Hadis Rasul SAW. Terkena Sihir Tertolak
Soal:
Ada pertanyaan seputar hadis Labid bin al-A’sham, bahwa Nabi saw. kena sihir. Apakah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. bahwa Labid bin al-A’sham menyihir Nabi saw. itu tertolak secara diraayah karena menyalahi kemaksuman tersebut?
Jawab:
Pertama: Benar, hadis tersebut tertolak secara diraayah. Makna tertolak secara diraayah adalah sebagai berikut:
Dinyatakan di dalam Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah (1/188): …”Jika datang hadis yang bertentangan dengan apa yang datang di dalam al-Quran yang qath’i maknanya, maka hadis itu tertolak secara diraayah, yakni secara matan, sebab maknanya bertentangan dengan al-Quran…”
Dinyatakan pula di dalam Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah (3/83) pada judul, “Syurûth Qabûli Khabari al-Ahâd (Syarat-Syarat Penerimaan Khabar Ahad),” “Khabar ahad diterima jika memenuhi syarat-syaratnya secara riwayat dan diraayah…Adapun syarat-syarat penerimaan khabar ahad secara diraayah adalah tidak bertentangan dengan apa yang lebih kuat darinya berupa ayat atau hadis mutawaatir atau masyhuur…”
Kedua: Untuk lebih menjelaskan masalah tersebut, saya menyebutkan perkara-perkara berikut:
Sesungguhnya Rasul saw. maksum dari semua kaharaman dan kemakruhan. Dalil-dalil atas hal itu telah dipastikan (qath’i). Jadi semua yang dilakukan oleh Rasul saw. adalah wahyu dari Allah SWT baik fardhu, manduub atau mubah (Lihat: QS al-Ahqaf [46]: 9; QS al-A’raf [7]: 203).
Nabi saw. pun teladan untuk kaum Muslim (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 7; QS Ali Imran [3]: 31). Semua yang dikatakan oleh Rasul saw. berupa perintah atau larangan juga adalah wahyu dari Allah SWT.
Benar, seperti yang Anda katakan di dalam pertanyaan Anda, mereka menuduh Rasul saw. kena sihir. Al-Quran telah membantah mereka; Rasul saw. tidak kena sihir dan tidak menyihir. Alah SWT berfirman:
نَّحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَسۡتَمِعُونَ بِهِۦٓ إِذۡ يَسۡتَمِعُونَ إِلَيۡكَ وَإِذۡ هُمۡ نَجۡوَىٰٓ إِذۡ يَقُولُ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا ٤٧
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, juga sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir.” (QS al-Isra’ [17]: 47).
Imam al-Qurthubi mengatakan di dalam tafsirnya untuk ayat yang mulia tersebut:
…Mereka mendengarkan al-Quran dari Nabi saw. Lalu mereka lari dan mengatakan, “Dia tukang sihir dan kena sihir.” …Qatadah mengatakan, “Bisikan-bisikan mereka adalah ucapan mereka bahwa Rasul adalah orang gila (majnûn), tukang sihir dan beliau mendatangkan dongengan orang-orang terdahulu dan yang lainnya.” Dikatakan: Ayat tersebut turun ketika beliau mengundang ‘Utbah pemimpin Quraisy untuk memakan makanan yang beliau buat untuk mereka. Lalu Nabi saw. datang menemui mereka dan beliau membacakan al-Quran kepada mereka dan menyeru mereka kepada Allah. Lalu mereka saling berbisik. Mereka mengatakan beliau adalah tukang sihir dan gila. Dikatakan: Nabi saw. menyuruh Ali agar menyediakan makanan dan mengundang para pemimpin Quraisy dari kalangan orang-orang musyrik. Ali melakukan hal itu dan Rasulullah saw. masuk menemui mereka dan membacakan al-Quran kepada mereka dan menyeru mereka kepada tauhid. Beliau berkata, “Katakanlah: Lâ ilaha illâ Allâh (Tiada tuhan selain Allah), niscaya orang-orang Arab menaati kalian dan orang-orang ‘ajam mendekat kepada kalian.”
Namun, mereka tidak mau…mereka berbicara di antara mereka saling berbisik-bisik, “Huwa sâhirun wa huwa mashûrun (Dia tukang sihir dan dia terkena sihir).” Lalu turunlah ayat tersebut…
Manthuuq ayat yang mulia itu adalah bantahan terhadap apa yang mereka katakan tentang Rasul saw. bahwa beliau terkena sihir. Mafhuum-nya, bahwa Rasul saw. tidak menyihir dan tidak terkena sihir.
Juga dinyatakan di surat al-Furqan firman Allah SWT:
وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا ٨ ٱنظُرۡ كَيۡفَ ضَرَبُواْ لَكَ ٱلۡأَمۡثَٰلَ فَضَلُّواْ فَلَا يَسۡتَطِيعُونَ سَبِيلٗا ٩
Orang-orang zalim itu berkata, “Kalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang terkena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu. Lalu sesatlah mereka. Mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu) (QS al-Furqan [25]: 8-9).
Manthuuq ayat yang mulia tersebut juga membantah mereka bahwa Rasul saw. terkena sihir. Mafhuum-nya, Rasul saw. tidak menyihir dan tidak terkena sihir.
