Hiwar

Budi Mulyana, S.I.P., M.Si.: Afghanistan Harus Mandiri

Pengantar Redaksi:

Kemenangan Taliban untuk berkuasa kembali di Afghanistan disambut secara gegap-gempita oleh sebagian kaum Muslim dunia. Apalagi menyaksikan Amerika benar-benar hengkang dari Afghanistan setelah pendudukannya di negara itu selama 20 tahun.

Pertanyaannya: Bagaimana Taliban akan mengelola negaranya? Apa saja tantangan Afghanistan di bawah Taliban? Akankah Afghanistan di bawah Taliban menjadi negara mandiri? Bagaimana pula dengan Amerika setelah hengkang dari Afghanistan? Apakah benar-benar akan melepaskan kontrolnya sama sekali atas negara itu?

Itulah beberapa hal yang ditanyakan kepada Pengamat Politik Luar Negeri, Budi Mulyana, S.I.P., M.Si. dalam wawancara dengan Redaksi kali ini,

 

Pasca kemenangannya, bagaimana sebaiknya Taliban agar benar-benar bisa mengelola Afghanistan dengan baik?

Layaknya negara yang merdeka dan mandiri, Afghanistan di bawah Taliban harus dapat menunjukkan kemerdekaan dan kemandiriannya. Dengan begitu Afghanistan bisa benar dikelola dengan baik.

Hanya saja, dalam konstelasi global saat ini, sulit negara-negara melepaskan diri dari pengaruh negara-negara lain begitu saja. Hengkangnya Amerika Serikat dari Afghanistan tidak otomatis menjadikan negara itu melepaskan kepentingannya di sana.

Dengan posisi strategis Afghanistan di Asia Tengah, negara-negara besar lain di sekitar pun, seperti Rusia, China dan India, pastinya mengincar untuk dapat menanamkan pengaruhnya di Afganistan.

Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Taliban untuk dapat melepaskan diri dari berbagai jebakan cengkeraman negara-negara besar tersebut. Dengan isu Islam yang diusung semestinya bisa menjadi modal. Sebabnya, Islam meniscayakan larangan untuk berada dalam cengkeraman pihak asing.

 

Di dalam negeri, apa yang segera dilakukan agar Afghanistan cepat bisa recovery dari kehancuran ekonomi yang fatal, masyarakat yang tercerai-berai dan sumberdaya alam yang begitu keras namun belum tereksploitasi optimal?

PR pertama dari Taliban adalah melakukan konsolidasi internal. Konflik yang berkepanjangan di antara para Mujahidin pasca mundurnya Uni Sovyet dulu, diperparah dengan invasi Amerika Serikat dan sekutunya pada tahun 2001, menjadikan Afghanistan menjadi negeri yang masuk dalam kategori negeri yang membahayakan untuk dikunjungi.

Komunikasi dengan berbagai pihak yang berseberangan dengan Taliban, baik secara etnis seperti Etnis Hazara, Tajik, Uzbek dan lainnya, atau aliansi politik seperti pecahan dari Aliansi Utara, mantan para politisi masa Ashraf Ghani, para pemimpin lokal yang memiliki pengikut loyal menjadi langkah yang wajib dilakukan Taliban. Dengan itu akan terbuka ruang untuk menempatkan pihak-pihak tersebut dalam membangun kembali Afghanistan.

Potensi ekonomi yang dimiliki Afghanistan sebenarnya bisa membuat Afghanistan secara mandiri mengelola negaranya. Namun, kebergantungan pada sistem ekonomi global, apalagi banyaknya kepentingan-kepentingan kapitalis global yang menggunakan instrumen regulasi internasional atau melalui negara-negara kapitalis, menjadikan Afghanistan tidak leluasa melakukan pengelolaan tersebut. Apalagi dengan stigma isu Islam yang dibawa oleh Taliban. Padagal belum clear apakah memang Taliban akan menggunakan syariah Islam dalam mengelola perekonomian negara. Ini, pastinya akan berseberangan dengan rezim ekonomi internasional.

 

Apakah AS akan tetap mengontrol Afghanistan pasca kekalahannya?

Amerika Serikat sebagai intrusive system (negara yang senantiasa ikut terlibat dalam berbagai kawasan) tidak akan benar-benar melepaskan diri dari Afghanistan. Apalagi setelah 20 tahun hadir dan menanamkan pengaruhnya di kawasan Asia Tengah. Asia Tengah, sebagaimana kawasan lain, sudah menjadi daerah yang berada dalam kontrol Amerika Serikat.

Tahun 2020, Amerika Serikat memiliki 800 basis militer di seluruh dunia. Lebih dari 8 terdapat di Afghanistan dan 80 lebih ada di kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah dalam kendali US Central Command. Artinya, walaupun Amerika Serikat hengkang dari Afghanistan, Amerika Serikat akan tetap mengontrol Afghanistan dalam bentuk lain. Baik dari basis militer yang ada di sekitarnya ataupun munculnya strategi dan program baru yang lebih soft.

 

Apa strategi baru AS agar tetap mengontrol Afghanistan?

Secara regional, keberadaan the Shanghai Cooperation Organization (SCO) adalah instrumen yang digunakan Amerika Serikat untuk ‘mengendalikan’ kawasan Asia Tengah. Walau menggunakan isu keamanan/terorisme, organisasi regional ini dianggap masih cukup efektif untuk digunakan Amerika Serikat selepas meninggalkan Afghanistan.

