Timeline of Palestine (Sejarah Palestina dari Masa ke Masa) (3 -selesai)
Setelah Shalahuddin al-Ayyubi mengusir Pasukan Salib dari Yerusalem dan memulihkan Baitul Maqdis dengan kemuliaan Masjidil Aqsha ke pangkuan Islam dan kaum Muslim, perang raya pasukan Salib Eropa dengan pasukan Sabil kaum Muslim tidak lantas mereda. Perang dahsyat memperebutkan wilayah Palestina itu berlangsung lebih dari 2 abad dengan lebih dari 8 kali gelombang peperangan!
Pasca peran Daulah Ayyubiyah di wilayah Syam memudar, kepemimpinan para mujahidin dalam menjaga dan melindungi Baitul Maqdis ada di bawah kuasa Daulah Mamlukiyah. Ia mewarisi kuasa wilayah Ayyubiyah, seperti Mamluk Burji yang ada di Damaskus dan Mamluk Bahri yang ada di al-Qahirah. Bahkan kedua Mamluk inilah yang berhasil menahan serangan gerombolan buas Tartar Mongol Ilkhanate di Ain Jaluth pada 3 September 1260. Saat itu, Malik Muzaffar Sayfuddin Quthuz bersama dengan Panglima az-Zhahir Ruknuddin Baibars al-Bunduqdari berhasil menghancurleburkan gerombolan Mongol Ilkhanate. Mereka berkekuatan 30.000 pasukan yang dikomandoi Panglima Qitbhuka Noyan. Keberhasilan Pasukan Mamluk ini sekaligus menyelamatkan Syam, khususnya Baitul Maqdis, dari penguasaan Mongol Ilkhanate. Padahal gerombolan liar Tartar Mongol ini, dengan segala teror dan kebuasannya, pernah membumihanguskan Baghdad. Mereka sekaligus meruntuhkan Khilafah Abbasiyah pada 10 Februari 1258 di bawah kaisar bengis mereka, Hulegu Khan bin Touloi bin Temujin Genghiz Khan.
Kemenangan besar Mamlukiyah di Ain Jaluth pun disambut bahagia oleh kaum Muslim. Pasalnya, sebelumnya merasa teraniaya dengan teror mengerikan Tartar Mongol di seluruh steppa Eurasia hingga Asia Tengah dan Timur Tengah. Keluarga Bani Abbas yang terdiaspora pasca jatuhnya Baghdad pun mencari suaka politik dan militernya ke wilayah Mamlukiyah. Di antaranya al-Mustanshir Billah ats-Tsaniyah al-Abbasi beserta dengan keluarganya tiba di al-Qahirah pada awal 1261. Panglima Baibars yang telah diangkat menjadi Malik azh-Zhahir menggantikan Quthuz pun menerima antusias kedatangan keluarga Abbasiyah di istananya. Beliau lantas mengangkat Al-Mustanshir Billah II sebagai khalifah dengan aqad baiat in’iqaad dan memproklamirkan berdirinya kembali Kekhalifahan Abbasiyah di Kota al-Qahirah (Kairo), Mesir.
Pengangkatan khalifah dan penegakkan kembali Kekhilafahan Abbasiyah oleh Mamlukiyah di al-Qahirah, Mesir, saat itu bukan tanpa risiko. Malik azh-Zhahir Ruknuddin Baibar al-Bunduqdari telah membuka konflik permusuhan dengan musuh utama Abbasiyah, yakni kuasa Tartar Mongol di front Timur, khususnya Dinasti Ilkanate di Tabriz, Iran. Musuh Mamlukiyah di front Barat pun masih mengancam dengan Pasukan Salib Eropa. Mereka masih bernafsu untuk merebut kembali Baitul Maqdis dan memulihkan Kerajaan Latin di Palestina dan wilayah Syam.
Oleh karena itulah, Malik azh-Zhahir Ruknuddin Baibar al-Bunduqdari merintis aliansi militer di antara para penguasa dan panglima perang kaum Muslim. Tujuannya untuk melindungi Khalifah, menjaga Khilafah Abbasiyah dan mempertahankan Baitul Maqdis, Palestina. Beliau menjalin aliansi militer dengan penguasa Turki Seljuk Rum yang berpusat di Konya, Anatolia, yakni Sultan Alauddin Qayqubad I, sekaligus dengan panglima perangnya, yakni Ertugrul Bey yang berkuasa sebagai atabegh Provinsi Bilecik di Sogut, Turqiya. Malik az-Zhahir pun bekerjasama dengan Mongol Muslim Kipchak, Emir Berke Khan bin Jochi bin Temujin Genghiz Khan dari Golden Horde yang berkuasa di semenanjung Krimea, Kaukasia hingga Rusia.
