Fikih

Seputar Syuhada Akhirat dan Qadha’-Qadar

Soal:

Ada pertanyaan seputar topik al-Qadhâ‘ wa al-Qadar di dalam Kitab Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah Jilid I.

Ketika membicarakan tentang peristiwa yang menguasai manusia pada bagian “apa yang diharuskan oleh nizhâm al-wujûd secara langsung”, dinyatakan di halaman 94 dan setelah disebutkan contoh-contoh: “Oleh karena itu manusia tidak diberi pahala dan tidak dijatuhi sanksi atasnya.”

Lalu bagaimana kita mempertemukan ungkapan ini dengan hadis-hadis yang menyebutkan bahwa orang yang sakit perut, tenggelam, atau tertimpa reruntuhan itu termasuk syuhada akhirat? Artinya, mengapa mereka diberi pahala dan ganjaran yang besar meski peristiwa tersebut menimpa mereka tanpa kehendak dari mereka sendiri?

 

Jawab:

Topik tersebut adalah dari sisi kelayakan perbuatan-perbuatan ikhtiyariyah (pilihan) untuk mendapat pahala dan sanksi. Artinya, perbuatan-perbuatan yang dikuasai oleh manusia merupakan obyek pahala dan sanksi. Jika seseorang melakukan keharaman maka dia dijatuhi sanksi. Jika dia menunaikan kefardhuan maka dia mendapat pahala. Tentu dengan izin Allah SWT.

Adapun peristiwa yang menguasai manusia, yakni yang terjadi dipaksakan atas manusia tanpa kehendaknya, maka hal ini tidak dilakukan oleh manusia berdasarkan pilihannya sendiri. Dengan begitu, hal itu bukan obyek pahala dan sanksi. Artinya, bukan obyek yang layak mendapat pahala dan sanksi karena bukan berdasarkan pilihannya sendiri.

Adapun bahwa Allah SWT memberi manusia karunia dengan suatu kemuliaan karena terjadi peristiwa tanpa pilihan manusia itu, maka ini merupakan perkara yang lain. Ini bukan bagian dari bab kelayakan mendapat pahala dan sanksi, melainkan rahmat dan karunia dari Allah SWT. Inilah pokok masalahnya.

Atas dasar itu, orang yang meninggal karena sakit perut, atau karena tha’un dsb, mereka digolongkan oleh Allah sebagai syuhada (akhirat). Ini bukan bagian dari bab bahwa mereka melakukan perbuatan ikhtiyari dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT sehingga mereka berhak mendapat pahala. Ini bukan bagian dari bab sabda Rasul saw.:

…اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهاَ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْ فٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلَّا أَنْ يَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهَا

… satu kebaikan diberi pahala dengan sepuluh kebaikan semisalnya sampai tujuh ratus kali lipat, sedangkan keburukan diberi balasan satu keburukan yang semisalnya, kecuali Allah SWT memaafkannya (HR al-Bukhari).

 

Hal itu merupakan kemuliaan dan karunia dari Allah SWT.

 

[Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah; 16 Ramadhan 1441 H/09 Mei 2020 M]

 

Sumber:

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/68044.html

https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/photos/a.1705088409737176/2628479624064712/?type=3&theater&_rdc=1&_rdr

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × one =

Back to top button