Baiti Jannati

Istiqamah dalam Hijrah

Akhir-akhir ini kita mendapati tren hijrah meningkat di kalangan umat Islam Indonesia. Memang masih dalam konteks hijrah individu, yakni dalam makna proses berpindah dari perilaku yang belum sesuai syariah ke perilaku yang sesuai dengan Syariah. Namun, fenomena hijrah ini cukup menggembirakan di tengah arus kerusakan masyarakat yang semakin meluas.  Fenomena hijrah ini juga menyentuh kalangan selebriti, yang umumnya ditandai dengan menutup aurat dan berkerudung di kalangan artis perempuan, mengikuti berbagai kelompok pengajian, membatasi diri dari dunia hiburan, serta mengubah penampilan sehingga tampak islami.

Tren hijrah di kalangan artis adalah tren positif. Pasalnya, mereka merupakan figur publik yang diikuti oleh banyak orang.  Hijrah mereka tentu bisa memiliki pengaruh yang besar di tengah umat.

Hanya sayang, beberapa artis yang telah mendeklarasikan diri berhijrah kembali lagi pada kehidupan awalnya: melepas kerudung, membuka aurat, bahkan juga terlibat intrik dan skandal moral seperti cinlok dan perselingkuhan.  Yang seperti ini justru akan membawa pengaruh buruk di masyarakat. Minimal tersebarnya pergunjingan terutama di medsos.

Mengubah diri menjadi lebih baik memang bukan perkara mudah.  Sering upaya ini menghadapi berbagai hambatan dan rintangan.  Inilah bentuk ujian Allah. Apakah hijrahnya benar-benar karena Allah, karena alasan-alasan lain atau karena sekadar ikut tren.

Allah SWT berfirman:

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ  ٢

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sementara mereka tidak akan diuji lagi? (QS al-Ankabut []: 2).

 

Karena itu merupakan keharusan dalam proses hijrah ini untuk bersikap istiqamah sebagaimana dituntunkan Nabi saw. Dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah ra. berkata, Aku berkata, “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selain dirimu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: Aku beriman kepada Allah.” Kemudian istiqamahlah.” (HR Muslim).

Lantas bagaimana kita istiqamah mempertahankan hijrah kita ke jalan Allah agar tidak goyah dan kembali berpaling?  Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan:

 

  1. Meluruskan niat.

Niat yang lurus adalah kunci dari istiqamah.  Seseorang yang meniatkan perbuatannya karena Allah, maka setiap kali ia mendapatkan halangan, ia akan kembalikan lagi pada niatnya, ia ikhlaskan semata karena Allah sehingga ia akan mampu kokoh dalam istiqamahnya.  Berbeda halnya dengan orang yang berniat bukan karena Allah, ketika ia menghadapi kesulitan, atau apa yang menjadi niatnya tidak tercapai, ia akan segera berpaling dan keluar dari istiqamah. Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Sungguh setiap perbuatan bergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Karna itu siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya adalah pada apa yang ia inginkan itu (HR Muslim).

 

  1. Menguatkan iman.

Iman adalah modal utama dalam hijrah.  Ketika ia yakin bahwa Allah ada, Allah mendampingi dan mengawasi dirinya; Allah akan menjadi Penolongnya; dan Allah akan memberikan balasan terbaik untuk dirinya. Karena itu ia akan menjaga istiqamahnya.  Namun, ketika ia ragu, tidak yakin dengan pertolongan Allah, maka ia tidak akan mampu bertahan dalam hijrahnya saat godaan datang.

Keteguhan iman akan terwujud jika kita banyak merenungkan dan mengkaji ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat kawniyah-Nya maupun ayat-ayat qawliyah-Nya.  Memahami dan menelaah isi al-Quran, misalnya, akan meneguhkan hati kita dalam iman. Demikian sebagaimana disampaikan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

قُلۡ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلۡقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِٱلۡحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهُدٗى وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ  ١٠٢

Katakanlah, “Jibril menurunkan al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS an-Nahl [16]: 102).

