Baiti Jannati

Kiat Menghadapi Beban Hidup yang Makin Berat

Telah nyata di hadapan kita sistem kapitalis sekuler yang mencengkeram negeri ini telah banyak meninggalkan persoalan besar di tengah-tengah rakyat. Kebijakan yang lahir dari sistem kapitalis sekuler tidak pernah berpihak kepada rakyat, malah cenderung semakin membebani rakyatnya. Kondisi ini tentu berpengaruh  besar terhadap kehidupan jutaan keluarga.

Di sektor ekonomi, iklim usaha semakin hari semakin berat. Sistem kapitalis-sekuler memaksa negara tidak berperan mengurusi rakyatnya. Negara justru lebih berpihak kepada pemilik modal. Berbagai urusan rakyat diserahkan kepada swasta atau asing. Akibatnya, beban hidup rakyat makin berat.  Pendidikan berkualitas mahalnya luar biasa. Demikian pula layanan kesehatan.  Kenaikan harga kebutuhan pokok dan beberapa bahan makanan pun tidak terelakan.

Di bidang sosial pun tidak berbeda kondisinya. Sistem kapitalis sekuler menjadikan pergaulan muda-muda semakin bebas. Perzinaan dan  aborsi semakin merajalela. Kasus LGBT pun semakin banyak. Pelakunya semakin berani. Bahkan perkawinan sejenis tidak dianggap sebagai penyimpangan bahkan pelakunya menuntut untuk diakui.  Tentu situasi ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para orangtua.

Belum lagi berbagai kasus-kasus yang menimpa generasi muda kita saat ini. Di antaranya kenakalan anak yang tidak bisa dianggap wajar sebagai kenakalan anak biasa. Semakin banyak tindak kriminal yang dilakukan anak-anak. Dari kasus bullying terhadap teman yang berujung kematian hingga pembunuhan oleh anak usia 13 tahun terhadap temannya hanya karena takut ketahuan mencuri HP korban.  Sudah sedemikian rupa ‘gawatnya’ generasi kita.  Belum lagi kasus kurang gizi dan stunting yang semakin lama semakin meningkat.

Carut-marutnya berbagai permasalahan di negeri ini memang sudah sangat serius dan kompleks. Kenyataan ini mau tidak mau berdampak pula pada kehidupan keluarga Muslim. Sulit untuk  bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Bahkan tidak sedikit Muslim ikut terjebak dalam kehidupan yang materialistik dan individualistik. Tak sedikit pula yang turut goyah bahkan terguncang.  Hal ini memberikan andil bagi munculnya ketidakharmonisan dalam rumah tangga, yang bahkan tidak sedikit yang berujung kepada perceraian.  Tidak aneh jika kemudian stres bahkan depresi menimpa keluarga Muslim.  Masih ingat dalam benak kita, kejadian seorang ibu tega membunuh anak-anaknya karena khawatir atau ketakutan  tidak mampu menghidupi anak-anaknya dengan layak.

Di sinilah sesungguhnya pentingnya keluarga Muslim untuk  mempersiapkan seluruh anggota keluarga dalam  menghadapi  berbagai dampak buruk dari  krisis yang menimpa negeri ini.   Apa yang harus dilakukan keluarga Muslim?

 

  1. Senantiasa mengokohkan iman.

Iman bahwa Allah itu ada dan Maha Pencipta, sekaligus meyakini bahwa Dia Maha Pengatur, Maha Penolong, Maha Pemberi rezeki, Mahaperkasa, Maha Penyembuh, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.  Allah senantiasa menolong dan memberikan jalan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan tak akan pernah menzalimi mereka.

Keimanan dan keyakinan semacam ini yang  akan menjadikan keluarga Muslim senantiasa optimis dalam kehidupan. Punya harapan besar. Bersabar dalam menghadapi musibah dan rintangan. Tak mudah menyerah pada keadaan.  Yakin bahwa Allah akan menolong kita serta memberi kita jalan keluar terbaik.

Ingatlah kisah Nabi Yunus as. yang berada dalam perut ikan besar di dasar lautan, lalu Allah memberi dia pertolongan. Ingat pula saat Nabi Musa as. Di hadapkan pada pilihan memukulkan tongkat ke Laut Merah, sementara di belakangnya pasukan Fir’aun memburunya. Lalu Nabi Musa pun percaya dengan perintah Allah untuk memukulkan tongkat itu ke Laut Merah. Mereka pun selamat, sedangkan Fir’aun tenggelam bersama para pengikut dan pasukannya.

