Fikih

Berapa Bagian Zakat yang Boleh Diambil Mustahiq?

Soal:

Berapa banyak uang yang dapat diambil oleh seseorang mustahiq zakat. Contoh, dapatkah seseorang mendapat cukup uang (dari zakat, red.) untuk membangun rumah jika dia tidak punya rumah? Atau adakah limit seseorang dapat menerima zakat?

 

Jawab:

Di dalam syariah tidak ada nas yang menjelaskan kadar maksimal dari zakat yang diberikan kepada mustahiq-nya. Allah SWT hanya berfirman:

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ  ٦٠

Sungguh zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, (untuk memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, (untuk) fi sabilillah dan ibnu sabil. Ini adalah suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Mahatahu lagi Mahabijaksana (QS at-Taubah [9]: 60).

 

Dari ayat ini dapat diistinbath kadar maksimal yang diberikan kepada mustahiq zakat. Sebabnya, para mustahiq zakat itu disebutkan dengan sifat mufhimah yang menunjukkan atas sebab mereka diberi zakat. Ini berarti, pemberian zakat kepada mereka itu disertai ‘illat dengan sifat yang eksis pada mereka yang berhak menerima zakat itu. Selama golongan yang diberi zakat itu masih dalam cakupan sifat yang membuat mereka berhak menerima, maka mereka diberi. Jika telah melewati sifat itu maka tidak diberi:

Misalnya, al-fuqarâ‘ wa al-masâkîn (kaum fakir dan miskin). Mereka berhak mendapat zakat karena sifat kefakiran dan kemiskinan.  Berarti batas maksimal untuk zakat yang diberikan adalah apa yang membuat mereka berkecukupan sehingga tidak lagi berhak menerima zakat. Artinya, dengan zakat yang mereka terima, mereka keluar dari sifat fakir dan sifat miskin. Tidak boleh memberi mereka lebih dari yang demikian. Kadar ini tentu berbeda-beda.

Contoh lain, al-‘âmilûn ‘alayhâ (para amil zakat). Mereka diberi bagian dari zakat karena mereka bekerja untuk mengumpulkan zakat. Mereka diberi dari zakat sebagai kompensasi (imbalan) tenaga yang mereka curahkan dalam mengumpulkan zakat. Negara menetapkan kadar untuk mereka sebagai “upah” yang sesuai tenaga yang mereka curahkan. Jika negara tidak menetapkan upah mereka maka mereka diberi upah yang sepadan (al-ajru al-mitsli). Tidak ditambah dari yang demikian karena zakat bukan donasi untuk mereka, tetapi hanya kompensasi atas tenaga mereka.

Contoh lain, al-ghârimîn (orang yang punya utang). Mereka diberi dari zakat untuk melunasi utang mereka secara penuh. Mereka tidak diberi lebih dari itu. Sebabnya, mereka berhak menerima zakat disebabkan utang. Jika sifat ini hilang dari mereka maka mereka tidak menjadi orang yang berhak (mustahiq) zakat.

Begitulah berkaitan dengan semua golongan. Mereka diberi bagian dari zakat hingga sifat yang menjadi sebab mereka berhak menerima zakat itu hilang darinya.

Kami telah mengisyaratkan beberapa makna yang dijelaskan di atas di dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah dalam bab “Mashârif az-Zakât” sebagai berikut:

Al-Fuqarâ: Mereka adalah orang-orang yang tidak memperoleh harta yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi mereka yaitu pangan, sandang dan papan. Jadi siapa yang pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok, dia termasuk orang fakir. Zakat halal untuk dia. Dia boleh diberi dari zakat sampai batas yang menghilangkan sifat membutuhkan dan kefakirannya.

Allah SWT telah mengharamkan bagi orang-orang kaya untuk mengambil zakat. Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan telah meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah saw. bersabda:

لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ, وَلاَ لِذِيْ مِرَّةٍ سَوِيٍّ

Zakat tidak halal untuk orang kaya dan untuk dzu al-mirrah yang sehat (HR Ahmad).

 

Dzu al-mirrah adalah orang yang memiliki kekuatan, kemampuan dan pendapatan. Jika dia tidak mendapati apa yang dia peroleh, dia termasuk fakir. Adapun orang kaya (al-ghani) adalah orang yang tidak membutuhkan orang lain. Dia memiliki harta lebih dari apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya.