Aliansi ini tidak hanya terjadi di Middle East Region. Malik azh-Zhahir Ruknuddin Baybar al-Bunduqdari pun menggemakan jihad akbar perlindungan atas Khilafah dan Baitul Maqdis ke penjuru negeri-negeri Muslim lainnya. Teristimewa adalah saat beliau mengutus Laksamana Laut Najimuddin al-Kamil untuk berlayar ke negeri-negeri al-Masyrik (Timur) sekira 1262-1267. Di antaranya ke pelabuhan Cambayat, Hindia hingga pelabuhan Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Tercatat dalam Sulalatus Salathin karya Tunku Tun Sri Lanang pada 1267, Najimuddin al-Kamil mempusakai Raja Meurah Silu dari Samudeura Pasee sebagai sultan dengan gelar Sultan Malikush Shalih. Kerajaannya bersulih rupa dengan nama Kesultanan Shalihiyah.
Pertumbuhan Freemasonry
Pasca Perang Salib berakhir dengan kekalahan telak Christendom Eropa, pemangku kuasa The Holy Roman Empire, yakni Kekaisaran Katolik Perancis, merasa banyak dirugikan dengan hilangnya kuasa Gereja Latin mereka di Baitul Maqdis dan Syam. Penguasa mereka, Kaisar Philippe le Bel, segera mengambinghitamkan The Knight of Templars dan Ordo Sion sebagai biang kekalahan Pasukan Salib di Palestina. Bahkan pada 1312 Sri Paus Clement V sebagai pemimpin otoritas tertinggi Katolik di Vatican City memfatwakan Kekaisaran Perancis berhak untuk memburu dan membantai para Templars yang dianggap sebagai biang kekalahan dan kerugian besar bagi Christendom Eropa.
Para Templars notabene adalah kaum Yahudi Judeo-Christianity. Mereka memperkaya diri dengan memaksakan pajak tinggi kepada penduduk taklukan dan cukai ataupun ‘usury bagi para peziarah yang mengunjungi Yerusalem. Mereka ini dianggap telah merugikan bagi kepentingan Gereja Latin, Chrisetendom Eropa dan terutama Kekaisaran Perancis sebagai pemangku kuasa The Holy Roman Empire dan pelopor utama Crusade Wars Campaign. Para Templars mendapat banyak keuntungan. Sebaliknya, Prancis malah buntung, menderita banyak kerugian!
Sejak diburu kekaisaran Prancis itulah, para Templars veteran Perang Salib banyak melarikan diri ke berbagai penjuru Eropa. Khususnya ke negara-negara yang jadi kompetitor Prancis di bumi Eropa ataupun kerajaan-kerajaan Eropa yang memiliki konsepsi teologis berbeda dengan dogma doktrin Catholicism. Di antaranya ke Kepulauan Great Britain, seperti Inggris dan Skotlandia, ataupun ke Semenanjung Andalusia, seperti Portugal dan Hispania.
Para Templars yang memasuki Skotlandia diterima dengan terbuka oleh King Robert The Bruce. Mereka mengidentikan diri sebagai Mason yang bermakna “tukang batu” atau ‘tukang bangunan”. Identitas baru ini bukan tanpa alasan. Ia memiliki makna tersendiri, yakni keinginan asasi mereka untuk mewujudkan bangunan Haykal Sulaiman (The Third Temple of Solomon) di bukit batu (zion) Yerusalem. Oleh karena itu, dalam setiap pertemuan kumpulan para Mason, uniform yang mereka kenakan adalah selempang yang diikatkan di pinggang sebagaimana tukang bangunan ataupun tukang batu. Simbol yang mereka pakai adalah jangka dan penggaris segitiga yang merupakan peralatan tukang bangunan!
Di Kerajaan Inggris Raya, para Mason itu mendirikan balairung pertemuannya di loji-loji perkumpulan mereka yang tersebar di banyak kota besar. Para bangsawan dan aristokrat kerajaan pun banyak yang terpengaruh. Mereka bahkan ikut dalam ritual pertemuan para Mason tersebut. Tidak sedikit di antara para bankir Yahudi Eropa masuk sebagai para master ataupun grand master dari secret society ini. Kelak, para bankir ini mengidentikan dirinya sebagai komunitas City of London.
Selain di Skotlandia dan Inggris, para Mason ini pun mencari suaka politik ke kerajaan-kerajaan pesaing Prancis di Eropa. Mereka memasuki Portugal dan bergabung dengan penguasa Lisbon Katolik dalam kampanye Reconquesta Andalucia. Para Mason itu mengidentikan diri dengan nama The Knight of Christ Order untuk menghancurkan kuasa Islam di Semenanjung Iberia-Andalusia. Berikutnya, Re-Conquest Campaign berakhir dengan direbutnya Istana al-Hambra, berakhirnya Imarah Girnatah al-Nashriyah di Granada pada 1492, serta ditandatanganinya Perjanjian Tordesillas pada 1494 yang membagi dunia menjadi dua bagian; bumi Barat untuk kepentingan Hispania-Catalonia dan bumi Timur bagi kepentingan Lisbhuna Portugal. Setelah itu penjelajahan samudera pun berlangsung dengan misi Gold, Glory and Gospel yang direstui Paus Alexander V dari Vatikan.