Amerika Serikat juga dapat menggunakan sekutu terkuatnya di kawasan Pakistan untuk tetap ‘mengontrol’ Afghanistan. Kedekatan CIA dengan ISI (Dinas Intelejen Pakistan) sedari membendung invasi Uni Sovyet, pembentukan Taliban, hingga operasi penangkapan Osama bin Laden sudah tidak diragukan lagi efektivitasnya.

Selain itu, agenda Washington dalam dialog C5+1 dengan negara-negara Asia Tengah juga menjadi instrumen bagi Amerika Serikat dengan mengangkat isu-isu yang lebih soft semacam pembangan ekonomi, asistensi anti korupsi dan bantuan kesehatan publik.

Namun, semua ini tentu dibangun dalam kerangka Amerika Serikat sebagai negara kapitalisme global dengan watak imperialismenya. Selepas meninggalkan imperialisme militer, Amerika Serikat mengubah wajah penjajahannya dengan bentuk lain demi citra positif pemerintahan demokrat yang dipimpin Joe Biden.

 

Apa saja tekanan yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis terhadap Afghanistan agar tetap tunduk dalam kendali mereka?

Jaminan keamanan atas kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya dari ancaman, menjadi kesepakatan yang dibuat Amerika Serikat dan Taliban dalam Perjanjian Doha 2020. Kepastian menggunakan instrumen PBB dan regulasi normatif internasional juga dicatat dalam perjanjian tersebut.

Secara ekonomi, penggunakan prasyarat Bretton Woods treaty juga sudah menjadi lazim dalam pembangunan ekonomi Afghanistan sebagaimana juga dipaksakan kepada negara-negara lainnya. Arahan pembentukan pasar bebas regional juga disebut dalam beberapa komunikasi Taliban dengan negara-negara besar yang berusaha mempengaruhinya, baik Amerika Serikat atau Rusia.

Semua dilakukan untuk memastikan bahwa Afghanistan, walau dikuasai Taliban, tetap dalam kendali rezim kapitalisme global.

 

Bagaimana sikap AS menyikapi jalinan komunikasi antara Afghanistan dengan Cina dan Rusia?

Amerika Serikat memang tidak lagi melakukan kompetisi langsung di Afghanistan menghadapi China dan Rusia. Sangat kecil kemungkinan Amerika Serikat membatalkan penarikan mundur militernya dari Afghanistan untuk mewujudkan kompetisi secara langsung tersebut.

Juli 2021, delegasi Taliban mengunjungi Moscow untuk menjalin komunikasi dengan Rusia pasca ratusan tentara ANA Afghanistan membanjiri Tajikistan untuk menghindari pertempuran dengan Taliban. Memastikan Rusia tetap menghormati batas perbatasan internasional Afghanistan dan tidak mengulangi perbuatan Uni Sovyet pada masa silam. Putin menyetujui dengan bahasa mendorong pemerintahan Afghanistan saat itu menjalin komunikasi dengan Taliban. Sebuah pertanda kemenangan Taliban mendapat dukungan kuat dari Rusia. Rusia tetap menggunakan instrumen Collective Security Treaty Organization (CSTO) untuk berusaha menguasai dan mengendalikan kawasan Asia Tengah di bawah pengaruhnya.

Di sisi lain, Taliban juga mengumumkan untuk mempersilakan investasi dan pembangunan infrastruktur China. Dengan kompensasi bahwa perbatasan Xinjiang dan persoalan Uyghur tidak akan menjadi pihak yang dipersoalkan oleh pemerintahan Taliban.

Apa yang dilakukan Rusia dan China, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dapat mempercepat proses pengakuan Taliban di dunia internasional hingga penghapusan sanksi PBB terhadap Taliban yang sempat disebut sebagai organisasi teroris.

Hal ini tentu menjadikan Amerika Serikat mendapatkan tantangan yang kuat di kawasan untuk dapat mengawal strategi pasca mundurnya dari Afghanistan

 

Isu Taliban menang juga berdampak pada merebaknya islamophobia di Indonesia. Bagaimana Anda melihat ini?

Kemenangan Taliban di Afghanistan dengan simbol-simbol Islamnya mengingatkan kembali pada fenomena aksi 212, 411 dan aksi bendera tauhid yang direspon secara negatif penguasa dan pendukungnya beberapa waktu lalu.

Muncul kekhawatiran adanya pengaruh dari kemenangan tersebut untuk membangkitkan isu-isu Islam di Indonesia.

 

Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam Indonesia dan dunia atas kemenangan Taliban di Afghanistan?

Kemenangan Taliban adalah kemenangan atas penjajahan Amerika Serikat di bumi Afghanistan. Semestinya ini disambut gembira sebagaimana layaknya bahwa setiap bangsa memang harus dapat melepaskan diri dari penjajahan pihak asing. Munculnya simbol-simbol Islam yang diusung oleh Taliban pastinya memberikan harapan bahwa kemenangan ini akan menjadi penanda akan kebangkitan Islam.

Namun demikian, umat Islam juga mesti mencermati bahwa Amerika Serikat sebagai negara kapitalis global memiliki pengalaman dan strategi dalam menancapkan kukunya di negeri yang ada dibawah penguasaannya. Tidak sederhana hanya sekadar kemenangan. Hengkangnya Amerika Serikat dari Afghanistan mesti diikuti dengan kewaspadaan akan munculnya strategi-strategi baru Amerika di kawasan tersebut.

Di sinilah umat Islam mesti memiliki kesadaran politik yang tinggi dalam mencermati langkah-langkah politik Amerika Serikat secara global, khususnya di Dunia Islam. WalLahu’alam. []

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen + 20 =

Back to top button