lebih dari 13.500 orang terlantar akibat bentrokan panjang itu. Lebih dari 900 penduduk tinggal di tempat penampungan.

 

Pertarungan Amerika-Eropa

Perang antarpara antek di Libya tidak bisa lepaskan dari persaingan negara-negara Barat untuk merampok kekayaan alam negeri Islam. Panglima Hartar yang gencar melakukan berbagai serangan di Libya banyak menguasai daerah Timur Libya. Ia dikenal dekat dengan Amerika Serikat. Adapun pemerintahan Libya dukungan PBB saat ini, yang dipimpin Fayez Mustafa al Sarraj, dekat dengan negara-negara Eropa. Tidaklah mengherankan kalau para agen ini bergerak dengan arahan Eropa dan Amerika.  Eropa dan Amerika bergerak sesuai dengan kepentingan tuan-tuan mereka.

Amerika mengirim mantan perwira tinggi Libya Khalifah Haftar untuk bekerja di Libya demi kepentingan Amerika. Sejarah hidupnya menyatakan loyalitasnya kepada Amerika. Haftar pernah ditawan di Chad bersama sekitar 300 tentara Libya pada Maret 1987. CIA pada tahun 1990 bernegosiasi untuk membebaskan Haftar dari tawanan Chad. Pesawat Amerika memindahkan Haftar dan kelompoknya ke Zaire  dan membawa dia ke Amerika.  Di sana Haftar mendapatkan suaka politik dan bergabung dengan oposisi Libya di luar negeri.

Haftar menghabiskan 20 tahun hidupnya di negara bagian Virginia Amerika. Dia dilatih perang gerilya oleh CIA. Dia tidak pulang ke Libya kecuali pasca Revolusi 17 Februari 2011. Amerika mengirim dia ke Libya untuk  mendirikan kekuatan militer. Haftar memegang jabatan senior di dalam kepemimpinan pasukan yang menjatuhkan Gaddafi selama Perang Saudara Libya pada tahun 2011. Pada tahun 2014, dia menjadi komandan Angkatan Darat Libya setelah Kongres Nasional Umum (GNC) menolak menyerahkan kekuasaan pada akhir masa jabatannya. Haftar melancarkan kampanye militer melawan GNC dan sekutu-sekutunya, termasuk kelompok Mujahidin.

Amerika  mengirim Haftar ke Libya untuk berusaha membangun kekuatan militer. Tujuannya untuk menjadi alat Amerika menguasai Libya dan menggeser pengaruh Eropa yang kuat di sana. Haftar diharapkan bisa membentuk kelas politik baru melalui kemenangan-kemenangan militer. Untuk itu Amerika mem-back-up penuh Haftar dengan memasok persenjataan dan dana, baik secara langsung maupun melalui agen Amerika lain, Jenderal as-Sisi di Mesir.

Selama ini Amerika menunda solusi politik apapun di Libya sambil menunggu Haftar  bisa memiliki pengaruh yang efektif. Haftar memfokuskan pada wilayah timur sebab Tripoli penuh sesak dengan kelas politik yang loyal kepada Eropa, khususnya Inggris. Haftar berhasil sampai pada batas tertentu dalam mengokohkan kekuatan di wilayah timur Libya dan mengontrol Dewan Perwakilan di Tobruq.  Setelah Haftar agen Amerika mengontrol Kota Benghazi, Haftar bisa mengendalikan Libya Timur.  Penaklukkan Kota Derna pertengahan 2018, membuat Haftar menguatkan cengkeramannya atas Libya timur secara penuh.

Amerika pun mendorong Haftar untuk beralih ke medan pertempuran di Kota al-Hilal an-Nafthi. Hal ini menyebabkan  kondisi Libya makin memanas; agen-agen Amerika dipimpin oleh Haftar melawan agen Eropa yang dipimpin oleh as-Sarraj di Tripoli.  Kontrol Haftar atas al-Hilal an-Nafthiy (Oil Crescent) membuat bobot militer Haftar menjadi lebih kuat terhadap pemerintahan as-Sarraj yang didukung Eropa. Namun, kekuatan Haftar secara militer yang didukung oleh agen Amerika as-Sisi tidak sepenuhnya membuat Haftar bisa mengambil Libya barat. Kuatnya pengaruh Eropa di wilayah itu, ditambah lagi secara geografis dekat dengan Aljazair, menyulitkan Haftar untuk berkuasa penuh. Intinya, serangan Haftar atas Libya selatan untuk merealisasikan kepentingan Amerika meningkatkan bobot politiknya untuk berhadapan dengan Eropa dan meminimalkan pengaruh Eropa di Afrika.

Haftar, dengan dukungan militer Amerika, termasuk dukungan khusus Mesir,  bisa merobek Libya menjadi dua bagian. Mengontrol penuh bagian timur dan al-Hilal an-Nafthiy yang merupakan tulang punggung perekonomian Libya. Haftar bisa menciptakan keretakan di bagian barat. Pergerakan Haftar ke arah selatan untuk meningkatkan kontrol militer dan ekonomi.

