Nafsiyah

Doa Para Pengetuk Pintu Langit

Doa adalah senjata orang beriman. Dipanjatkan kepada Allah untuk meraih kebaikan dan menolak keburukan. Demikian sebagaimana tertoreh dalam untaian-untaian doa para nabi, shiddîqîn serta shâlihîn yang digambarkan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Sebagaimana teladan dari KhalîlulLâh, Nabi Ibrahim ‘alayhissalâm:

وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ

(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan Hari Akhir.” (QS al-Baqarah [2]: 126).

 

Menariknya, huruf an-nidâ’ () di depan lafal rabbi dalam ayat-ayat di atas tidak dimunculkan (al-îjâz bi al-hadzf). Ini menggambarkan keteladanan adanya kedekatan kalbu Ibrahim as. dalam berdoa kepada Allah. Ini sebagaimana doa KalîmulLâh, Nabi Musa ‘alayhissalâm:

قَالَ رَبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَلِأَخِي وَأَدۡخِلۡنَا فِي رَحۡمَتِكَۖ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

Musa berdoa, “Tuhanku, ampunilah diriku dan saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat-Mu. Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS al-A’raf [7]: 151).

 

Begitu pula dalam doa-doa berikut:

وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا

Katakanlah, “Tuhanku, tambahkanlah imu kepadaku.” (QS Thaha [20]: 114).

رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيۡتِيَ مُؤۡمِنٗا وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۖ ٢٨

“Tuhanku, ampunilah aku, kedua orangtuaku, orang yang masuk ke dalam rumahku dalam keadaan beriman serta kaum Mukmin dan Mukminat.” (QS Nuh [71]: 28).

 

Huruf-huruf an-nidâ’ (seruan) semisal huruf yâ’—sebagaimana disebutkan para ulama nahwu—tidak  dimunculkan sebelum frasa rabbi . Ini mengisyaratkan kedekatan kalbu dengan Allah ketika berdoa kepada-Nya.

Kedekatan kalbu ini pula yang diisyaratkan melekat kepada mereka yang digambarkan Rasulullah saw., mendapatkan keistimewaan mengetuk pintu-pintu langit dengan untaian-untaian doanya:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَام الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَة الْمَظْلُومِ

Tiga orang yang tidak tertolak doanya: Al-Imâm (Khalifah) yang adil, orang shaum hingga berbuka dan orang yang dizalimi (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

 

Dalam hadis ini terkandung petunjuk agung adanya pujian atas kedudukan pemimpin (khalifah) yang adil, orang yang sedang shaum dan orang yang dizalimi hingga digambarkan: “lâ turaddu da’watuhum”. Maknanya, pengabulan doanya disegerakan karena keshalihan orang yang berdoa tersebut dan ketundukkan kalbunya dalam berdoa kepada-Nya. Ini sebagaimana ditegaskan oleh Al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H) dalam Mirqât al-Mafâtîh (IV/1534).

Pertama: Doa Al-Imâm al-‘Âdil (Pemimpin yang adil). Rasulullah saw. dalam hadis ini memuji kedudukan al-imâm al-‘âdil sebagai salah satu golongan ‘pengetuk pintu langit’ dengan doanya. Siapa yang dimaksud al-imâm al-‘âdil dalam hadis ini? Jelas ulil amri, khalifah yang menegakkan syariah Islam. Al-Imâm adalah sinonim (mutarâdif) dari al-Khalîfah. Sifat al-‘âdil menunjukkan predikat al-Imâm yang menegakkan syariah Islam. Pasalnya, al-‘adl secara syar’i (al-haqîqah al-syar’iyyah) adalah menegakkan hukum Allah (syariah Islam). Ini sebagaimana ditegaskan Imam Syafii (w. 204 H) ketika menafsirkan QS Shad [38]: 26, al-’adl ittibâ’ hukmihi al-munazzal (adil adalah mengikuti hukum yang Allah turunkan).

Menunjukkan keutamaan penguasa yang menegakkan syariah Islam, yang mengandung pujian atasnya, bahkan Imam al-Munawi (w. 1031 H) dalam Faydh al-Qadîr (III/427) tak kelu menukilkan:

تَنْبِيْهٌ: قَالَ اَلْغَزَالِي : فِيْهِ أَنَّ اْلإِمَارَة وَاْلخِلَافَة مِنْ أَفْضَلِ الْعِبَادَاتِ إِذَا كَانَتَا مَعَ الْعَدْل وَاْلإِخْلاَصِ

Perhatian: Al-Ghazali berkata, “Di dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa al-Imârah (Imârat al-Mu’minîn) dan al-Khilâfah merupakan salah satu ibadah yang paling utama jika keduanya ditegakkan dengan keadilan dan keikhlasan.”