Reconquesta terjadi di Andalusia sekaligus Catholicization bagi non-Christian di Granada dan kota-kota besar yang pernah dikuasai kaum Muslim di Spanyol. Hal ini memantik reaksi keras Khalifah Islam di Istanbul saat itu. Yavuz Sultan Selim dan Sulaiman al-Qanuniy menyuarakan perang raya (jihad akbar) melawan agresi Spanyol dan ekspansi Portugal ke negeri-negeri Islam. Kedua khalifah Utsmani ini pun mempersilakan imigran Andalusia untuk datang menyelamatkan diri ke wilayah Kekhalifahan, termasuk kaum Yahudi Andalusia. Mereka diperkenankan untuk menjadi warga negara Khilafah Islam. Namun, mereka tidak diperkenankan bermukim di Baitul Maqdis, Palestina. Sebabnya, tempat suci ketiga kaum Muslim tersebut terlarang ditempati orang Yahudi sejak Ahdat Umariyah 638 ditetapkan.
Kebijakan para Khalifah Utsmani itu pun tetap dilaksanakan oleh pemerintahan Islam di Istanbul terkait imigran Yahudi tersebut. Bahkan Sultan Mehmed IV Gazi pada 1665 memberangus habis gerakan imigran Yahudi yang memaksakan diri masuk dan bermukim di Baitul Maqdis, Palestina. Oleh karena itu, benih-benih zionisme awal ini pun diserukan oleh Rahib Sabathai Zevi untuk meredakan gejolak yang ada. Sang Rahib memerintahkan kaum Yahudi yang sudah menjadi warga Utsmani di pemukiman ataupun ghetto-ghetto Yahudi, seperti di Constantinople (Istanbul), Salonica (Tessalonic), Smyrna (Izmir) dan kota-kota besar lainnya agar menjadi para mualaf, namun dengan tetap menjadikan Judaism sebagai pegangan hidup mereka. Komunitas inilah yang dikenal sebagai donmeh atau donma (dunamah) alias Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Para donme inilah yang menginlfiltrasi Kekhalifahan Utsmani. Mereka sekaligus melakukan pembusukan Utsmani dari internal kekuasaannya di Istanbul.
Misi reconquesta di belahan bumi Barat dan bumi Timur sebagaimana Perjanjian Tordesilas 1494 sangat menguntungkan bagi kolonialisasi dan imperialisasi kerajaan-kerajaan Eropa. Hal ini memantik para Mason untuk melangkah lebih jauh. Bukan semata penguasaan bumi Palestina dengan pembangunan kembali The Third Temple of Solomon, tetapi juga penguasaan dunia dalam wujud Novus Ordo Seclorum alias The New World Order dengan menjadikan doctrine Judaisme dalam khoms qonun fi Talmud (1. monotheism or belief of God, 2. humanism or humanity, 3. nationalism or nation state, 4. democraty or souvernighty of people, and 5. socialism or social justice) sebagai new guidance bagi pembentukan dunia baru bagi kepentingan Mason.
Oleh karena itu, para Mason dunia mengadakan secret meeting di Grand Lodge of England, Kota London pada 24 Juni 1717. Mereka merumuskan strategi konseptual penguasaan dunia, Novus Ordo Seclorum. Penguasaan dunia dengan tata dunia baru yang sekuler, yang netral terhadap agama atau anti terhadap syariah agama, sekaligus meruntuhkan kuasa pemerintahan berbasiskan konsepsi teologis, baik yang ada di Barat, yakni Kekaisaran Prancis sebagai The Holy Roman Empire dengan doctrine Catholicism, dan kuasa yang ada di Timur, yakni Kesultanan Turki Utsmani sebagai Kekhalifahan Islam dengan syariat Islam. Kedua bentuk pemerintahan berbasiskan agama tersebut dibidik untuk dilemahkan, dilumpuhkan dan diruntuhkan. Berikutnya, dari reruntuhannya itu akan dibangun bentuk negara baru yang sekuler, sesuai dengan visi Novus Ordo Seclorum. Jika hal ini telah terlaksana, maka akan sangat mudah bagi kaum Yahudi dan Mason untuk menguasai Baitul Maqdis dan membangun kembali The Third Temple of Solomon di Yerusalem, Palestina.
WalLaahu a’lam. [Salman Iskandar]