Siyasah Dakwah

Aspek Politik Peringatan Maulid Nabi Saw.

Bulan Rabiul Awwal menjadi momentum penting bagi jumhur kaum Muslim, yakni Peringatan Maulid Nabi saw. Beragam cara dilaksanakan. Tujuannya untuk menampakan ungkapan syukur dan surûr (bahagia) atas kelahira Al-Mushthafa Sayyidina Muhammad saw. Menurut Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubalâ, Imam Ibn Khalikan dalam Wafiyat al-A’yan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam Husn al-Maqshid fi ‘Amal al-Maulid dan lainnya menjelaskan bahwa yang mengawali Peringatan Maulid Nabi saw. dari kalangan Ahlus Sunnah ialah Sulthan al-Malik al-Mu’azzham Muzhafaruddin Abu Sa’id Kukuburi ibn Zainuddin Abu al-Hasan Ali Kujak ibn Buktikin ibn Muhammad at-Turkmani rahimahumullLâh.

Beliau adalah pemimpin Irbil (daerah di Irak). Ia dipuji para ulama sebagai pemimpin yang adil, pahlawan yang pemberani, bersifat zuhud dan dermawan serta aktif mencegah kemaksiatan tersebar di wilayahnya. Ia banyak mendirikan madrasah, khanqah/ribath (asrama sufi), panti-panti sosial (anak yatim, janda dll), menebus banyak tawanan Muslim, mengamankan perjalanan haji dan mengunjungi orang-orang sakit di bimaristan (rumah sakit). Imam Jalaluddin as-Suyuti menjelaskan:

أنه أحدثه ملك عادل عالم، وقصد بهالتقرب إلى الله تعالى، وحضر عنده فيه العلماء والصلحاء من غير نكير منهم، وارتضاه ابن دحية، وصنف له من أجله كتابً، فهؤلاء علماء متدينون رضوه وأقروه ولم ينكروه

Yang memulai Peringatan Maulid Nabi saw. ialah penguasa adil nan alim. Tujuannya untuk taqarrub kepada Allah SWT. Hadir di sisinya para ulama dan orang-orang shalih tanpa pengingkaran dari mereka. Ibn Dahiyah meridhainya dan menyusunkan untuknya sebuah kitab. Mereka adalah ulama yang baik agamanya, meridhai dan mengakuinya tanpa mengingkarinya.

 

Imam Abu al-Khatthab Umar ibn Hasan ibn Dahiyah al-Kalbi al-Andalusi rahimahulLâh merupakan ulama Ahli Hadis yang menyusun kitab At-Tanwir. Kitab ini dipersembahkan kepada Sultan Muzhafaruddin Kukuburi dan beliau diberi 1000 dinar atas karyanya tersebut. Disebutkan di awal kitab:

فهذا كتاب التنوير في مولد السراج المنير البشير النذير الفته بعد أن جئت البلاد وخبرت العباد إلى أن حللت … إربل المحروسة ووافق ذلكمولد الرسول صلى الله عليه وسلم فذكرت فضائله… وفضائل السلطان مظفر الدين كوكوبري بن علي الذي شرع الطريقة وسنها

Kitab ini, At-Tanwîr fî  Mawlîd as-Sirâj al-Munîr al-Basyîr an-Nazhîr, saya susun setelah datang ke berbagai negeri dan meneliti beragam hamba hingga sampai memasuki … Irbil yang terjaga dan bertepatan dengan Maulid Rasul saw. maka saya sampaikan keutamaannya … serta keutamaan Sultan Muzhafaruddin Kukuburi ibn Ali yang menetapkan jalan ini dan membiasakannya.

 

Di antara isi kandungan kitab At-Tanwîr sebagai berikut:

  1. Nasab Nabi saw. disertai penjelasan biografi singkat nama-nama yang disebutkan.
  2. Keadaan politik dan agama bangsa Arab sebelum dan permulaan Islam.
  3. Kehidupan Nabi saw. sejak kelahiran hingga menikahi Ummul Mukminin Khadijah
  4. Perjalanan dakwah Nabi saw. di kedua periode: Makiyyah dan Madaniyyah, termasuk penjelasan hukum-hukum yang berkaitan semisal shalat, haji, hijrah dan jihad.

 

Para penulis biografi menyebutkan bahwa Peringatan Maulid Nabi saw. yang dilakukan Sultan Muzhafaruddin ialah menebar sedekah dan hadiah, terutama makanan-minuman, serta mengundang masyarakat untuk menghadiri majelis zikir dan mendengarkan nasihat di maydan (tempat terbuka), yang juga dihadiri para fuqaha, kaum sufi, ahli nasihat, pakar al-Quran dan penyair dari berbagai daerah sekitar Irbil semisal Baghdad, Maushil, Sanjar, Jazirah, Nushaibin dan negeri Ajam.