 

Kalimat afdhal al-‘ibâdât (dengan sisipan bentuk tafdhîl (superlatif [pengutamaan]) menunjukkan bahwa Khilafah dan mengangkat Khalifah adalah perkara syar’i yang wajib ditegakkan, yang didasarkan pada dalil-dalil syar’i itu sendiri.

Relevan dengan teori ilmu ushul fikih yang menjadikannya sebagai petunjuk tegas (qarînah jâzimah) atas kewajiban mengangkat al-imâm/al-khalîfah (nashb al-khalîfah). Relevan dengan penjagaan terhadap Islam. Ketiadaan Khilafah menyebabkan hukum-hukum Islam terbengkalain. Abu Hurairah ra. Menuturkn bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang mendukung dia dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

 

Kedua: Doa orang yang sedang shaum. Orang yang sedang menunaikan ibadah shaum adalah orang yang sedang beribadah kepada-Nya, semata-mata mengharap keridhaan-Nya (îmân[an] wa ihtisâb[an]). Ia diberi keistimewaan mendapatkan jaminan pengabulan doanya. Al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H) dalam Mirqât al-Mafâtîh (IV/1534) menjelaskan yakni karena orang yang shaum telah beribadah dan dalam keadaan tunduk serta menyadari kelemahan dirinya di hadapan Allah. Keutamaannya sejalan dengan pujian dalam hadis qudsi, Rasulullah saw. bersabda:

قَالَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ : الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ، وَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Tuhan kita ‘Azza wa Jalla berfirman, “Shaum adalah perisai, yang dengan perisai ini seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan shaum itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya.” (HR Ahmad).

 

Kalimat anâ ajzî bihi merupakan petunjuk keutamaan hingga ganjaran diberikan dengan penisbatan langsung kepada Allah. Padahal segala amal perbuatan manusia pada hakikatnya akan menerima ganjaran (lihat: QS az-Zalzalah [99]: 7-8), yakni ganjaran dari Allah (lihat: QS az-Zumar [39]: 33-35).

Ketiga: Doa orang yang dizalimi.

Dalam hadis di atas Rasulullah saw. menegaskan pengabulan doa bagi orang yang dizalimi sekaligus menjadi peringatan keras bagi para pelaku kezaliman. Al-Hafizh Ibn Abdil Barr (w. 463 H) menukilkan syair dalam Al-Istidzkâr (VIII/618):

نَامَتْ جُفُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهٌ-يَدْعُوْ عَلَيْكَ وَعَيْنُ الله لَمْ تَنَمْ

Tertutup rapat kelopak matamu, sementara orang yang dizalimi terbangun // mendoakan keburukan atas dirimu, sementara mata Allah tidaklah tidur

 

Menariknya, salah satu nasihat agung Baginda Rasulullah saw. kepada pejabat bawahannya adalah nasihat untuk menjauhi perbuatan zalim atas rakyatnya. Muadz bin Jabal ra. pernah diutus sebagai gubernur di Yaman. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda kepada dirinya:

اتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَين الله حِجَابٌ

Takutlah terhadap doa orang yang dizalimi karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dan Allah (HR Muttafaqun ‘alayh).

 

Laysa hijâb dalam hadis di atas merupakan kiasan dari cepatnya pengabulan doa. Hadis ini mengandung tarhîb (peringatan) agar tidak berbuat zalim dan sebaliknya, menegakkan keadilan. Hendaknya apa yang menimpa para pemimpin kafir Quraysyi semisal Abu Jahal dkk menjadi pelajaran. Mereka menerima akibat buruk dari ketakaburan dan kezaliman mereka. Mereka menolak kebenaran dan menyokong kebatilan. Mereka didoakan oleh kaum Muslim yang terzalimi. Bahkan Rasulullah saw. pun pernah mendoakan Abu Jahal dan para petinggi kafir Quraysyi dengan doa terkenal:

اَللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ

Ya Allah, timpakanlah keburukan kepada kaum (kuffar) Quraisy.

 

Doa ini diulang tiga kali sebagai penegasan (tawkîd). Baginda Rasulullah saw. menyebutkan nama-nama: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, al-Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Mu’ith. Apa yang terjadi kemudian? Pada Perang Badar, mereka yang disebutkan ini mati mengenaskan. Ini menjadi pelajaran bagi mereka yang masih menjalani kehidupan.

WaLlâh al-Musta’ân. [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I; [Peneliti Balaghah al-Quran & Hadits Nabawi]]

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eleven + 6 =

Back to top button