Fikih

Parfum Beralkohol Najis dan Haram

Soal:

Apakah hukum shalat dengan pakaian yang diberi parfum beralkohol?

 

Jawab:

Pertama: Parfum yang dicampur dengan alkohol etil (etanol) dinilai sebagai khamr dan secara syar’i diperlakukan sebagai khamr dan najis. Kami telah menjelaskan hal itu semuanya dalam beberapa Jawab-Soal. Di antaranya Jawab-Soal pada tanggal 23 Jumada al-Ula 1435 H-24 Maret 2914. Di situ dinyatakan:

 

Seperti yang saya ketahui dari para ahli tentang ilmu-ilmu alkohol, alkohol itu ada dua jenis: alkohol etili dan alkohol metili. Jika etanol yang ada dalam pertanyaan termasuk jenis alkohol etili, maka jawabannya sebagai berikut:

Pertama, alkohol ada jenis yang disebut metili (metil alkohol atau metanol). Dikatakan kepada saya bahwa itu tidak memabukkan, tetapi beracun/mematikan. Spiritus bahan bakar termasuk dari jenis metili. Metil alkohol (metanol) ini diambil dari serbuk kayu dan lainnya. Meminumnya bisa menyebabkan kebutaan dan bisa sampai mengantarkan pada kematian. Berdasarkan itu metil alkohol (metanol) bukan khamr dan tidak mengambil hukum khamr. Ini dari sisi kenajisan dan keharaman. Namun, dari sisi penggunaan metil alkohol (metanol) sebagai racun, ia sesuai kaidah dharar. Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ubadah bin ash-Shamit:

أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Sungguh Rasulullah saw. memutuskan tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan orang lain (HR Ibnu Majah).

 

Kedua, dari alkohol ada jenis yang disebut etil alkohol. Etil alkohol itu digunakan dalam berbagai minuman memabukkan, didestilasi, dan spiritus (etanol) pengobatan adalah dari jenis ini. Etil alkohol juga digunakan dalam industri. Ia digunakan sebagai pengawet, sebagai bahan pengering dari kelembaban; pelarut alkali dan lemak; anti kempal; pelarut beberapa obat-obatan dan parfum seperti kolonyet dan essence; dan masuk juga dalam beberapa bahan furniture. Penggunaan-penggunaan ini ada tiga jenis:

  1. Bagian yang di situ alkohol dipakai hanya sebagai pelarut, atau sebagai bahan tambahan. Penggunan ini tidak menghilang-kan identitas dan karakteristik alkohol. Keadaannya tetap dari sisi susunan dan sifat memabukkan. Bagian ini haram digunakan secara mutlak. Sebagai contoh, kolonyet. Kolonyet tidak halal digunakan dan tetap najis. Sebab kenajisan pencampurnya dan alkohol di situ tetap alkohol memabukkan sebagaimana kondisinya. Kolonyet adalah bahan yang dicampur dengan khamr. Khamar adalah najis. Dalilnya adalah hadis dari al-Khusyani yang berkata: Aku berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, kami bergaul dengan orang-orang musyrik, sementara kami tidak memiliki bejana dan wadah selain bejana mereka.” Beliau lalu bersabda:

اسْتَغْنُوا عَنْهَا مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنْ لَم تَجِدُوا فَارْحَضُوهَا بِالْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورُهَا ثُمَّ اطْبُخُوا فِيهَا

Cukupkanlah semampu kalian. Jika kalian tidak mendapati maka cucilah dengan air. Sesungguhnya air menyucikannya. Kemudian masaklah di situ.” (HR ad-Daruquthni).

 

Jadi Rasul saw. bersabda: “fa inna al-mâ’ thahûruhâ (sesungguhnya air menyucikannya), yakni bejana itu menjadi najis saat khamr diletakkan di situ dan disucikan dengan dicuci menggunakan air. Ini adalah dalil bahwa khamr adalah najis.

Pertanyaan itu adalah tentang bejana yang di situ diletakkan khamr, seperti yang ada dalam riwayat al-Khusyani. Menurut Abu Dawud dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw., “Kami bertetangga dengan Ahlul Kitab dan mereka memasak babi dalam periuk mereka dan meminum khamr dalam bejana mereka.” Lalu Rasulullah saw. bersabda:

إِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَكُلُوا فِيهَا وَاشْرَبُوا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا غَيْرَهَا فَارْحَضُوهَا بِالْمَاءِ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا

Jika kalian menemukan (wadah) yang lain maka makan dan minumlah dari wadah itu. Jika kalian tidak menemukan selainnya maka cucilah dengan air dan makan minumlah (dari wadah itu) (HR Abu Dawud).