Begitulah, di bawah kondisi  yang jumud mengontrol penuh wilayah Barat, akibat pengaruh Aljazair dan dukungan besar Eropa kepada pemerintahan as-Sarraj, Amerika mendorong Haftar merealisasikan tujuan Amerika lainnya. Dengan itu Amerika meningkatkan kelelahan negara-negara Eropa dalam masalah imigran sekaligus menggangu pengaruh Prancis di negara-negara sekitar mulai dari Chad.

 

Jalan Tengah?

Menghadapi pergerakan militer boneka Amerika, Uni Eropa (UE) menyerukan Haftar untuk menghentikan operasi militer ke Tripoli. Uni Eropa melalui Komisioner Tinggi UE untuk kebijakan luar negeri, Federica Mogherini,  meminta Haftar kembali ke perundingan.

Sebagaimana diberitakan The Agence France-Presse (11/4) telah terjadi perbedaan di antara negara-negara Uni Eropa dalam merespon serangan Haftar di Tripoli. Prancis dan Italia berbeda pandangan dalam memperlakukan Haftar. Penyebabnya, Prancis memiliki investasi proyek minyak di wilayah timur Libya yang dikendalikan oleh Khalifa Haftar. Italia memiliki investasi proyek minyak di wilayah pemerintahan Fayez Mustafa al-Sarraj.

Demikianlah negara-negara kolonial berjuang untuk menjarah kekayaan negeri-negeri Muslim melalui para anteknya.

Kantor berita Reuters (10/04) melaporkan bulan lalu bahwa para dubes negara-negara Barat telah menghabiskan tiga jam perundingan dengan Haftar di kubu timur Libya untuk menghalangi dia melakukan serangan terhadap pemerintah al-Sarraj di Tripoli. Menurut  Reuters, mengutip beberapa sumber yang terlibat dalam pertemuan dan menolak dicantumkan namanya, Haftar menyatakan bersedia bernegosiasi dengan perdana menteri. Namun, dia menegaskan mungkin juga akan terus merangkak menuju Ibukota jika tidak ada perjanjian pembagian kekuasaan tercapai.

Dua minggu kemudian, pada 4 April 2019, Haftar memerintahkan pasukannya untuk pergi menuju Ibukota Tripoli. Bersamaan dengan itu Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, berada di Ibukota dengan dalih mempersiapkan konferensi rekonsiliasi, yang kemudian pergi menemui Haftar di markasnya.  Hal ini mengindikasikan Guterres datang untuk menekan al-Sarraj agar menerima Haftar dengan berbagi kekuasaan dengannya.

Tampaknya Haftar melakukan serangan itu guna menekan Pemerintah al-Sarraj agar mau berbagi kekuasaan dengan dia. Dengan kata lain untuk berbagi pengaruh dan kekuasaan di antara kekuatan internasional yang saling bertarung di sana, yaitu Amerika dan Eropa. Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo menjelaskan “negaranya menentang serangan itu” untuk menutupi fakta sebenarnya. Di sisi lain dia mengatakan, “Negaranya dengan mitra-mitranya terus menekan para pemimpin Libya untuk kembali ke perundingan politik.”

Semua ini menunjukkan bahwa Amerika ingin memaksakan anteknya Haftar turut berkuasa pada pemerintah al-Sarraj.

Sungguh, ini sangat menyedihkan. Negeri Islam yang telah berakar ini justru menjadi pusat dari konflik internasional yang memecah-belah kekuatan lokal untuk berpihak kepada penjajah. Mereka satu sama lain saling menyerang. Padahal mereka semua sama-sama Muslim. Sungguh menyakitkan. Negeri kaum Muslim yang dulu menjadi titik tolak futûhât dan penyebaran Islam yang mengemban keadilan dan kebaikan ke penjuru dunia, namun sekarang menjadi medan perang. Di tempat itu kaum kafir imperialis berlomba membunuh kita dan merampok kekayaan kita. Mereka tertawa terbahak-bahak ketika setiap tetes darah mengalir dari kita, bukan dengan tangan mereka saja, tetapi juga dengan tangan-tangan antek mereka dari kalangan anak-anak generasi kita!

Sungguh kaum kafir imperialis itu adalah musuh kita. Tidak aneh mereka mengerahkan daya upaya dalam membunuhi kita. Adapun kelompok-kelompok orang Libya ada dalam satu barisan dengan mereka. Sebagian loyal kepada Amerika dan sebagian loyal kepada Eropa, kemudian mereka saling memerangi di antara mereka. Perang bukan demi Islam dan meninggkan kalimat Allah, tetapi demi kepentingan kaum kafir imprialis.

Alhasil, sungguh itu merupakan salah satu bencana yang amat besar. Saling berperang di antara kaum Muslim merupakan kejahatan besar dalam Islam. Rasul saw. bersabda, “Setiap Muslim atas Muslim lainnya adalah haram; darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah). [Farid Wadjdi , dari berbagai sumber]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 − twelve =

Back to top button