Beliau merupakan amir (pemimpin daerah) yang diangkat Sultan Shalahuddin, sekaligus panglima pemberani yang senantiasa membersamai sang Sultan di berbagai pertempuran melawan Salibis-Eropa. ia bahkan dinikahkan dengan saudarinya, yakni Rabi’ah Khatun binti Ayyub. Dengan kata lain, tokoh yang mengawali Peringatan Maulid Nabi saw. di kalangan Ahlus Sunnah merupakan bagian dari gerakan pembebasan Baitul Maqdis (Palestina). Gerakan tersebut dipelopori al-Malik al-’Adil Sultan Nuruddin az-Zanki dan al-Malik an-Nashir Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Ini berkaitan dengan harakah islahiyyah Hujjah al-Islam Imam Abu Hamid al-Ghazali asy-Syafi’i dan Sulthan al-Auliya‘ Imam Abdul Qadir al-Jailani al-Hanbali. Silsilah ilmu dan amal yang menghimpun ulama, umara dan masyarakat untuk memperbaiki kondisi umat di masa serangan Salibis – Eropa terhadap Syam al-Mubarak, khususnya Baitul Maqdis.

Kerjasama ulama-umara ini menggantikan peran para ulama yang sibuk berselisih antar mazhab pemikiran atau fiqih, terutama berebut pengaruh dan kedudukan dan para umara yang saling bersaing untuk kekuasaan hingga melemahkan Khilafah, bahkan berencana melengserkan Khalifah di masanya. Selain itu, ia bertujuan menghapus dominasi firqah sesat Batiniyyah yang meneror Dunia Islam dan membuka jalan bagi Salibis-Eropa menguasai Syam al-Mubarak, terutama Baitul Maqdis; baik yang berpusat di Mesir ataupun Persia. Sinergi yang kuat terjalin sehingga tak aneh jika Sultan Nuruddin yang bermadzhab Abu Hanifah dapat berjuang bersama Sultan Shalahuddin yang bermadzhab Syafi’i. Di antara pasukan mereka terdapat Syaikh al-Islam Imam Muwafaquddin Ibn Qudamah al-Hanbali, penulis kitab Al-Mughni.

Demikian pula Sultan Muzhafaruddin membangun 2 (dua) madrasah di Irbil, yakni Hanafiyyah dan Syafi’iyyah. Istrinya, Rabi’ah Khatun,  membangun madrasah Hanabilah. Bahkan sinergis kelimuan sudah terbentuk dari kedua Imam yang berbeda mazhab pemikiran (akidah) maupun hukum (fiqih): al-Ghazali dan al-Jailani.

Peran penting gerakan yang diikuti Sultan Muzhafaruddin, sang perintis Peringatan Maulid Nabi saw., bukan hanya membangkitkan perlawanan Jihad terhadap Salibis-Eropa, namun juga menguatkan kesatuan umat dalam naungan Khilafah Abbasiyah. Sultan Shalahuddin, sang kakak ipar sekaligus pucuk pimpinan, secara jelas mempersembahkan wilayah Mesir dan Syam kepada Khalifah an-Nashir li Dinillah setelah dibersihkan dari Batiniyyah-Fatimiyyah dan Salibis-Eropa. Langkah sang Sultan mengikuti pendahulunya, yakni Sultan Nuruddin Muhammad az-Zanki, dan sang paman, Amir Asaduddin Syirkuh. Bahkan di era sebelumnya Sultan Nuruddin sebagai pemimpin Damaskus tetap setia kepada Khalifah al-Muqtafi li Amrillah yang menargetkan pembebasan Mesir saat sedang fokus berjihad melawan Salibis-Eropa.

Semangat yang sama dapat ditemukan pula pada Kesultanan Banten Surasawan. Ia menerima surat resmi dari Syarif Makkah, Sayyid Zaid ibn Muhsin al-Hasani, yang dibawa utusan Banten dari trah Sumedanglarang. yakni Haji Jayasantika dan Haji Wangsaraja yang menetapkan gelar as-Sulthan Abu al-Mafakhir kepada Pangeran Ratu Maulana Abdul Qadir ibn Muhammad ibn Yusuf ibn Hasanuddin ibn Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati rahimahumulLâh. Beliau dan para pendahulunya dikenal sebagai para ulama-umara yang aktif berjihad melawan kafir Penjajah Eropa, sejak era Portugis hingga Belanda. Meriam Ki Amuk yang tersimpan di Keraton Surasawan menjadi saksi perjuangan Cirebon – Banten – Demak melawan musuh Khilafah Utsmaniyah.

