Iqtishadiyah

Ekonomi Sosialisme versus Ekonomi Islam

Ideologi Sosialisme-Komunisme berkembang pesat pada era Uni Soviet (1922-1991). Melalui partai komunis, ideologi ini menyebar di berbagai belahan dunia. Beberapa negara bahkan bertransformasi menjadi negara komunis, seperti yang terjadi di Cina dan Kuba. Namun, sebagian negara lainnya mampu bertahan dari tekanan ideologi itu. Meskipun begitu, pada masa itu, ideologi Sosialisme-Komunisme cukup populer di kalangan masyarakat, termasuk di negara-negara Muslim.

Beberapa pemikir Muslim bahkan mengagumi sosok Karl Marx dan ideologinya. Contohnya adalah Haji Misbach (1876–1926). Ia dikenal sebagai tokoh Sarekat Islam Merah—pecahan organisasi Sarekat Islam—yang mempropagandakan Komunisme. Ia mengatakan, “Bagi mereka yang menyebut dirinya Muslim, tetapi tidak setuju dengan Komunisme, saya bersedia mengatakan bahwa mereka bukanlah Muslim sejati, atau tidak sepenuhnya memahami posisi Islam.” 1

 

Sosialisme-Komunisme

Sosialisme adalah ideologi yang berkebalikan dengan Kapitalisme. Dalam definisi kaum Marxis, Kapitalisme merupakan bentuk kontrol tertentu atas kekuatan produksi, termasuk kepemilikan dan kendali atas alat-alat produksi oleh sektor swasta; kepemilikan tenaga kerja oleh individu secara legal; dan alokasi input dan output produksi melalui mekanisme pasar. Kapitalisme juga melibatkan pembagian kelas antara kapitalis (pemilik modal) dan pekerja (tenaga kerja). Mereka membentuk hubungan khusus dan mempengaruhi pasar tenaga kerja dan perusahaan.2

Sosialisme berakar dari bahasa Latin “sociare” yang berarti menggabungkan atau berbagi. Istilah terkait adalah “societas”. Maknanya adalah persahabatan dan persekutuan serta kesepakatan sukarela antara orang-orang bebas.3

Sosialisme merupakan sebuah sistem ekonomi dan ideologi yang menitikberatkan pada kepemilikan masyarakat secara kolektif atas alat-alat produksi. Ini berbeda dengan kepemilikan pribadi yang dominan dalam Kapitalisme. Dalam ekonomi sosialis, pengaturan kegiatan ekonomi dilakukan melalui perencanaan kolektif, bukan berdasarkan mekanisme pasar yang biasa dijumpai dalam sistem kapitalis. Tujuan utamanya adalah mengarahkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan semata-mata untuk keuntungan pribadi.4

Karena itu doktrin Sosialisme bertentangan dengan Kapitalisme yang menekankan nilai moral individu dan menganggap orang bertindak secara terisolasi satu sama lain. Para pemikir sosialis mengkritik individualisme ini karena dianggap gagal mengatasi masalah sosial selama Revolusi Industri, seperti kemiskinan, penindasan dan ketidaksetaraan kekayaan yang luas. Sosialisme dianggap sebagai alternatif dari individualisme liberal dengan mengedepankan kepemilikan bersama atas sumberdaya.5

Seiring perkembangannya, terdapat sejumlah aliran pemikiran utama dalam ideologi Sosialisme. Ada Sosialisme Utopis, Sosialisme Anarkis, Sosialisme Demokratik dan komunisme. Salah satu varian yang paling menonjol adalah Sosialisme Marxis. Ini yang sering disebut sebagai Komunisme.

Ketika ditanya tentang Komunisme dan apa yang membedakan Komunisme dari Sosialisme, Lenin menjawab bahwa Komunisme adalah “bentuk sosial yang lebih tinggi” dibandingkan dengan Sosialisme. Sosialisme adalah bentuk pertama dari masyarakat baru (Komunisme).6

Lenin mengartikan Sosialisme sebagai tahap antara Kapitalisme dan Komunisme. Pernyataan ini merupakan respon dari kritikan kaum Marxis karena dianggap tidak mampu mewujudkan pemikiran Komunisme ala Karl Marx.