Siapa orang kaya? Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seseorang meminta-minta, sementara dia kaya, kecuali datang pada Hari Kiamat dalam keadaan cacat (kudûh) atau bekas luka (khudûsy) atau noda (khumûsy) di wajahnya.” Dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat dia cukup (kaya) atau apa yang mencukupi dirinya?” Beliau bersabda, “Lima puluh dirham atau emas yang senilai dengan itu.” (HR Khamsah).

Jadi siapa yang memiliki lima puluh dirham yakni 148,75 gram perak atau emas yang senilai—yang merupakan kelebihan dari pemenuhan pangan, sandang dan papannya serta nafkah keluarganya, anak-anaknya dan pembantunya—maka dia termasuk orang kaya. Dia tidak boleh mengambil bagian harta zakat.

Al-Masâkîn: Mereka adalah orang-orang yang tidak mendapati apa-apa. Kepapaan telah menimpanya, tetapi mereka tidak meminta-minta kepada orang-orang. Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling (meminta-meinta) kepada orang-orang, dia diberi satu atau dua suap, satu atau dua biji kurma. Namun,  orang miskin itu adalah orang yang tidak menemukan apa yang mencukupi kebutuhannya, tetapi dia tidak terfitnah dengan itu, lalu diberi sedekah (zakat) dan dia juga tidak meminta kepada orang-orang.” (HR Muttafaq ’alayh).

Orang miskin itu di bawah fakir (Lihat: TQS al-Balad [90]: 16). Orang miskin halal menerima zakat. Dia boleh diberi bagian dari zakat sampai batas yang menghilangkan kemiskinannya dan menjadikan dia tercukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Al-‘Amilûn ‘alayhâ: Mereka adalah as-su’âtu dan orang yang bersedekah, yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat dari orang yang wajib membayarnya atau untuk mendistribusikan zakat kepada para mustahiq-nya. Mereka diberi bagian dari zakat, meski dia orang kaya, sebagai kompensasi dari pelaksanaan tugas mereka mengumpulkan atau mendistribusikan zakat. Abu Ubaid telah meriwayatkan dari ‘Atha` bin Yasar yang berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal untuk orang kaya kecuali tiga golongan: amil yang ditunjuk menangani zakat…

Al-Mu’allafah Qulûbuhum: Mereka adalah golongan para pemimpin, tokoh, orang-orang berpengaruh atau orang-orang pemberani yang iman mereka belum menancap kuat. Khalifah atau walinya khalifah berpandangan untuk memberi mereka dari zakat. Tujuannya untuk memikat hati mereka, atau menguatkan iman mereka, atau untuk memanfaatkan mereka demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim, atau untuk mempengaruhi jamaah mereka. Itu semisal orang yang Rasul saw. beri seperti Abu Sufyan, ‘Uyainah bin Hishnin, al-Aqra’ bin Habis, ‘Abbas bin Mirdas dan selain mereka.  Amru bin Taghlib berkata: Kepada Rasulullah saw. pernah didatangkan harta atau sabiy. Lalu beliau membagi-bagikannya. Beliau memberi seorang laki-laki dan tidak memberi laki-laki yang lain. Lalu sampai kepada beliau bahwa orang yang tidak diberi memprotes. Lalu beliau memuji dan menyanjung Allah kemudian bersabda, “Amma ba’du. Demi Allah, sungguh saya memberi laki-laki dan saya biarkan laki-laki yang lain. Orang yang saya biarkan lebih saya cintai dari orang yang saya beri. Namun, saya memberi mereka karena saya melihat di hati mereka ada kegelisahan dan keluh-kesah. Lalu saya membiarkan kaum yang lain pada apa yang Allah jadikan di dalam hati mereka berupa kecukupan dan kebaikan.” (HR al-Bukhari).

Mereka tidak diberi harta zakat kecuali jika ‘illat yang menjadi sebab mereka diberi zakat itu eksis. Jika ‘illat itu tidak ada maka mereka tidak diberi. Karena itulah, Khalifah Abu Bakar dan Umar enggan memberi mereka setelah Islam mulia (kuat) dan menyebar luas.

Ar-Riqâb: Mereka adalah hamba sahaya. Mereka diberi dari zakat jika mereka mukatab (budak yang punya perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya dengan sejumlah harta) untuk memerdekakan diri mereka. Mereka dibeli dengan harta zakat dan dimerdekakan jika mereka bukan budak mukatab. Hamba sahaya tidak ada lagi saat ini.

Al-Gharimûn: Mereka adalah debitur yang menanggung pembayaran utang untuk memperbaiki hubungan keluarga, atau membayar diyat, atau mereka menanggung utang untuk memenuhi kemasalatan mereka yang khusus.