Ketiga: Sekarang kami menjawab pertanyaan tentang hadis yang mengatakan bahwa Labid bin al-A’sham menyihir Rasul saw.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah ra.: Seorang Yahudi dari Bani Zuraiq yang dipanggil Labid bin al-A’sham telah menyihir Rasulullah saw. Aisyah berkata: “Hingga ketika Rasulullah saw. telah dikhayalkan bahwa beliau melakukan sesuatu, padahal beliau tidak melakukannya, sampai pada suatu hari atau suatu malam, Rasulullah saw. memanggil, lalu memanggil, dan memanggil, kemudian berkata:
يَا عَائِشَةُ أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ ؟ جَاءَنِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ أَوْ الَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي: مَا وَجَعُ الرَّجُلِ ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: مَنْ طَبَّهُ ؟ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ، قَالَ: وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ، قَالَ: فَأَيْنَ هُوَ ؟ قَالَ: فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ، قَالَتْ: فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ، قَالَتْ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ ؟ قَالَ: لَا أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ، وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا، فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ
“Aisyah, apakah kamu merasa bahwa Allah memberi fatwa kepadaku dalam apa yang aku minta fatwa tentangnya? Dua orang laki-laki datang kepadaku. Salah satunya duduk di sisi kepalaku dan yang lain di sisi kedua kakiku. Yang duduk di sisi kepalaku berkata kepada yang duduk di sisi kedua kakiku, atau yang duduk di sisi kedua kakiku berkata kepada yang duduk di sisi kepalaku, “Apa sakit laki-laki ini?” Dia berkata, “Dia dibingungkan.” Dia berkata, “Siapa yang membingungkan dia?” Dia berkata, “Labid bin al-A’sham.” Dia berkata, “Pada bagian mana?” Dia berkata, “Di bagian ikatan rambut dan sisirnya.” Dia berkata, “Taji laki-laki telah mengering.” Dia berkata, “Di mana itu?” Dia berkata, “Di Sumur Dzu Arwan.” Aisyah berkata: Lalu Rasulullah saw. mendatanginya pada beberapa orang dari Sahabat beliau. Lalu Rasul bersabda, “Aisyah, demi Allah, seakan-akan airnya sari dari pacar, dan seakan-akan pohon kurmanya kepala-kepala setan.” Aisyah berkata: Lalu aku katakana, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak membakarnya?” Beliau bersabda, “Tidak. Adapun aku, Allah telah menyembuhkanku, dan aku tidak suka akan memicu keburukan terhadap orang-orang sehingga aku perintahkan agar dipendam.” (HR Muslim).
Dengan memperhatikan dalam hadis ini menjadi jelas perkara-perkara berikut:
Hadis itu bertentangan dengan kemaksuman Rasul saw. Hadis ini menjelaskan bahwa Rasul saw. kena sihir. Jadi beliau dikhayalkan melakukan sesuatu, padahal beliau tidak melakukannya; atau beliau melakukan suatu perbuatan tertentu, seperti misalnya shalat zhuhur, padahal beliau tidak shalat zuhur atau semacam itu. Tentu saja, itu berakibat, pelaksaaan perbuatan tertentu itu oleh Rasul saw. bukan merupakan wahyu. Semua ini bertentangan dengan keberadaan Rasul saw. sebagai orang yang maksum dalam perbuatan dan ucapan beliau, kecuali bahwa semua itu (ucapan dan perbuatan beliau) menurut wahyu.
Di sisi lain, Rasul saw. faktanya tidak membunuh tukang sihir, Labid bin al-A’sham. Dia seorang munafik, sebagaimana yang ada di riwayat al-Bukhari. Artinya, terhadap dia berlaku hukum-hukum Islam. Para fukaha, meski mereka berbeda pendapat tentang hukuman mati bagi tukang sihir yang kafir adz-dzimmi, tidak ada perbedaan dalam hal hukuman mati bagi tukang sihir yang Muslim dengan syarat-syarat mereka. Labib bin al-A’sham pada lahiriahnya masuk Islam. Artinya, terhadap dia berlaku hukum-hukum Islam. Meski demikian, faktanya dia tidak dibunuh sesuai riwayat-riwayat dalam hal itu.
Hadis itu bertentangan dengan mafhum ayat yang mulia berikut:
نَّحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَسۡتَمِعُونَ بِهِۦٓ إِذۡ يَسۡتَمِعُونَ إِلَيۡكَ وَإِذۡ هُمۡ نَجۡوَىٰٓ إِذۡ يَقُولُ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا ٤٧
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata, “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang terkena sihir.” (QS al-Isra’ [17]: 47).
Juga firman Allah SWT berikut:
وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا ٨ ٱنظُرۡ كَيۡفَ ضَرَبُواْ لَكَ ٱلۡأَمۡثَٰلَ فَضَلُّواْ فَلَا يَسۡتَطِيعُونَ سَبِيلٗا ٩
Orang-orang zalim itu berkata, “Kalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang terkena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu. Lalu sesatlah mereka. Mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu) (QS al-Furqan [25]: 8-9).
Demikian sebagaimana yang telah kami jelaskan.
Atas dasar itu, hadis ini dan semua hadis shahih sanad-nya yang mengatakan bahwa Rasul saw/ terkena sihir tertolak secara diraayah. Artinya, Rasul saw. tidak terkena sihir. Pasalnya, hadis yang shahih sanad-nya, jika bertentangan dengan ayat yang mulia yang qath’i maknanya, adalah tertolak secara diraayah.
WalLâh a’lam wa ahkam.
[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah tanggal 16 Dzulqa’dah 1443 H-15 Juni 2022 M]
Sumber:
https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/jurisprudence-questions/82654.html
https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/571777824509591