Setelah Revolusi Bolshevik tahun 1917, perbedaan antara Komunisme dan Sosialisme semakin jelas. Ketika itu Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia pada tahun 1918 berganti nama menjadi Partai Komunis Seluruh Rusia. Komunisme kemudian ditafsirkan secara khusus sebagai Sosialisme yang mendukung politik dan teori Bolshevisme, Leninisme, Marxisme–Leninisme.7

 

Pandangan Islam

Ada beberapa aspek yang dapat menjelaskan mengapa sistem Sosialisme-Komunisme, termasuk dalam aspek ekonominya, bertentangan dengan Islam sehingga haram diadopsi oleh baik secara personal maupun secara kolektif dalam institusi negara.

Pertama: Sistem Sosialisme-Marxisme adalah sistem yang berdiri di atas asas yang menafikan eksistensi tuhan. Pemikiran Sosialisme-Komunisme berdiri atas dasar materialisme-dialektis dan materialisme-historis. Materialisme dialektis merupakan konsep yang menyatakan bahwa alam, manusia dan kehidupan merupakan materi yang berkembang secara internal sehingga tidak ada pencipta dan yang diciptakan.8

Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan Stalin yang mengutip pemikiran Marx dan Engels: “Pandangan materialistik terhadap alam hanya berarti memahami alam apa adanya, tanpa campuran dari luar.”

Ia juga mengutip pandangan Lenin yang berkomentar mengenai pandangan materialis dari filsuf kuno Heraclitus, yang berpendapat: “Dunia, segalanya dalam satu, tidak diciptakan oleh Tuhan atau manusia, tetapi merupakan nyala hidup yang sistematis dan secara sistematis mati.”

Lenin berkomentar: “Ini adalah sebuah penjelasan yang sangat baik tentang dasar-dasar materialisme dialektis.”9

Bahkan Karl Marx secara terbuka mengkritik agama yang dia sebut sebagai candu. “Agama adalah tangisan makhluk yang tertindas, hati dari dunia yang tanpa belas kasihan, dan jiwa dari kondisi yang tanpa jiwa. Agama adalah candu bagi rakyat. Penghapusan agama sebagai kebahagiaan maya bagi rakyat adalah tuntutan untuk kebahagiaan sejati mereka…”10

Karena itu, menurut Bukharin & Preobrazhensky, agama dan Komunisme tak bisa berdampingan, baik secara teoretis maupun praktis. Tugas Partai Komunis adalah membuat kebenaran ini dimengerti oleh sebanyak mungkin kalangan massa pekerja. Agama dianggap sebagai salah satu alat paling kuat yang dimiliki para penindas untuk mempertahankan ketidaksetaraan, eksploitasi dan ketaatan hina dari para pekerja.11

Secara spesifik Lenin menyatakan kritikannya terhadap agama: “Marxisme adalah materialisme. Oleh karena itu, ia bermusuhan dengan agama seperti materialisme para Ensiklopedis Abad Kedelapan Belas atau Materialisme Feuerbach. Hal ini di luar keraguan…Kita harus melawan agama. Itulah dasar dari semua materialisme dan oleh karena itu dari Marxisme.”12

Materialisme adalah konsep yang batil. Ini karena ia berasumsi bahwa materi, termasuk alam semesta, manusia dan kehidupan, terjadi hanya melalui perkembangan materi itu sendiri tanpa membutuhkan yang lain. Hizbut Tahrir, dalam berbagai terbitannya, telah mengkritik sosialisme-Komunisme dan juga konsep materialisme.13

Secara ringkas, kritik tersebut menyatakan bahwa materi pada kenyataannya adalah makhluk yang terbatas dan membutuhkan pihak lain, baik yang bersifat materi maupun yang berada di luar materi. Oleh karena itu, materi tidak dapat menciptakan dirinya sendiri maupun hal lainnya. Transformasi materi memerlukan campur tangan dari aspek lain. Materi juga tidak dapat melampaui aturan atau sifat-sifat yang ada padanya. Misalnya, untuk air menjadi uap dan mendidih, ia membutuhkan panas. Namun, agar mencapai titik didih, air membutuhkan tingkat panas tertentu, yang semuanya berada di luar kendali materi itu sendiri. Dengan demikian materi adalah makhluk yang diciptakan oleh Pencipta yang tidak terbatas dan tidak membutuhkan yang lain, yaitu Allah SWT.

Kedua: Pemikiran ekonomi Sosialisme, yang merupakan turunan dari materialisme-dialektis dan materialisme-historis, bertentangan dengan Islam. Salah satu ide paling mendasar dalam sistem Sosialisme mengenai kepemilikan adalah penghapusan kepemilikan barang. Namun, para pemikir Sosialisme berbeda dalam batasan barang yang harus dihapuskan.