Sejak datangnya amanah dari Makkah dimulailah “peringatan resmi” dari Maulid Nabi saw. yang dilaksanakan Kesultanan Banten Surasawan. Disebutkan pesan Syarif Zaid al-Hasani, wakil Khalifah Utsmaniyyah di Hijaz yang dinukil dalam Sajarah/Babad Banten: “Iku wewekas manira, tunggul punika benjang, ing saban ing wula Mulud, iderana maring kutha, iringena sakehing haji, den kathah sidaqehneka, den ikhlash ing manahe, olih pitulung Allah, ing nagara punika, berkahe kang duwe tunggul (Ada pesanku, bendera ini kelak, setiap bulan Mulud, araklah keliling kota, iringkanlah oleh semua haji, perbanyaklah sedekah, dan ikhlaskan hati, supaya mendapat pertolongan Allah, dan negara itu, akan mendapat berkah dari bendera [ini]).”

Apa yang dilaksanakan di Kesultanan Banten sejak saat itu tak jauh berbeda dalam uslûb atau teknisnya dengan apa yang terjadi pada masa Sultan Muzhafaruddin Kukuburi ibn Ali, yakni memperbanyak sedekah dan mengajak para tokoh serta masyarakat untuk berbahagia pada Bulan Rabiul Awwal (Mulud). Hal semisal menjadi “acara resmi” sejak awal Khilafah Utsmaniyah, dimulai era Khalifah Sulaiman al-Qanuni, kemudian Khalifah Murad III, yang ditambah dengan parade Maulid sebagaimana disebutkan dalam amanah Syarif Makkah kepada Sultan Abu al-Mafakhir. “Bacaan” Maulid yang dikenal luas di kalangan Utsmaniyyah ialah Mawlid an-Nabi asy-Syarîf karya Syaikh Sulaiman Celebi (Jalabi). Selain di Banten, terdapat pula tradisi Grebeg Mulud di wilayah Kesultanan Mataram Islam, yang dikatakan melanjutkan dakwah Sunan Kalijaga melalui tradisi Sekatenan.

Adapun di masa selanjutnya dapat ditelaah dari sekian “bacaan” Maulid Nabi saw. yang dikenal di Nusantara semisal Maulid al-Barzanji, Maulid ad-Diba’i dan Maulid Simth ad-Durar. Di antara doa pembuka sebelum pembacaan Maulid tercantum ungkapan:

يَا رَبِّ وَارْزُقْنَا الشَّهَادَةْ #

يَا رَبِّ حِطْنَا بِالسَّعَادَةْ

Tuhanku, karuniakanlah kepada kami Syahadah. Tuhanku, liputi kami dengan kebahagiaan

 

Juga terbiasa dibacakan ayat-ayat awal surat al-Fath:

إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا  ١ لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكَ وَيَهۡدِيَكَ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا  ٢ وَيَنصُرَكَ ٱللَّهُ نَصۡرًا عَزِيزًا  ٣

Sungguh Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberikan ampunan kepadamu atas dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atas dirimu dan memimpinmu ke jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).

 

Dalam Maulid al-Barzanji bahkan dijelaskan Sîrah Nabawiyyah sejak awal turun wahyu: titik mulai perjuangan, pembentukan kelompok/kutlah Sahabat, berinteraksi dengan masyarakat, menghadapi penentangan  dakwah, meminta nushrah (pertolongan) hingga Baiat Aqabah kedua dan peristiwa Hijrah ke Yatsrib/Madinah. Artinya, upaya dakwah dan perjuangan politik Rasulullah saw. dalam mengubah kondisi masyarakat jahiliyah disajikan cukup lengkap, meskipun berupa ringkasan.

Dapat dipahami bahwa momentum Peringatan Maulid Nabi saw. pada masa Daulah Shalahiyah bukan hanya menunjukkan betapa kuat mahabbah (kecintaan) kepada Rasulullah saw., namun juga kesatuan gerak antara ulama, umara dan masyarakat. Dengan itu mereka mampu untuk melawan penguasaan Salibis-Eropa atas Baitul Maqdis sekitar 100 tahunan. Imam al-Ghazali telah merumuskan teori ishlâh (perbaikan): ulama yang tak tergoda harta dan kedudukan akan mampu memperbaiki umara, selanjutnya akan membuat kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Demikian pula kesatuan akidah, fiqih dan akhlak serta ilmu dan amal menjadi ciri khas Ihyâ ‘Ulûm ad-Dîn, yakni menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama yang sebelumnya dianggap “mati/tiada” sebagaimana terbukti dengan ada perampasan Baitul Maqdis.

Oleh karena itu, semangat perjuangan Sultan Muzhafaruddin dan para penerusnya tak boleh hilang sehingga Peringatan Maulid Nabi saw. bukanlah pertemuan rutin yang bersifat ruhiah (spiritual) semata, namun juga memiliki dimensi siyâsiyyah (politik), bahkan merupakan tradisi para ulama dan umara terdahulu yang aktif dalam Jihad fi Sabilillah serta mendukung kesatuan Khilafah.

WalLâhu a’lam. [Ahmad Abdurrahman al-Khaddami]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 + 5 =

Back to top button