 

  1. Selalu Mendekat dan Ingat Pada Allah.

Sudah seharusnya keluarga Muslim selalu mendekatkan diri kepada Allah di setiap kesempatan, dalam suka dan duka.   Hal ini bisa kita lakukan dengan selalu memperbanyak amalan sunnah dan amal kebaikan lainnya.  Kita bisa memperbanyak membaca al-Quran, tadarrus al-Quran bersama keluarga.  Momen ini juga bisa kita manfaatkan untuk belajar Islam bersama dengan men-tadabburi ayat-ayat al-Quran. Ayah atau ibu memimpin kajian ini secara bergantian.

Setiap anggota keluarga juga bisa berlomba-lomba melakukan amalan sunnah lainnya seperti bersedekah, banyak berzikir, shalat dhuha, shalat hajat ataupun shalat tahajud.  Ayah dan ibu memiliki tugas utama untuk memotivasi anggota keluarga untuk melaksanakan amal kebaikan ini. Apalagi ketika tahajud,  ibu bisa membangunkan ayah, lalu keduanya membangunkan anak-anak untuk melakukan shalat tahajud bersama.

Dengan memperbanyak amalan sunnah, keluarga kita akan selalu mendekat kepada Allah dan mengingat-Nya. Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang senantiasa mengingat Allah maka hatinya akan tenang dan tenteram (Lihat: QS ar-Ra’d [13]: 28).

 

  1. Memahami konsep tawakal kepada Allah.

Tawakal adalah berserah diri kepada Allah SWT dalam segala hal.  Hanya saja, tawakal harus senantiasa beriringan dengan usaha. Tidak bisa dipisahkan yang satu dari yang lainnya.  Merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha. Bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariah Allah SWT. Ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah. Rasulullah saw. Bersabda, “Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, sungguh Dia akan melimpahkan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezeki kepada burung yang pergi (mencari makan) pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Tawakal kepada Allah adalah termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dia hadapi sendiri. Allah akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Dengan memahami konsep tawakal ini, setiap anggota keluarga Muslim akan penuh semangat dalam berusaha, diiringi dengan keyakinan bahwa semua yang menimpa adalah ketetapan yang terbaik yang Allah berikan kepadanya.  Karena itu ia akan tetap optimis.

 

  1. Selalu bersyukur atas segala nikmat.

Sesungguhnya setiap Muslim diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu bersyukur. Ia juga  sekaligus diwanti-wanti agar jangan sampai tergolong ke dalam orang yang tidak bersyukur kepada-Nya (Lihat: QS Saba’ [34]:13).

Rasulullah saw. pun telah menasihati kita, sebagaimana sabdanya, “Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR Abu Dawud).

Kurang bersyukur bisa menjadi salah satu penyebab munculnya stres. Sikap membandingkan diri dengan orang lain adalah salah satu tanda kurang bersyukur. Kita memang perlu mawas dengan kekurangan diri, tetapi bukan dalam urusan dunia, dan jangan sampai lupa bersyukur. Nabi saw. menasihati kita semua untuk melihat ke ‘bawah’ bukan ke ‘atas’. Sabda beliau, “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sungguh hal ini akan menjadikan kalian tidak merendahkan nikmat Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.” (HR Muslim).

Sering membandingkan diri dengan kehidupan orang lain membuat hidup terasa selalu kurang. Akhirnya, ia menjadi tekanan pada pikiran dan berujung stres dan depresi. Inilah yang harus dihindari. Kita memang harus terus belajar  menyambut setiap kenikmatan yang datang sekecil apapun, dengan penuh sukacita. Mensyukuri setiap nikmat dan momen baik akan menjadikan hati kita terasa lapang. Mental kita pun insya Allah akan menjadi sehat.

 

  1. Selalu berdoa kepada Allah untuk kebaikan keluarga.

Sudah seharusnya kita menghiasi lisan kita dengan doa-doa agar keluarga kita selalu diberi keberkahan, terjaga dari keburukan, penuh kasih sayang dan siap menghadapi situasi apapun. Dalam kondisi menghadapi beratnya beban hidup, keluarga Muslim dianjurkan untuk bersabar, memohon ampunan dan memanjatkan doa kepada Allah. Di antaranya doa:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ  ٢٨٦

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat, sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami. Karena itu tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir (QS al-Baqarah [2]: 286).

 

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Najmah Saiidah]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 1 =

Back to top button