Sosialisme-Komunisme memandang penghapusan kepemilikan pribadi. Marx dan Engels berkata: “Teori komunis dapat diringkas dalam satu kalimat: penghapusan kepemilikan pribadi.”14 

Kemudian, pada masa pemerintahan Bolshevik di Uni Soviet, Lenin menginterpretasikan ajaran Marx dengan menghapuskan kepemilikan alat-alat produksi, seperti tanah, pabrik dan tambang, yang digunakan untuk menghasilkan profit; namun membiarkan kepemilikan barang-barang untuk keperluan pribadi, seperti kendaraan pribadi.

Pada tahun 1918, Lenin mengeluarkan dekrit untuk menasionalisasi pabrik-pabrik besar. Pasal 22 Kode Sipil menyebutkan jenis properti tertentu seperti industri berat, transportasi dan konstruksi umum ditetapkan sebagai milik negara. Adapun bangunan yang tidak dikelola oleh negara, uang, barang-barang berharga seperti emas dan perak, serta barang barang-barang keperluan rumah tangga dan pribadi bisa dimiliki secara pribadi (Pasal 54).

Kemudian, Kode Tanah yang dikeluarkan pada 1922 menghapus kepemilikan pribadi atas tanah dan sumberdaya alam lainnya (pasal 1).15

Namun, setelah terjadi protes dan kelangkaan pangan, perdagangan swasta diizinkan dalam batas tertentu, dan perusahaan kecil yang jumlah pegawainya tidak melewati jumlah yang ditetapkan negara tidak dinasionalisasi.16

Pemikiran tersebut jelas bertentangan dengan sifat dasar manusia. Pasalnya, kepemilikan barang merupakan bagian dari naluri manusia untuk mempertahankan diri yang tidak bisa dipisahkan. Mencoba mencabutnya hanya akan menyebabkan kecemasan dan penderitaan.17

Hal ini terilustrasi pada kebijakan Stalin yang menerapkan kolektivisasi pertanian dan pengendalian produksi pangan. Stalin berusaha menggabungkan banyak petani kecil menjadi kolektif pertanian negara untuk meningkatkan produksi dan mengendalikan sumber daya pertanian. Namun, kebijakan ini ditentang sehingga Stalin menggunakan cara brutal untuk mengambil alih tanah, hewan ternak dan hasil panen petani. Petani tidak diizinkan menyimpan atau menjual hasil panen mereka sendiri. Akibatnya, persediaan makanan yang seharusnya mencukupi malah berkurang. Kolektivisasi ini menyebabkan kelaparan yang mengakibatkan kematian yang mencapai hampir enam juta jiwa pada tahun 1931-1933, terutama terjadi di Ukraina dan Kazakhstan.18

Konsep tersebut bertentangan dengan Islam. Islam mengatur kepemilikan dan tidak mencabut kepemilikan atau membatasi kuantitasnya. Pembatasan kepemilikan di dalam Islam hanya berkaitan dengan caranya,  bukan dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Dengan itu  produktivitas dan kegiatan manusia tetap dapat berkembang. Di dalam Islam juga diatur secara tegas pengaturan kepemilikan barang dan jasa dibagi menjadi yaitu kepemilikan individu, kolektif dan negara. Ada barang yang masuk dalam harta milik umum seperti barang tambang yang depositnya besar; barang vital yang sangat dibutuhkan oleh publik, seperti air, api dan padang gembalaan; serta barang yang secara natural tidak bisa dikuasai, seperti laut, sungai dan teluk.

Negara di dalam Islam tidak boleh melakukan perampasan kepemilikan individu untuk diubah menjadi milik umum atau milik negara lewat nasionalisasi. Negara, misalnya, tidak dapat menyita tanah pertanian milik seseorang, kecuali ia menelantarkannya lebih dari tiga tahun. Industri-industri yang tidak masuk dalam kepemilikan umum, seperti industri pakaian, makanan dan kendaraan haram untuk dinasionalisasi.

