Telaah Kitab

Mengkritisi Dalil Yang Membolehkan Kanz Al-Mâl (Telaah Kitab Pasal 142 Muqaddimah ad-Dustûr-Lanjutan)

Sebagian ulama yang membolehkan kanz jika dikeluarkan zakatnya berpendapat bahwa seorang Muslim bukanlah mukallaf mâliy (orang yang diberi taklif harta), selain zakat. Dalil yang menunjukkan hal ini sangatlah banyak. Di antaranya hadis tentang pertanyaan seorang laki-laki Arab:

وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ قَال هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ

Rasulullah saw. menyatakan zakat kepada dia. Laki-laki itu bertanya, “Apakah ada kewajiban selain zakat untuk saya?” Nabi saw. menjawab, “Tidak, kecuali kamu mau mengerjakan (sedekah) sunnah.” (HR al-Bukhari).

 

Di dalam riwayat lain dituturkan bahwa Nabi saw. bersabda:

لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌ سِوَى الزَّكَاة

Tidak ada di dalam harta hak (kewajiban) selain zakat (HR Ibnu Majah dari Fathimah binti Qais).

 

Abu Hurairah ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda:

إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ

Jika kamu telah menunaikan zakat hartamu maka engkau telah melunasi apa yang menjadi kewajiban atas dirimu (HR at-Tirmidzi).

 

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa tidak ada kewajiban atas harta selain zakat, termasuk semua yang diwajibkan atas harta.   Riwayat-riwayat di atas menunjukkan kebolehan menyimpan emas dan perak (kanz) jika dikeluarkan apa yang yang menjadi kewajiban atas harta, yakni zakat.

Jawaban atas pendapat di atas adalah sebagai berikut:

Larangan menyimpan emas dan perak merupakan perkara yang terpisah dari kewajiban zakat. Adapun riwayat-riwayat di atas berisi larangan memberi tambahan al-huqûq al-wâjibah (hak wajib) di atas zakat.   Kanz al-mâl termasuk hukum-hukum yang mengatur harta, bukan termasuk hak-hak wajib atas harta.    Allah SWT tidak mewajibkan hak atas harta yang dimiliki oleh seorang Muslim dari sisi harta selain zakat. Namun, Allah SWT mensyariatkan hukum-hukum lain untuk harta selain hukum-hukum zakat.  Di antara hukum-hukum yang disyariatkan pada harta adalah riba dalam emas dan perak, sharaf (barter) pada emas dan perak; dan hukum kanz al-mâl.

Kanz al-mâl termasuk hukum syariah sebagaimana hukum-hukum syariah lain.  Kanz al-mâl tidak termasuk hak wajib atas harta.  Riwayat-riwayat di atas tidak mencakup kanz al-mâl.  Hadis-hadis di atas tidak menunjukkan tidak haramnya kanz al-mâl jika dikeluarkan zakatnya.  Larangan kanz al-mâl tetap berlaku, baik dikeluarkan zakatnya maupun tidak.

Selain itu, dua riwayat terakhir, yakni hadis riwayat Imam Ibnu Majah dan Imam at-Tirmidzi, masih diperbincangkan.  Al Hafidh melemahkan dua riwayat tersebut di dalam Kitab Al-Talkhîsh.  Imam Ibnu Majah menuturkan: Telah meriwayatkan kepada kami, Ali bin Muhammad: telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin Adam; dari Syuraik, dari Abu Hamzah, dari al-Sya’biy, dari Fathimah binti Qais, bahwa dia pernah mendengar Nabi saw. bersabda, “Tidak ada di dalam harta hak selain zakat.” (HR Ibnu Majah).

Namun, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan di dalam Sunnan-nya: “Telah meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Ahmad bin Muddawaih; telah meriwayatkan kepada kami, Al-Aswad bin ‘Amir; dari Syuraik, dari Abu Hamzah, dari al-Sya’biy, dari Fathimah binti Qais bahwa ia berkata: “Saya pernah bertanya atau Nabi saw. pernah ditanya tentang zakat.  Nabi saw. menjawab, ‘Sungguh di dalam harta benar-benar ada hak selain zakat.’”  (HR at-Tirmidzi).

Isnad-isnad-nya, baik penetapan maupun penafian untuk hak selain zakat adalah lemah (dha’îf). Kelemahannya berasal dari Syuraik. Dia adalah perawi tsiqqah, tetapi buruk hapalannya. Kelemahannya juga berasal dari Abu Hamzah Maimun al-A’war. Dia adalah lemah (dha’îf) berdasarkan kesepakatan ulama hadis. Ini karena banyak kontradiksinya dan buruk hapalannya.  Karena buruknya hapalan keduanya, mereka menuturkan, hadisnya kadang-kadang menafikan (nâfy), kadang-kadang menetapkan (itsbât).

Demikianlah, seluruh argumentasi yang diketengahkan ulama yang membolehkan kanz al-mâl, asalkan dikeluarkan zakatnya, telah gugur.  Yang tersisa hanyalah pendapat kuat dan kokoh, yakni haramnya kanz al-mâl secara mutlak.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ayat yang melarang kanz al-mâl diturunkan 9 tahun setelah turunnya kewajiban zakat.  Ini saja sudah cukup untuk menjelaskan kekeliruan pendapat yang membolehkan kanz al-mâl asalkan dikeluarkan zakatnya.

 

Pengertian Kanz al-Mâl

Kanz al-mâl adalah mengumpulkan (menyimpan) harta satu dengan yang lain tanpa ada suatu keperluan (hâjah).   Kanz menurut bahasa Arab adalah jam’ al-mâl ba’dlahu ‘ala ba’dh wa hifdhahu (mengumpulkan harta satu dengan yang lain dan menyimpannya). Al-Mâl al-maknûz, artinya adalah majmû’ (yang dikumpulkan).

Di dalam Al-Qâmûs al-Muhîth dinyatakan:

اَلْكَنْزُ: اَلْمَالُ الْمَدْفُوْنُ وَقَدَ كَنَزَه يَكْنِزُهُ وَالذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ وَ مَا يحرز بِهِ الْمَالُ

Al-Kanz: harta yang dipendam.  Wa qad kanazahu yaknizuhu (Dia telah menyimpan harta, dia sedang menyimpan harta); emas, perak dan semua yang dengannya harta dijaga  (Fairuz Abadiy, Al-Qâmûs al-Muhîth, bab al-kanz).

 

Imam Abu Ja’far ath-Thabariy mengatakan:

اَلْكَنْزُ : كُلُّ شَيْءٍ مَجْمُوْعٌ بَعْضُهُ عَلَى بَعْضٍ سَوَاءٌ كَان فِي بَاطِنِ اْلأَرْضِ أَوْ فِي ظَهْرِهَا

Al-Kanz: segala sesuatu yang dikumpulkan satu dengan yang lain, sama saja apakah di-simpan di perut bumi atau di permukaannya.

 

Pengarang Kitab Al-‘Ayn menyatakan:

وكان مخزونا

Ia harta yang disimpan.

 

Al-Quran menggunakan kata al-kanz hanya dalam makna bahasa.  Atas dasar itu, kata al-kanz harus dimaknai sesuai dengan konteks literalnya, bukan pada makna lain. Menyimpan harta yang ditujukan untuk sedekah atau infak tidak termasuk kanz yang dicela oleh syariah. Kanz yang dilarang adalah mengumpulkan harta satu dengan yang lain tanpa ada keperluan.

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Gus Syams]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 + 10 =

Back to top button