 

  1. Memperbanyak ilmu.

Hijrah tidak bisa tidak harus dengan ilmu.  Hal ini karena hijrah terkait erat dengan pemahaman terhadap apa saja yang Allah perintahkan dan Allah larang.  Rasulullah saw bersabda,”Orang yang berhijrah (al-Muhaajir) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang.”(HR al-Bukhari dan Muslim).

Jika ia tidak tahu apa saja yang menjadi larangan Allah, bagaimana ia akan berhijrah? Demikianlah, tanpa memiliki ilmu, hijrah bisa menyesatkan, memberatkan, atau memalingkan orang yang berhijrah dari tujuan awalnya.  Karena itu menghadiri kajian-kajian Islam harus diperbanyak dengan memilih guru-guru yang terpercaya, yang selalu berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah.

 

  1. Senantiasa mengikatkan diri pada hukum Syariah.

Untuk menjaga istiqamah, orang yang berhijrah harus senantiasa mengikatkan diri pada hukum syariah. Tidaklah ia melakukan sesuatu kecuali jelas hukum syariahnya.  Ia juga mendawamkan melakukan kewajiban-kewajiban dan menambah dengan yang sunnah; memulai dari yang kecil dan ringan, misal shalat tahajud dua rakaat, atau membaca Al Qur’an satu-dua halaman sampai ia terbiasa dengan amal tersebut dan sanggup untuk menambahnya. Mendawamkan ibadah-ibadah ini akan membuat kesadaran kita akan hubungan dengan Allah selalu terjaga, sehingga kita mengokohkan diri dalam keterikatan dengan hukum-hukum-Nya.

 

  1. Mencari dukungan keluarga.

Dukungan keluarga sangat penting saat kita hijrah.  Terutama dari keluarga terdekat kita seperti istri/suami, anak, orangtua dan saudara.  Banyak orang yang gagal berhijrah karena tidak ingin ditinggalkan keluarga.

Karena itu ajaklah keluarga ikut berhijrah dengan memahamkan mereka alasan-alasan kita berhijrah dan membina pemahaman dan keterikatan mereka terhadap hukum Allah.  Jika pun mereka menolak hijrah bersama, setidaknya mereka memahami keputusan kita.

 

  1. Berkumpul dengan rekan-rekan yang shalih.

Rekan-rekan yang salih akan mendukung saat kita jatuh, menguatkan saat kita lemah dan boleh jadi merekalah yang akan menyelamatkan kita dari api neraka.  Maka dari itu, saat kita memutuskan hijrah, kita juga harus meninggalkan lingkungan dan teman yang buruk.  Kita bisa masuk dalam komunitas-komunitas hijrah untuk mendapatkan berbagai masukan dan sharing pengalaman. Allah SWT berfirman (yang arttinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur) (TQS at-Taubah [9]: 119).

Dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah bersabda, Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk oleh dia, engkau bisa membeli dari dirinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR al-Bukhari).

 

  1. Banyak berdoa.

Allah adalah Yang Maha Membolak-balikkan hati. Dia juga Yang memberikan keteguhan hati.  Karena itu kita harus banyak berdoa memohon keteguhan hati. Doa berikut bisa kita dawamkan:

رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ  ٨

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menjadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi kami petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sungguh Engkaulah Yang Maha Pemberi (karunia)  (QS Ali Imran [3]: 8).

 

Bisa juga ditambah dengan doa berikut ini:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Duhai Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu (HR at-Tirmidzi).

 

  1. Membiasakan Muhasabah.

Muhasabah, yakni mengoreksi diri sendiri, memudahkan kita untuk mengidentifikasi keraguan, kelemahan atau persoalan-persoalan yang akan menggoyahkan hijrah kita. Jika kita menemukan potensi goyah, kita bisa mengambil tindakan lebih cepat semisal berkonsultasi dengan ustaz/ustazah kita.

 

Penutup

Inilah hal-hal yang bisa membantu kita untuk mempertahankan istiqamah dalam hijrah.  Jika istiqamah ini terus menguat, bukan mustahil kita akan termotivasi untuk bergabung dalam hijrah level berikutnya, yakni hijrah sistem menuju Islam kaaffah. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ten − 8 =

Back to top button