Orang yang menanggung utang untuk memperbaiki hubungan keluarga atau untuk membayar diyat diberi zakat untuk mebayar utang mereka, baik mereka orang fakir atau kaya. Dibayarkan kepada mereka sejumlah utang yang mereka tanggung tanpa tambahan. Anas ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda:

إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لِثَلَاثَةٍ, لِذِيْ فَقْرٍ مُدْقِعٍ, أَوْ لِذِيْ غَرِمٍ مُفْظِعٍ, أَوْ لِذِيْ دَمٍّ مُوْجِعٍ

Sungguh meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga golongan: orang yang fakir, orang yang punya utang yang besar atau tanggungan darah yang menyakitkan.”

 

Diriwayatkan pula, Qabishah bin Muhariq al-Hilali berkata: Aku menanggung beban (utang). Lalu aku datang kepada Rasulullah saw. Aku meminta (bantuan) kepada beliau. Beliau bersabda, “Tunggulah sampai datang zakat kepada kami sehingga kami bisa memerintahkan petugas (memberi) untukmu dengan harta zakat tersebut.” Kemudian beliau bersabda, “Hai Qabishah, sungguh meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga golongan: laki-laki yang menanggung beban (utang), maka meminta-minta halal untuk dia hingga dia mendapatkan (harta yang dia butuhkan), kemudian dia menahan diri (tidak meminta-minta lagi)…” (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i).

Jadi mereka yang menanggung beban (utang) untuk memenuhi kepentingan khusus mereka diberi dari harta zakat untuk memenuhi utang mereka. Ini jika mereka fakir atau mereka bukan fakir tetapi tidak mampu membayar utang mereka. Adapun jika mereka kaya yang mampu membayar utang mereka maka tidak diberi harta zakat sebab zakat tidak halal untuk mereka.

Fî Sabîlillâh: Maksudnya adalah jihad, apa yang diperlukan untuk jihad dan apa yang menjadi penentu jihad berupa pembentukan pasukan, mendirikan industri, pembuatan senjata dsb. Di mana saja dinyatakan fî sabîlillâh di dalam al-Quran maka itu tidak lain adalah jihad. Dibayarkan dari zakat untuk jihad dan apa yang diperlukan. Hal itu tidak dibatasi kadarnya. Jadi boleh zakat dibelanjakan seluruhnya atau sebagiannya untuk jihad menurut apa yang menjadi pandangan Khalifah. Abu Said al-Khudzri berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal zakat untuk orang kaya kecuali untuk fi sabîlillâh.” (HR Abu Dawud). Dalam riwayat lainnya dinyatakan: “… atau untuk orang yang berperang di jalan Allah…”

Ibnu as-Sabîl: Makasudnya adalah orang yang terputus perjalanannya (kehabisan bekal) yang tidak menemukan apa yang bisa mengantarkan dirinya ke negerinya. Dia diberi dari harta zakat sesuai kadar yang bisa menyampaikan dirinya ke negerinya, baik sedikit atau banyak. Dia diberi dari harta zakat meski dia orang kaya di negerinya. Hal itu sesuai sabda Rasul saw., “Tidak halal shadaqah untuk orang kaya kecuali fi sabîlillâh, atau ibnu as-sabîl…” (HR Abu Dawud).

Selain golongan-golongan yang disebutkan di dalam ayat tersebut tidak boleh diberi dari harta zakat. Jadi tidak boleh dibayarkan dari zakat untuk pendirian masjid, atau rumah sakit atau yayasan sosial atau atas kemaslahatan negara atau umat. Pasalnya, zakat itu milik khusus untuk delapan ashnaf. Tidak ada yang lain yang ikut serta di dalamnya.

Khalifah memiliki wewenang dalam pemberian zakat kepada golongan-golongan ini menurut apa yang dia pandang merealisasi kemaslahatan golongan-golongan ini. Khalifah boleh mendistribusikannya kepada delapan golongan tersebut, sebagaimana khalifah juga boleh membatasi dalam pemberiannya kepada sebagian dari delapan golongan ini menurut apa yang dia pandang di dalamnya ada kemaslahatan untuk golongan-golongan ini.  Jika golongan-golongan ini tidak ada maka harta zakat disimpan di Baitul Mal.

Selesai kutipan dari Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah. []

 

[Soal-Jawab Amir Hizbut Tahrir, Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, 17 Sya’ban 1441 H/10 April 2020 M]

 

Sumber:

1        http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/67311.html

2      https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/photos/a.1705088409737176/2604964059749602/%D8%9Ftype=3&theater

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen − 5 =

Back to top button