Ibrah

Tobat

SETIAP manusia tentu ingin masuk surga. Persoalannya, surga tak diberikan kepada semua orang. Surga hanya diberikan kepada orang-orang yang taat. Bukan kepada para pelaku dosa dan maksiat. Tak terbayangkan orang bisa masuk surga jika ia memiliki banyak dosa dan tak segera bertobat dari segala maksiat. Itulah sebabnya, Imam Ibnul Jauziy rahimahulLah berkata:

يَا طَالِبَ الْجَنَّةِ، أُخْرِجَ أَبُوْكَ آَدَمُ مِنْهَا بِذَنْبٍ وَاحِدٍ أَتَطْمَعُ فِي دُخُوْلِهاَ بِذُنُوْبٍ لَمْ تَتُبْ عَنْهَا؟ !

Wahai engkau yang mengejar surga, sungguh Bapak kalian, Adam as., telah dikeluarkan dari surga hanya karena satu dosa. Lalu pantaskah engkau berambisi masuk ke dalam surga dengan membawa banyak dosa yang tidak segera engkau tobati?! (Ibnu al-Jauziy, At-Tabshirah, 1/326).

 

Karena itu tobat dari segala dosa itu wajib bagi setiap manusia. Sebabnya, setiap manusia senantiasa berbuat dosa. Bisa setiap hari. Bahkan setiap waktu. Rasulullah saw. bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابوُنَ

Setiap manusia pasti berbuat dosa. Sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang gemar bertobat (kepada Allah) (HR Ibnu Majah).

 

Bahkan Rasulullah saw. sendiri, yang jelas-jelas ma’shuum (terpelihara dari segala dosa), biasa bertobat tak kurang dari 70 sampai 100 kali sehari (HR Muslim). Rasulullah saw. bersabda:

وَاللهِ إنِيَّ لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْه فِي الْيَوْم أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مرَّةً

Demi Allah, sungguh aku ini biasa beristighfar (memohon ampunan) dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali (HR al-Bukhari).

 

Tobat yang Allah perintahkan tentu adalah tobat yang sebenar-benarnya (tawbat[an] nasuuha) (QS at-Tahrim [66]: 8). Selain banyak beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah, tobat yang sebenar-benarnya tentu memiliki sejumlah tanda. Menurut Syaqiq al-Balkhi rahimahulLaah:

عَلاَمَة التَّوْبَةِ الْبُكَاءُ عَلَى مَا سَلَفَ، وَالْخَوْفُ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الذَّنْبِ، وَ هِجْرَانُ إِخْوَانِ السُّوْءِ، وَمُلاَزَمَة اْلأَخْيَارِ

Tanda tobat itu adalah: menangisi dosa-dosa masa lalu; takut terjerumus  kembali ke dalam dosa; menjauhi teman-teman yang buruk; dan selalu bergaul dengan orang-orang pilihan (shalih) (Adz-Dzahabi, Siyar A’laam an-Nubalaa’, 9/315).

 

Tentu tak selayaknya tobat ditunda-tunda. Hanya karena masih muda, misalnya. Sebabnya, kata Imam Ibnu Rajab rahimahulLaah:

تأخير التَّوْبَةِ فِي حَالِ الشَّبَابِ قَبِيْحٌ، فَفِي حَالِ الْمَشِيْبِ أَقْبَحُ وَأَقْبَحُ

“Menunda-nunda tobat saat usia muda itu sangat buruk.  Jauh lebih buruk lagi menunda-nunda tobat saat usia sudah tua.” (Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 737).

 

Karena itu pula Luqman al-Hakim pernah berkata kepada putranya, “Nak, jangan engkau menunda-nunda untuk bertobat karena sesungguhnya kematian itu datang tiba-tiba.” (Al-Baihaqi, Tahdziib az-Zuhd al-Kabiir, hlm. 137).

Saat ajal tiba, tentu tak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Pada saat demikian, kata Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahulLah, semua manusia pasti menyesal dan bahkan berangan-angan ingin kembali ke dunia. Salah satunya agar bisa bertobat. Kata Imam Ibnu Rajab:

أَنَّ الْمَوْتَى كُلَّهُمْ يَتَمَنَّوْنَ حَيَاةً سَاعَة لِيَتُوْبُوْا فِيْهَا، وَيَجْتَهِدُوْا فِي الطَّاعَةِ، وَلاَ سَبِيْلَ لَهُمْ إِلَى ذَلِكَ

Sungguh kebanyakan orang-orang yang telah diwafatkan berangan-angan bisa hidup kembali meski hanya sesaat saja agar bisa bertobat dan bersungguh-sungguh melakukan ketaatan. Padahal hal demikian adalah mustahil bagi mereka (Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 727).

 

Karena itu sebelum ajal mendekat, teruslah bertobat. Sering-seringlah memohon ampunan kepada Allah SWT setiap saat. Pasti, tobat kita diterima. Demikian sebagaimana kata Imam an-Nawawi rahimahulLaah, “Andai seseorang mengulang-ulang suatu dosa hingga seratus kali, atau seribu kali, atau bahkan lebih dari itu, lalu ia benar-benar bertobat setiap kali berbuat dosa, maka tobatnya pasti diterima dan dosa-dosanya pasti gugur.” (An-Nawawi, Syarh Shahiih Muslim, 17/75).

Setelah banyak bertobat, selanjutnya seorang Muslim wajib selalu taat kepada Allah SWT. Dalam hal ini Imam Ibnu Katsir rahimahulLaah berkata, “Siapa saja yang suka agar menjadi orang mulia di dunia dan di akhirat, hendaknya ia senantiasa taat kepada Allah (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Qur’aan al-’Azhiim, 6/475).

Selain itu, kata Malik bin Dinar rahimahulLaah:

اِتَّخِذْ طَاعَة الله تِجَارَةً تَأْتِكَ اْلأَرْباحُ مِنْ غَيرِ بِضَاعَةٍ

“Jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai ‘perniagaan (bisnis)’  yang mendatangkan laba (keuntungan) tanpa (harus menjual) barang dagangan.” (Ibnu Hibban, Rawdhah al-’Uqalaa, hlm. 63).

 

Laba/keuntungan dari “bisnis” dalam bentuk ketaatan kepada Allah SWT ini tidak lain berupa surga yang luasnya seluas langit dan bumi (lihat: QS Ali Imran [3]: 133).

Alhasil, mari kita segera bertobat sebelum ajal mendekat. Mari kita bersungguh-sungguh taat kepada Allah SWT mumpung masih hidup di dunia sebelum tobat dan taat itu tak ada gunanya lagi di akhirat.

Semoga kita senantiasa bisa benar-benar bertobat kepada Allah SWT. Tobat setiap saat. Tobat dari segala dosa dan maksiat. Semoga dengan itu Allah mengampuni semua dosa-dosa kita hingga kita selamat, di dunia dan akhirat. Aamiin.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. [Arief B. Iskandar]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen − 13 =

Back to top button