Ketiga: Konsep Sosialisme-Komunisme bertentangan dengan metode Islam dalam memecahkan masalah. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Kapitalisme menjadikan fakta sebagai sumber hukum, sementara Komunisme mengambil solusi berdasarkan konklusi hipotetik yang dikhayalkan terjadi pada masalah yang dihadapi. Islam mengambil solusi dalam bentuk hukum-hukum syariah dari dalil-dalil syariah. Sebaliknya, Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme bukanlah hukum syariah, melainkan bagian dari sistem kufur. Menghukumi sesuatu dengan sistem tersebut berarti berhukum dengan hukum selain Allah SWT. Perbuatan tersebut merupakan tindakan yang tidak halal bagi setiap Muslim. Karena itu orang yang mengambil Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme, namun jika tidak mengimaninya, dikategorikan sebagai orang fasik. Namun, jika ia mengimani bahwa sistem tersebut merupakan hukum yang benar, sementara hukum Islam tidak sesuai dengan kondisi saat ini serta tidak mampu menjadi solusi ekonomi modern, maka ia menjadi kafir.19

Alhasil, sistem Sosialisme-Komunisme dipandang bertentangan dengan akidah Islam karena konsep materialisme dialektis yang menafikan eksistensi Tuhan. Demikian pula aturan-aturan turunannya, seperti pembatasan kepemilikan. Ia tidak hanya bertentangan dengan fitrah manusia, tetapi juga bertentangan dengan hukum-hukum Islam.

Dengan demikian, sistem Sosialisme-Komunisme haram dan tidak cocok untuk diterapkan di manapun di bumi ini. Satu-satunya sistem yang dianggap layak bagi umat Islam dan manusia adalah sistem yang berasal dari Allah SWT, Tuhan Yang Mahaadil dan Mahabijaksana. Sistem Islam telah mengatur segala aspek kehidupan secara rinci, termasuk dalam aspek ekonomi.

WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [Muis]

 

Catatan kaki:

1        H.M. Misbach. (1925). Islamisme dan Komunisme. https://www.marxists.org/history/indonesia/1925-MisbachIslamism.html

2        Stanford Encyclopedia of Philosophy (2019). Socialism. https://plato.stanford.edu/entries/socialism/

3        Andrew Vincent (2010). Modern Political Ideologies. Wiley-Blackwell. hal. 83.

4        Internet Encyclopedia of Philosophy. Socialism. https://iep.utm.edu/socialis/#SH1a

5        Marvin Perry et al. (2009). Western Civilization: Ideas, Politics, and Society – From 1600. Vol. 2 (Ninth ed.). Boston: Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company, hal. 540

6        Paresh Chattopadhyay (1991). Economic Content of Socialism in Lenin: Is It the Same as in Marx? Economic and Political Weekly, PE2-PE8.

7        Donald F. Busky (2000). Democratic Socialism: A Global Survey. Connecticut: Praeger.

8        Ghanim Abduh (1963). Naqdu al-Isytirakiyyah al-Markisiyyah. Hizbut Tahrir, hal. 6.

9        J. V. Stalin (1938). Dialectical and Historical Materialism. https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1909/may/13.htm

10      Karl Marx (1843). A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right. https://www.marxists.org/archive/marx/works/1843/critique-hpr/intro.htm

11      Nikolai Bukharin & Evgeni- Preobrazhenski- (1920). The ABC of Communism: a Popular Explanation of the Program of the Russian Communist Party of the Bolsheviks. Pb.: State Publishing House.

12      Vladimir Ilyich Lenin (1909). The Attitude of the Workers’ Party to Religion. https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1909/may/13.htm

13      Lihat: Ni“âm al-Islâm, Al-Ni“âm al-Iqticâdy fi al-Islâm, al-Syakhsiyah al-Islâmiyyah, al-Siyâsah al-Iqtcâdiyyah al-Mutslâ, dan Naqu al-Isytirâkiyah al-Markisiyah.

14      Karl Marx & Frederic Angels (1848). Manifesto of the Communist Party. https://www.marxists.org/archive/marx/works/1848/communist-manifesto/index.htm. Diakses 3 Agustus 2023

15      V. N. Bandera (1963). The New Economic Policy (NEP) as an economic system. Journal of Political Economy, 71(3), 265-279.

16      Stephen Lovell (2009). The Soviet Union: A very short introduction (Vol. 207). Oxford University Press, USA, hal. 60-61

17      Taqiyuddîn al-Nabhâny (2004). Al-Ni“âm al-Iqticâdy fi al-Islâm. Beirut: Darul Ummah, hal. 46.

18      Stephen Lovell (2009). The Soviet Union, hal. 65.

19      Taqiyuddîn al-Nabhâny (2004), Al-Ni“âm al-Iqticâdy fi al-Islâm, hal.  52.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × one =

Back to top button