 

Jadi babi dan khamr adalah najis sehingga membuat najis bejana yang di situ diletakkan khamr dan babi tersebut sehingga wajib dicuci agar suci sebelum digunakan.

  1. Bagian di mana alkohol berubah dari subtansinya dan kehilangan karakteristiknya yang memabukkan. Dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan alkohol, tetapi tidak beracun. Bahan baru ini tidak mengambil hukum khamr dan bersifat suci seperti bahan lain dan terhadapnya berlaku kaidah “al-ashlu fî al-asyyâ` al-ibâhah mâ lam yarid dalîlu at-tahrîm (hukum asal sesuatu adalah mubah selama tidak ada dalil yang menyatakan pengharamannya)”.
  2. Bagian di mana alkohol berubah dari subs-tansinya dan kehilangan karakteristiknya yang memabukkan. Dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang memiliki karakteristik berbeda dengan alkohol, tetapi beracun. Hukumnya adalah hukum racun: suci, tetapi haram diminum atau untuk menimpakan dharar kepada diri sendiri atau orang lain.

 

Ketiga, atas dasar itu, maka etil alkohol (etanol) tersebut, jika dicampur dengan bahan lain, maka hukumnya didapat dengan mengetahui apakah bahan campuran etil alkohol (etanol) itu kehilangan karakteristik memabukkan atau tidak; juga apakah bahan campuran itu beracun atau tidak. Ini memerlukan tahqiq manath menurut para ahli. Jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini memabukkan maka ia mengambil hukum khamr dan menunjukkan bahwa etil alkohol (etanol) dalam campuran ini tidak kehilangan karakteristik dan identitasnya. Adapun jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa campuran ini tidak memabukkan dan tidak beracun maka tidak mengambil hukum khamr dan tidak mengambil hukum racun. Jika terbukti secara keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini tidak memabukkan, tetapi beracun, maka ia tidak mengambil hukum khamr, melainkan mengambil hukum racun.

Atas dasar itu, jika campuran yang dihasilkan itu memabukkan, semisal kolonyet, maka mengambil hukum khamr. Pasalnya, ada sabda Rasulullah saw. dari Aisyah Ummul Mukminin ra.:

كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ

Setiap minuman yang memabukkan maka haram (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Lalu dalam hadis dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

… كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram (HR Muslim).

 

Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar ra. dinyatakan:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.

 

Khamr itu haram pada sepuluh topik dan bukan hanya jika diminum. Anas bin Malik berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمْرِ عَشْرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِي لَهَا وَالْمُشْتَرَاةُ لَهُ

Rasulullah saw melaknat dalam khamr sepuluh pihak: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pembawanya; yang minta dibawakan; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi).

 

Salah satu dari sepuluh itu adalah haram.

 

Kedua: Parfum yang di dalamnya ada alkohol seperti kolonyet adalah najis. Di antara syarat sah shalat adalah kesucian pakaian dan badan sebagaimana yang ada di dalam dalil-dalil berikut:

  1. Berkaitan dengan pensyaratan kesucian badan untuk shalat: apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasul saw. yang bersabda:

تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْه

Bersucilah dari air kencing sebab umumnya azab kubur karenanya (HR Ibnu Humaid).

 

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ في الْبَوْلِ

Kebanyakan azab kubur itu pada (karena) air kencing (HR ad-Daruquthni).

 

  1. Berkaitan dengan pensyaratan kesucian pakaian untuk shalat (Lihat: QS al-Muddatstsir [74]: 4). Juga apa yang diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq ra. bahwa dia berkata: Seorang wanita bertanya kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda, salah seorang dari kami jika pakaiannya terkena darah dari haid, bagaimana kami berbuat?” Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمُ مِنْ الْحَيْضَةِ فَلْتَقْرُصْهُ ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيهِ

Jika pakaian salah seorang dari kalian terkena darah haid maka hendaklah dia jumput (cubit) bagian yang terkena darah itu kemudian dia basahi dengan air kemudian dia shalat padanya (HR al-Bukhari).

 

  1. Dengan begitu, shalat dengan disertai adanya parfum beralkohol pada pakaian atau badan maka shalat itu tidak sah.

WalLâh a’lam wa ahkam. []

 

[Dinukil dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, 19 Rabi’ul Awwal 1442 H/05 November 2020 M]

 

Sumber:

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/71505.html

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/photos/a.1705088409737176/2784459325133407/http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/4078

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − 15 =

Back to top button